Jakarta (ANTARA News) - Jauh-jauh hari Charles de Gaulle, seorang negarawan Perancis telah mengingatkan bahwa "Politics is such important a matter to be left alone to the politicians" (Politik adalah hal yang demikian penting untuk dibiarkan diurus oleh para politisi saja).
Ungkapan ini mencerminkan bahwa sebagai warga negara yang baik kita bukan hanya harus mempunyai kesadaran berpolitik, tetapi juga harus merasa berkepentingan untuk ikut mengarahkan agar semua pemegang kekuasaan menggunakannya untuk tujuan-tujuan yang benar demi kepentingan rakyat.
Karena perannya yang sentral, politik mempunyai ketersinggungan kuat dengan perekonomian, hukum, kebudayaan dan hal-hal lain yang benar-benar mempengaruhi aset-aset utama kehidupan kita sehari-hari.
Berawal dari wacana politik inilah, berkembang dua kubu yang saling dipertentangkan antara ekonomi kerakyatan dan neoliberalisme. Tentu saja nuansa politisnya sangat kental. Memang implementasi konsep ekonomi adalah sebuah keputusan politik.
Secara politis tentu ekonomi kerakyatan akan lebih "laku" dan menarik simpati, dan jika berpendapat beda akan dianggap melawan arus.
Situasi "melawan arus" ini dialami Roosevelt tatkala menawarkan campur tangan pemerintah yang lebih besar di bumi liberal AS, bahkan dianggap fasis. Sebaliknya situasi melawan arus juga dialami Deng saat melakukan liberalisasi pasar untuk memodernisasi Cina.
Sehingga alangkah eloknya jika ekonomi kerakyatan didefinisikan sebagai ekonomi yang memihak rakyat, apapun pendekatan yang dipakai.
Persaingan ekonomi yang sehat telah terbukti menjadi salah satu obat yang mujarab dalam mengurangi tingkat kemiskinan di berbagai negara. Persaingan bisnis yang sehat akan melahirkan ide-ide, teknologi, serta praktik-praktik bisnis baru yang sangat bermanfaaat bagi peningkatan kualitas hidup rakyat.
Deng telah membuktikan liberalisme efektif untuk menciptakan keajaiban dengan pertumbuhan ekonomi dua digit.
Sementara, campur tangan negara diperlukan guna melindungi dan memberdayakan kelompok-kelompok yang tidak mampu menjangkau akses terhadap sumber-sumber perekonomian.
Campur tangan ini sama sekali bukan ditujukan untuk mematikan persaingan, namun untuk menjamin agar setiap aktivitas ekonomi tidak mengakibatkan hilang atau terbengkalainya hak-hak dasar setiap warga negara.
Manajemen Perubahan Roosevelt : Memperbesar Campur Tangan Pemerintah di Bumi Liberalisme. Tatkala depresi menerjang AS tahun 1929, Presiden Herbert Clark Hoover memeluk erat prinsip-prinsip liberalisme.
Hoover membiarkan saja mekanisme pasar menyelesaikannya, dan menganggap campur tangan pemerintah dapat merusak kemandirian yang telah lama menjadi nilai yang dianut bangsa Amerika.
Ia menolak penyusunan undang-undang khusus penyelamatan ekonomi, agar masyarakat tidak tergantung kepada pemerintah federal.
Sebelum krisis, George W. Bush juga pernah diingatkan untuk mengontrol pasar, tetapi diabaikan. Kenyataannya "pembiaran" yang dilakukan Hoover makin memperburuk situasi. Demikian pula "pembiaran" yang dilakukan Bush.
Karena dianggap gagal dalam mengatasi situasi ekonomi yang memburuk, Hoover kalah telak dari Franklin Delano Roosevelt dari Partai Demokrat yang menawarkan New Deal. Padahal New Deal menyodorkan campur tangan pemerintah yang besar untuk menyelesaikan krisis, gagasan yang "menyimpang" di bumi liberalisme.
Roosevelt bersama George Washington dan Abraham Lincoln, menurut berbagai survei di AS dianggap sebagai presiden terbaik. Fokus penilaian intinya mencakup pencapaian, kualitas kepemimpinan, serta kegagalan dan kesalahan selama menjabat sebagai presiden. Roosevelt termasuk di dalamnya, berkat kepemimpinan yang efektif dan inspiratif saat krisis.
Ia membawa AS keluar dari depresi besar, memperluas ekspansi industri, mencapai full employment, serta peluang baru bagi wanita dan warga kulit hitam. Salah satu warisan terpentingnya adalah sistem jaminan sosial.
