Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami pengakuan anggota DPR Abdul Hadi Djamal tentang pembagian jatah hak aspirasi diantara anggota DPR setelah memutuskan kenaikan anggaran dana stimulus fiskal 2009.
"Pengakuan itu dituangkan di BAP, jadi tentu akan kita dalami," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Abdul Hadi berstatus tersangka setelah tertangkap bersama pegawai Departemen Perhubungan Darmawati Dareho, dan Direktur PT Kurniajaya Wirabakti Hontjo Kurniawan.
Dalam penangkapan, tim KPK menemukan uang sebesar Rp54,5 juta dan 90 ribu dolar AS. Uang itu diduga suap terkait proyek pembangunan dermaga di Indonesia bagian timur.
Abdul Hadi menjelaskan, penangkapan dirinya merupakan rangkaian dari kenaikan salah satu komponen dana stimulus dari Rp10,2 triliun menjadi Rp12,2 triliun. Kenaikan itu diputuskan oleh Panitia Anggaran DPR.
Setelah itu, menurut Abdul, sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam panitia anggaran membagi jatah yang disebut dengan hak aspirasi.
Johan Budi menjelaskan, KPK akan mendalami semua fakta yang muncul dalam pemeriksaan. Namun, untuk sementara, KPK akan fokus pada dugaan suap yang melibatkan Abdul Hadi Djamal.
"Tapi bila dugaan suap ini melebar, tentu akan ditelusuri," kata Johan.
Johan menganalogikan hal itu sebagai pohon kasus yang memiliki cabang dan ranting. Cabang dan ranting itu mewakili temuan baru yang didapat dari penyelidikan kasus utama.
"Itu bisa jadi bekal untuk dilakukan penyelidikan baru," kata Johan menambahkan.
Selama pemeriksaan, Abdul Hadi membeberkan, telah terjadi pembagian jatah diantara anggota DPR setelah kenaikan anggaran dana stimulus fiskal.
"Itu istilahnya hak aspirasi," kata Abdul Hadi Djamal.
Namun, Abdul tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud hak aspirasi dan bagaimana hak tersebut diterima oleh anggota DPR.
Dia hanya menjelaskan, pimpinan dan anggota panitia anggaran mendapat jatah yang berbeda. Dia menyebut ketua panitia anggaran mendapat jatah Rp200 miliar, pimpinan panitia anggaran Rp150 miliar, anggota Rp50 miliar.
Selain itu, Abdul juga menyebut anggota biasa mendapat jatah Rp20 miliar dan "ketua besar" mendapat Rp100 miliar.
Sayangnya Abdul tidak menjelaskan, apakah anggota DPR menerima jatah dalam bentuk uang atau dalam bentuk proyek.
Abdul menuding Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua Panitia Anggaran, Jhonny Allen Marbun berperan dalam penentuan besaran hak aspirasi tersebut.
"Saya kira nanti Jhonny Allen tidak usah lagi berkelit-kelit, kooperatif saja," kata Abdul Hadi.
Bahkan, Abdul mengaku telah memberikan uang sebesar Rp1 miliar kepada Jhonny. Uang itu berasal dari pengusaha Hontjo Kurniawan yang berkepentingan dengan proyek di Departemen Perhubungan yang menggunakan dana stimulus.
Jhonny Allen sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus Abdul Hadi. Namun, dia mengaku tidak mengetahui tentang pemberian tersebut. (*)
KPK Dalami Skandal Hak Aspirasi DPR
29 Mei 2009 13:05 WIB
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009
Tags: