Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku pernah menegur kader PDIP Saeful Bahri yang meminta uang ke Harun Masiku untuk mengurus Pergantian Antar Waktu (PAW) di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Apakah saudara pernah mengetahui Pak Harun Masiku menyiapkan dana operasional untuk mengurus biaya operasional di KPU?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

"Dalam satu kesempatan saya pernah dengar terdakwa meminta dana kepada Harun Masiku kemudian saya klarifikasi dan memberikan teguran terkait hal tersebut," jawab Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI P Jakarta, Kamis.

Baca juga: Hasto Kristiyanto jelaskan percakapan "DP penghijauan" di persidangan

Hasto menyampaikan hal tersebut menggunakan sarana "video conference" untuk terdakwa Saeful Bahri yang berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama sedangkan JPU KPK, majelis hakim, dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar mengupayakan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.

PAW itu dilakukan sesuai dengan rapat pleno PDIP pada Juli 2019 yang memutuskan Harun Masiku sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas karena Nazaruddin sudah meninggal dunia.

Baca juga: Hasto jelaskan alasan PDIP alihkan suara Nazaruddin ke Harun Masiku

Dalam dakwaan disebutkan Harun Masiku lalu meminta Saeful agar Harun dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan capa apapun yang kemudian disanggupi Saeful.

DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI pada 5 Agustus 2019 berisi permintaan Nazarudin Kiemas dialihkan suara sahnya kepada Harun Masiku. Namun KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

"Ada komunikasi lain penyampaian terdakwa bahwa Pak Harun geser 850 tanggal 23 Desember?" tanya JPU KPK Takdir Suhan.

"Saya tidak ingat persis tapi setelah saya tegur dan klarifikasi persoalan terdakwa minta dana kepada Harun Masiku setelah itu komunikasi saya bersifat pasif sehingga ketika ada 'whatsapp' dari terdakwa saya jawab 'OK sip', artinya saya membaca tapi tidak menaruh atensi terhadap hal tersebut," jawab Hasto.

Baca juga: Saksi sebut Wahyu Setiawan pernah menemui Hasto Kristiyanto

Dalam dakwaan disebutkan pada 26 Desember 2019, Harun lalu meminta Saeful mengambil uang Rp850 juta dari Patrick Gerard Masako. Uang itu digunakan untuk operasional Saeful sejumlah Rp230 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juga dan kepada Agustiani Tio sejumlah Rp50 juta sedangkan sisanya Rp400 juta ditukarkan menjadi 38.350 dolar Singapura untuk DP kedua kepada Wahyu Setiawan.

"Saya menegur dengan cara menelepon, saya tegur karena hal tersebut tidak dibenarkan partai tidak membenarkan hal tersebut," ungkap Hasto.

Atas teguran tersebut, menurut Hasto, Saeful lalu meminta maaf dan melakukan klarifikasi.

Hasto pun mengaku tidak tahu Harun tetap memberikan uang ke Saeful.

Baca juga: Hasto dikonfirmasi bukti elektronik yang ditemukan saat OTT

"Saya tidak tahu Harun memberikan uang ke Saeful, tidak tahu ada pertemuan antara Saeful dan Wahyu," kata Hasto.

Hasto mengaku Saeful adalah stafnya saat menjabat sebagai anggota DPR.

"Saeful pernah jadi staf saya saat saya jadi anggota DPR, saya mengenalnya sekitar tahun 2003-2004, pada saat saya berproses jadi caleg DPR RI," ungkap Hasto.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron.