Jakarta (ANTARA) - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Dr Mohammad Kemal Dermawan MSi menyarankan masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih informasi yang ada dan menghindari berita-berita yang berisi provokasi yang tentunya bisa merugikan bangsa ini di tengah pandemi COVID-19.
"Masyarakat harus bisa memilih berita yang berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti berita imbauan dan sosialisasi kebijakan dari Pemerintah," kata Kemal, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis.
Baca juga: Masyarakat diminta tak mudah terprovokasi hoaks COVID-19
Baca juga: Vietnam beri hukuman denda untuk penyebar berita bohong soal COVID-19
Baca juga: Dirlantas Polda Metro ajak masyarakat tidak ikut sebarkan hoaks
Di lain pihak, katanya, pemerintah bersama pihak terkait lainnya juga harus aktif melakukan himbauan kepada masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan suatu informasi yang belum jelas kebenarannya dan senantiasa mengkonsumsi berita-berita atau informasi tandingannya.
Terkait hal ini, menurut Kemal, status sosial masyarakat secara umum juga telah membedakan kemampuan warga masyarakat dalam menyeleksi konten berita dan dalam memilih sumber berita. Apalagi kemudian jika dikaitkan dengan nasib kehidupan mereka.
"Contohnya, masyarakat dalam tingkat status sosial dan ekonomi yang rendah, ketika menerima informasi tentang kondisi 'lockdown' dan lalu dikaitkan dengan ‘penghasilan’ mereka sehari-hari yang akan terdampak. Hal ini bisa membuat masyarakat menengah ke bawah lebih mudah terprovokasi dengan berita-berita yang terkait akibat dampak 'lock down' tersebut karena itu menyangkut kehidupan mereka," tutur mantan Kepala Departemen Kriminologi UI tersebut.
Kemal mengatakan bahwa hal seperti adanya berita provokasi tersebut tentu akan lebih sulit terjadi kepada masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi, karena masyarakat kelas ini memiliki kemampuan bertahan hidup secara ekonomi yang berbeda dengan warga masyarakat dengan status sosial dan ekonomi rendah.
"Sehingga masyarakat yang status sosial ekonomi yang lebih tinggi ini tidak mudah terprovokasi. Karena mereka tentunya akan menyeleksi berita yang mengajak kedamaian dan mana berisi yang ajakan melakukan anarkis. Karena kalau mereka memilih berita yang mengajak anarki tentu malah akan merugikan mereka sendiri nantinya," ungkap Kemal.
Selain itu, menurut dia, tentu juga akan ada kelompok masyarakat yang mudah terhasut oleh berita-berita provokasi terkait dengan adanya pelarangan sementara ibadah di tempat ibadah, seperti masjid, gereja dan lain sebagainya
"Hal ini bagi warga masyarakat yang tidak dapat menyikapinya secara bijak akan menjadi sumber bagi ajakan melakukan anarkis sebagai bentuk perlawanan terhadap larangan beribadah. Padahal maksud sebenarnya bukan itu, melainkan pelarangan orang berkumpul di tempat ibadah untuk memutus rantai penyebaran virus, tapi ibadah di rumah kan tetap bisa dan tidak ada larangan," terangnya.
Disamping itu, Kemal mengungkapkan bahwa masyarakat bisa diajak dan diimbau untuk tidak terlalu cepat meneruskan (memforward) berita atau informasi diterima apalagi jika belum terbukti kebenarannya.
Pemerintah pun, menurut dia, juga bisa merangkul para tokoh masyarakat untuk menyampaikan hal ini.
"Karena berita atau informasi itu yang tidak benar akan cepat meluas dan berpengaruh pada orang banyak, maka tokoh masyarakat juga harus dilibatkan untuk senantiasa muncul di tengah-tengah masyarakat melalui medsos dan media lainnya untuk selalu mengingatkan warganya untuk tidak mudah percaya dengan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya,” kata Kemal.
Oleh sebab pria yang juga menjadi anggota Senat Akademik Universitas Indonesia ini menyarankan agar para tokoh masyarakat dapat menggunakan media yang ada seperti Website komunitas atau WhatsApp Group (WAG) untuk dijadikan sarana komunikasi dengan warga.
"Web komunitas WAG dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi bagi tokoh masyarakat dan tokoh bangsa dengan warga masyarakat untuk mengkaji kebenaran berita atau informasi yang diperoleh serta mempersiapkan tindakan antisipasinya," tegasnya.
Pemerintah sendiri, menurut Kemal, juga bisa melakukan berbagai upaya lain untuk menangkal sebaran informasi provokatif di masyarakat khususnya yang melalui dunia digital dengan melakukan "patroli cyber".
Karena secara teknologi, pemerintah melalui aparat penegak hukumnya bisa melakukan "patroli cyber" untuk mengamankan konten-konten berita yang menghasut seperti berita hoaks dan provokasi.
"Sehingga dapat mengurangi kemungkinan terdampaknya masyarakat akan berita-berita tersebut. Dan tidak lupa aparat bisa melakukan penegakan hukum kepada pihak-pihak yang menyebarkan hasutan dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa Pemerintah bersikap dan bertindak sungguh-sungguh terhadap berita atau informasi seperti itu dan menindak secara tegas pelakunya," ujarnya.
Masyarakat harus selektif pilih informasi saat pandemi COVID-19
16 April 2020 15:53 WIB
Universitas Indonesia (UI) (ANTARA/id.wikipedia.org)
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020
Tags: