Sri Mulyani: Pengangguran di banyak negara berpotensi tumbuh 2 digit
17 April 2020 14:27 WIB
Ilustrasi - Orang-orang yang kehilangan pekerjaannya menunggu untuk mengajukan tunjangan pengangguran, setelah wabah penyakit coronavirus (COVID-19), di Pusat Tenaga Kerja Arkansas di Fort Smith, Arkansas, AS (6/4/2020). ANTARA/REUTERS/Nick File Oxford/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di berbagai negara berpotensi tumbuh hingga dua digit karena turunnya aktivitas industri manufaktur dan jasa akibat adanya pandemi COVID-19.
“Dilihat dari PMI (Prompt Manufacturing Index) baik di sektor manufaktur, jasa, dan dari sisi setiap negara menunjukkan penurunan maka pengangguran meningkat di berbagai negara,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menyatakan saat ini hampir semua negara telah menunjukkan peningkatan jumlah pengangguran hingga dua digit seperti Amerika Serikat (AS) yang telah mencapai 10,4 persen dari tahun sebelumnya hanya 3,7 persen.
“Bahkan ada yang mengestimasi lebih dari 15 persen hingga 20 persen, jadi ini adalah tingkat pengangguran terbesar kalau dilihat dari sejarah dunia seperti yang comparable dengan saat depresi ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Pemerintah siapkan langkah atasi pengangguran akibat COVID-19
Tak hanya AS, Uni Eropa juga diprediksikan mengalami peningkatan jumlah pengangguran yaitu mencapai 10,4 persen pada 2020 dan 8,9 persen pada 2021 dari sebelumnya 7,6 persen saat 2019.
Baca juga: Akibat COVID-19, tingkat pengangguran baru di Belanda naik 42 persen
Selanjutnya jumlah pengangguran di Kanada diperkirakan meningkat 7,5 persen pada 2020 dan 7,2 persen pada 2021 dari tahun 2019 sebanyak 5,7 persen.
Sementara di Asia seperti Jepang diperkirakan meningkat 3 persen, Korea 4,5 persen, Hong Kong 4,5 persen, dan Australia 7,6 persen.
Baca juga: CORE prediksi pengangguran meningkat triwulan II 2020
Sri Mulyani menyatakan untuk Indonesia sampai saat ini telah ada lebih dari 1,5 juta pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan akibat pandemi COVID-19.
Sri Mulyani menuturkan penurunan itu berbeda antarnegara karena ada yang penurunan PMI sangat tajam pada Maret 2020 dan ada yang baru mengalami penurunan mulai April.
"Ini tergantung level atau timing dari penyebaran COVID-19 dan berhubungan dengan kemampuan untuk memulihkan kembali kegiatan sosial ekonomi negara-negara tersebut," jelasnya.
Baca juga: Pendaftar gelombang pertama Kartu Prakerja dekati 6 juta orang
“Dilihat dari PMI (Prompt Manufacturing Index) baik di sektor manufaktur, jasa, dan dari sisi setiap negara menunjukkan penurunan maka pengangguran meningkat di berbagai negara,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menyatakan saat ini hampir semua negara telah menunjukkan peningkatan jumlah pengangguran hingga dua digit seperti Amerika Serikat (AS) yang telah mencapai 10,4 persen dari tahun sebelumnya hanya 3,7 persen.
“Bahkan ada yang mengestimasi lebih dari 15 persen hingga 20 persen, jadi ini adalah tingkat pengangguran terbesar kalau dilihat dari sejarah dunia seperti yang comparable dengan saat depresi ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Pemerintah siapkan langkah atasi pengangguran akibat COVID-19
Tak hanya AS, Uni Eropa juga diprediksikan mengalami peningkatan jumlah pengangguran yaitu mencapai 10,4 persen pada 2020 dan 8,9 persen pada 2021 dari sebelumnya 7,6 persen saat 2019.
Baca juga: Akibat COVID-19, tingkat pengangguran baru di Belanda naik 42 persen
Selanjutnya jumlah pengangguran di Kanada diperkirakan meningkat 7,5 persen pada 2020 dan 7,2 persen pada 2021 dari tahun 2019 sebanyak 5,7 persen.
Sementara di Asia seperti Jepang diperkirakan meningkat 3 persen, Korea 4,5 persen, Hong Kong 4,5 persen, dan Australia 7,6 persen.
Baca juga: CORE prediksi pengangguran meningkat triwulan II 2020
Sri Mulyani menyatakan untuk Indonesia sampai saat ini telah ada lebih dari 1,5 juta pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan akibat pandemi COVID-19.
Sri Mulyani menuturkan penurunan itu berbeda antarnegara karena ada yang penurunan PMI sangat tajam pada Maret 2020 dan ada yang baru mengalami penurunan mulai April.
"Ini tergantung level atau timing dari penyebaran COVID-19 dan berhubungan dengan kemampuan untuk memulihkan kembali kegiatan sosial ekonomi negara-negara tersebut," jelasnya.
Baca juga: Pendaftar gelombang pertama Kartu Prakerja dekati 6 juta orang
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: