Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus berusaha meminimalkan dampak wabah COVID-19 di sektor ekonomi melalui berbagai strategi dan kebijakan untuk mengantisipasi efek negatif pandemi ini terhadap perekonomian Indonesia.
“Pemerintah berusaha menjaga agar tidak terjadi dampak di sektor ekonomi karena wabah COVID-19. Menjadi prioritas adalah bagaimana agar risiko krisis ekonomi itu tidak terjadi. Itu yang harus kita jaga,” kata Tenaga Ahli Utama Deputi III Kantor Staf Presiden, Edy Priyono dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Edy juga menyampaikan, pemerintah mengambil pelajaran berharga dari pengalaman beberapa krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008.
Baca juga: BI cermati perkembangan dampak COVID-19 terhadap ekonomi dan keuangan
Upaya pemerintah mengantisipasi risiko krisis ekonomi akibat pandemi global ini antara lain menjaga agar lembaga keuangan tetap bisa berjalan dengan relatif baik. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang terkait dengan lembaga keuangan, misalnya relaksasi kredit akan dilakukan secara hati-hati dan terukur.
Selain itu, lanjut Edy, pemerintah juga akan menjaga perekonomian dari sisi supply dan demand agar dampak negatif COVID-19 bisa diminimalkan. “Sebisa mungkin kita berupaya agar daya beli masyarakat tidak merosot terlalu besar dan dunia usaha masih bisa berjalan meskipun tentu saja tidak sama dengan kalau kondisinya normal,” papar Edy.
Di sisi lain, pemerintah juga akan menerbitkan surat utang Pandemic Bond atau "recovery bond" merupakan salah instrumen untuk memperkuat keuangan negara dalam jangka pendek.
Baca juga: Kadin apresiasi pemerintah antisipasi dampak krisis ekonomi COVID-19
“Persiapannya terus dilakukan. Menteri Keuangan menyatakan bahwa kalaupun jadi diterbitkan, pelaksanaannya adalah tahun ini (2020). Tapi kesan saya, tidak dalam waktu dekat dan itupun sangat tergantung pada kondisi penyebaran wabah COVID-19,” jelasnya.
Menurut Edy, recovery bond merupakan instrumen utang. Jadi kalau memang tidak diperlukan, pemerintah tentu tidak akan melakukannya.
“Kalaupun itu dilakukan, sifatnya hanya untuk jaga-jaga atau sebagai dana cadangan. Apakah efektif atau tidak, di atas kertas, penjualan bond akan meningkatkan penerimaan negara. Tapi ada risiko peningkatan inflasi dan yang namanya utang, pada saatnya harus dibayar. Itulah mengapa, sekali lagi, pemerintah akan sangat berhati-hati dalam hal ini,” ujarnya.
Baca juga: Dunia usaha harap stimulus per sektor atasi dampak COVID-19
Hadapi dampak COVID-19 Pemerintah siapkan strategi ekonomi
13 April 2020 23:25 WIB
Tenaga Ahli Utama Deputi III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono. ANTARA/HO KSP/am.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020
Tags: