Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan perihal polemik kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Deputi Penindakan KPK yang baru dilantik Karyoto.

"Tahun 2013, Karyoto menyampaikan LHKPN-nya saat menjabat sebagai Dirreskrimum Polda DIY karena yang bersangkutan sebagai penyidik," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sebelum dilantik menjadi Deputi Penindakan KPK di gedung KPK, Jakarta, Selasa, Karyoto menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Baca juga: Deputi Penindakan KPK Karyoto punya kekayaan Rp5,453 miliar

"Setelah itu, yang bersangkutan tidak menduduki jabatan sebagai penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN," ujar Ali.

Ia menyatakan sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999 yang wajib menyampaikan LHKPN adalah penyelenggara negara yang diwajibkan sesuai dengan kedudukan dan jabatannya.

"Karena jabatannya bukan penyelenggara negara sebagaimana ketentuan UU, maka ada mekanisme yang diatur terpisah oleh kementerian/lembaga/instansi terkait," tuturnya.

Sesuai Surat Edaran KPK Nomor 100 tahun 2020, lanjut Ali, batas waktu pelaporan periodik tahun pelaporan 2019 adalah 30 April 2020.

Baca juga: Kapolri: Brigjen Karyoto tetap anggota Polri meski penugasan di KPK

"Melalui e-LHKPN dan yang bersangkutan telah menyampaikan LHKPN-nya pada 8 April 2020. Ada banyak indikator untuk dapat dinilai terkait sisi integritas seseorang sehingga saya kira tidak perlu lagi berpolemik terkait LHKPN yang bersangkutan," kata dia.

Berdasarkan pengumuman LHKPN pada situs acch.kpk.go.id, Karyoto mempunyai total kekayaan Rp5,453 miliar.

Ia melaporkan kekayaannya pada 18 Desember 2013 dengan jabatan sebagai Direktur Kriminal Umum Polda DIY.

Baca juga: Kapolri berpesan Brigjen Karyoto amanah jalankan tugas barunya