Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menerima laporan penerimaan gratifikasi senilai Rp1,8 miliar selama 14 hari layanan tanpa tatap muka pada 17-31 Maret 2020, karena pandemi COVID-19.

"Komisi Pemberantasan Korupsi menerima laporan gratifikasi secara 'online' dengan nominal mencapai Rp1,8 miliar. Angka tersebut didapat dari laporan gratifikasi berbentuk uang, barang, makanan hingga hadiah pernikahan," kata Direktur Gratifikasi KPK, Syarief Hidayat melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.



KPK ikut menerapkan metode bekerja dari rumah (BDR) bagi para pegawainya mulai 18 Maret 2020, dan sementara akan berlangsung hingga 21 April 2020.

Layanan publik tatap muka yang ditutup sementara adalah permintaan informasi publik, perpustakaan, dan pelaporan gratifikasi. Sedangkan untuk layanan pengaduan dapat melaporkan lewat website, email, maupun call center.

"Kami mengapresiasi penyelenggara negara yang tetap melaporkan gratifikasi yang diterima pada pandemi COVID-19," ujar Syarief.

Laporan gratifikasi yang masuk selama periode tanpa tatap muka mulai 17-31 Maret 2020 adalah sebanyak 98 laporan. Dari 98 laporan tersebut, 64 laporan melaporkan menggunakan aplikasi atau website Gratifikasi Online (GOL) dan sisanya melapor via email.
Baca juga: KPK panggil saksi terkait suap dan gratifikasi perkara di MA


Jenis laporan paling banyak diterima masih berupa uang atau setara uang yaitu 53 laporan. Selanjutnya berjenis barang 27 laporan, jenis yang bersumber dari pernikahan berupa uang, kado barang dan karangan bunga sebanyak 15 laporan, jenis makanan atau barang mudah busuk 2 laporan dan fasilitas lainnya 1 laporan.

"Laporan gratifikasi terbanyak selama periode tersebut berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 20 laporan yang disampaikan melalui aplikasi GOL. Disusul oleh Kementerian Kesehatan ada 11 laporan melalui email, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 10 laporan juga melalui email," kata Syarief lagi.

Untuk pelaporan dari pemerintah daerah, Pemerintah Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi pemerintah daerah pelapor gratifikasi terbanyak, yaitu 2 laporan selama periode tersebut.

"Laporan-laporan ini membuktikan pandemi tidak jadi alasan untuk tidak lapor gratifikasi," ujar Syarief.

Syarief berharap hal tersebut dapat menjadi contoh bagi penyelenggara negara di daerah lain, agar tetap melaporkan gratifikasi yang diterimanya di tengah pandemi.

Pelaporan gratifikasi bagi penyelenggara negara diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana penerimaan gratifikasi yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Baca juga: Imam Nahrawi didakwa terima suap-gratifikasi Rp20,148 miliar


Ancaman pidana tersebut tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan ke lembaga antikorupsi paling lambat 30 hari kerja sebagaimana ketentuan Pasal 12C.

Pelapor bisa menggunakan aplikasi bernama Gratifikasi Online (GOL) yang bisa diakses melalui website https://gol.kpk.go.id. Aplikasi ini juga bisa diunduh melalui Play Store untuk pengguna android dan App Store bagi pemakai sistem operasi iOS.