Roosevelt juga berinisiatif membantu sekutu meraih kemenangan dalam Perang Dunia II, serta berperan penting dalam penyusunan tatanan dunia pasca PD II melalui pembentukan PBB. Ia ingin mentransformasikan rakyat AS yang semula bersifat isolasionis menjadi warga dunia.
Bagaimanakah kualitas kepemimpinan Roosevelt? Visinya mengenai AS sangat tajam. Baginya depresi lebih dari sekedar siklus ekonomi, namun dapat mengakibatkan kehancuran sosial, ekonomi, dan politik secara permanen bila tidak ditangani secara cerdas.
Program New Deal yang diluncurkannya sarat dengan campur tangan pemerintah Federal untuk membantu mereka yang kehilangan pekerjaan, melakukan pemulihan ekonomi, serta mereformasi ekonomi dan perbankan.
Misalnya ia menerapkan National Industrial Recovery Act yang memaksa sektor industri mematuhi serangkaian kode etik dengan menetapkan aturan operasi bagi perusahaan di setiap sektor, serta pendirian Securities and Exchange Commission (SEC) untuk mengatur pasar modal.
Program New Deal terbagi ke dalam dua bagian. New Deal pertama diluncurkan tahun 1933, bertujuan memberi bantuan jangka pendek. Roosevelt memperkenalkan peraturan yang bertujuan mereformasi sistem perbankan, pemberian bantuan darurat kepada masyarakat yang terkena dampak paling buruk, serta program darurat penciptaan lapangan kerja.
Sementara New Deal kedua bertujuan meredistribusi kekuatan yang lebih radikal, termasuk program perlindungan terhadap pekerja, diperkenalkannya undang-undang mengenai jaminan sosial, serta program bantuan bagi para petani penggarap.
Depresi tahun 1929 dianggap sebagai krisis besar yang sangat mencemaskan, sehingga Roosevelt menumbuhkan harapan melalui kata-kata, "The only thing we have to fear is fear itself".
Energi perubahan yang besar ini dikelola dengan baik oleh Roosevelt dengan meluncurkan perubahan radikal, dalam ritme cepat dan pengerahan sumber daya secara masif. Kesiapan rakyat untuk berubah yang tinggi, melicinkan jalan bagi Roosevelt melakukan perubahan radikal, menembus tembok ideologi.
Program Roosevelt dalam menangani krisis berupa penyelamatan (relief), pemulihan (recovery), dan reformasi (reform) masih relevan. Penyelamatan diperlukan bagi jutaan orang yang kehilangan pekerjaan. Pemulihan berarti mendorong perekonomian menuju kondisi normal. Sementara reformasi berarti memperbaiki hal-hal yang salah, terutama sistem keuangan dan perbankan.
Langkah ini sangat cocok bagi para Capres kita. Dalam program kampanye Capres, belum tampak program konkrit untuk mengatasi krisis.
Deng Xiaoping
Manajemen Perubahan Deng Xiaoping: Mengundang Kapitalis di Bumi Komunis. Keterbukaan terhadap praktik-praktik manajemen modern, yang kebanyakan berasal dari negara-negara barat, juga ditunjukkan oleh Deng Xiaoping, yang dikenal sebagai arsitek modernisasi ekonomi China. Padahal China menganut ideologi komunisme.
Atas dasar inilah keran investasi asing dibuka lebih lebar. Sebagai hasilnya, saat ini banyak perusahaan-perusahaan multinasional investasi langsung di China. Namun, Deng tetap mempertahankan sebagian kebijakan yang telah ditetapkan pendahulunya, Mao Zedong.
Ia misalnya, tetap menekankan pentingnya sektor pertanian, yang memang masih menjadi sandaran hidup bagi banyak masyarakat China, serta mendorong desentralisasi pengambilan keputusan kepada tim ekonomi di kawasan pedesaan dan juga rumah tangga secara individual.
Kabupaten dan provinsi diizinkan untuk melakukan investasi dalam industri yang dianggap paling menguntungkan. Hal ini mendorong berkembangnya investasi dalam bidang industri padat karya.
Deng melakukan pergeseran terhadap strategi pembangunan China dengan menekankan pada industri padat karya serta berorientasi ekspor, dimana pendapatan yang dihasilkan dapat kembali diinvestasikan.
China juga mempercepat modernisasi melalui peningkatan volume perdagangan luar negeri. Terutama pembelian mesin-mesin dari Jepang dan negara-negara barat.
Cina mampu melaksanakan empat modernisasi yang menjadi tujuan reformasi ekonomi yang dicanangkan Deng, yakni dalam bidang pertanian, industri, iptek, dan kemiliteran, melalui dana dari luar negeri, pasar, teknologi maju, dan pengalaman manajemen sehingga mempercepat pertumbuhan ekonominya.
Deng berusaha menarik masuknya investasi asing melalui pembentukan Zona Ekonomi Khusus, dimana di kawasan tersebut investasi asing dan liberalisasi pasar didorong. Reformasi juga berpusat pada perbaikan tenaga kerja. Insentif materi dan sistem bonus diperkenalkan.
Pasar pedesaan yang menjual produk-produk yang dihasilkan petani kecil dihidupkan kembali. Pasar pedesaan ini bukan hanya meningkatkan hasil produksi pertanian, namun juga merangsang pembangunan industri.
Dengan kemampuan petani kecil menjual kelebihan hasil pertaniannya ke pasar terbuka, konsumsi domestik memacu industrialisasi, yang pada gilirannya menciptakan dukungan politik bagi reformasi ekonomi yang lebih sulit.
Reformasi yang dimulai sejak akhir 1970-an telah mengangkat jutaan orang dari lembah kemiskinan. Tingkat kemiskinan, yang pada era Mao mencapai kurang lebih 53 persen, turun menjadi hanya 12 persen pada tahun 1981.
Hingga saat ini, reformasi yang telah dicanangkan Deng masih diikuti oleh para petinggi Partai Komunis China. Pada tahun 2001 tingkat kemiskinan hanya berkisar 6 persen dari keseluruhan penduduk.
The Same Level Playing Field
Dengan menerapkan ekonomi kerakyatan, apakah berarti negara harus menerapkan kebijakan anti asing dan nasionalisasi aset asing seperti yang ditempuh oleh Chavez? Sementara Deng menempuh jalan sebaliknya untuk memodernisasi China, dan berhasil ! Modal asing dan perusahaan asing memperkenalkan teknologi, praktik-praktik manajemen dan bisnis sebagai sumber pembelajaran bagi perusahaan domestik.
Perusahaan-perusahaan asing juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja sehingga mengurangi kemiskinan, seperti dicita-citakan oleh penggagas ekonomi kerakyatan.
Apa yang dilakukan Chavez merupakan reaksi dari rasa ketidakadilan, karena dominannya penguasaan asing, sementara rakyat termarjinalisasi dan tetap berkubang dalam kemiskinan. Inilah sebenarnya esensi dari ekonomi kerakyatan, sebuah sistem ekonomi yang menekankan kepada keadilan dalam penguasaan sumber daya ekonomi, proses produksi dan konsumsi..
Setiap pelaku ekonomi harus memiliki kesempatan yang sama untuk menjalankan aktivitas serta mengakses sumberdaya ekonomi dan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
Tatkala banyak warga negara yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumber-sumber daya ekonomi akibat faktor-faktor seperti kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, minimnya infrastruktur, dan sebagainya, perlu campur tangan negara guna melindungi dan memberdayakan kelompok-kelompok yang termarjinalisasi ini.
Ketiadaan akses ini menyebabkan rentannya sumber-sumber perekonomian dikuasai oleh segelintir orang. Hal ini tentu saja berbahaya karena dengan kekuatan modal yang dimiliki, segelintir orang ini dapat mempengaruhi para pengambil keputusan yang dapat merusak prinsip keadilan.
Campur tangan ini sama sekali bukan ditujukan untuk mematikan persaingan, namun untuk menjaga the same level playing field.
Campur tangan negara tersebut mengatur agar pelaku ekonomi yang kurang memiliki kekuatan dapat memiliki peluang yang sama untuk berkembang, sementara para pelaku ekonomi dengan sumber daya yang berlebih tidak bertindak semena-mena.
Jika perlu dilakukan kebijakan afirmatif untuk menghindari the winners take all. Diperlukan lingkungan hukum yang kondusif agar tercipta persaingan yang adil daan sehat.
Berdasarkan studi Program on International Policy Attitude, University of Maryland tahun 2006, 74 persen penduduk China yang disurvei mengatakan bahwa sistem sistem pasar bebas hanya akan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak tatkala didukung oleh regulasi pemerintah yang kuat.(***)
* Penulis adalah Managing Partner THE JAKARTA CONSULTING GROUP
Menuju Ekonomi Memihak Rakyat
2 Juni 2009 12:18 WIB
Oleh Oleh A. B. Susanto*
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009
Tags: