Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) membenarkan 18 rekening miliknya, sampai sekarang masih diblokir Departemen Keuangan (Depkeu) dan diteliti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada 18 rekening masih diteliti KPK," kata Juru Bicara MA, Hatta Ali, di Jakarta, Selasa.

Dikatakan, rekening yang diblokir tersebut terhitung sedikit, karena rekening yang sudah dibuka kembali mencapai 577 rekening untuk pengadilan guna menampung biaya perkara.

"Beberapa rekening sudah dicabut pemblokirannya," katanya.

Ia menegaskan MA akan transparan dalam soal biaya perkara termasuk soal rekening yang ada.

"Kami tidak akan menutup-nutupi soal biaya perkara, karena MA mengedepankan transparansi," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, ratusan "rekening liar" di Mahkamah Agung (MA) digunakan untuk menampung biaya perkara, kata Sekretaris MA Rum Nesa setelah dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Duit itu untuk penyelesaian perkara. Itu masksudnya semua biaya dalam proses itu," kata Rum Nesa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/1).

Secara umum, Rum Nesa mengaku ditanya tentang asal uang yang dimasukkan ke dalam rekening, penggunaan rekening, dan mekanisme pelaporan penggunaan rekening.

Kepala Biro Keuangan MA, Dermawan S. Jamiang mengatakan, pihaknya dimintai keterangan tentang pengelolaan 102 rekening di MA yang diduga tidak dilaporkan kepada Departemen Keuangan.

Menurut Dermawan, rekening itu tersebar di 54 pengadilan di seluruh Indonesia untuk menampung biaya perkara.

Sebenarnya ada 1.130 rekening biaya perkara yang tersebar di seluruh pengadilan di Indonesia. Namun, Departemen Keuangan hanya melaporkan pengelolaan 102 rekening di MA kepada KPK. katanya.

KPK sendiri memutuskan untuk melakukan investigasi keberadaan dan pengelolaan sejumlah rekening liar di enam institusi pemerintah.

Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja mengatakan, keenam institusi itu adalah Mahkamah Agung (MA), Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Hukum dan Ham (Depkumham), dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas).(*)