Jakarta (ANTARA News) - Ketua Harian Kerukunan Tani dan Nelayan Indonesia (HKTI) Benny Pasaribu meminta pemerintah meninjau ulang rencana ekspor beras pada semester kedua 2009 karena sarat dengan nuansa politis dan hanya menguntungkan pedagang.

"Saya khawatir rencana ekspor beras tersebut hanya menguntungkan pedagang dan saudagar, bukan para petani," kata Benny Pasaribu di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kebijakan ekspor membuat harga jual beras di tingkat petani tetap rendah sehingga marjin keuntungan yang lebih besar ada pada para pedagang dan saudagar.

Surplus produksi beras, kata dia, belum pasti dan belum menjadi jaminan bakal stabilnya surplus beras.

Dia melanjutkan, kalau terjadi kekurangan suplai dalam negeri, pemerintah harus menyikapinya secara bijak dengan jangan hanya berpikir memenuhinya melalui impor.

"Saya dengar kontrak impor beras dengan pemerintah Thailand masih jalan. Itu berarti impor beras masih dilakukan," katanya.

Menurut dia, jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan petani, sebaiknya pemerintah lebih memprioritaskan pemmbelian beras dari petani untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Pemerintah juga harus meningkatkan harga pokok pembelian gabah kering giling dari para petani serta menekan marjin tata niaga sehingga haraga jual beras di tingkat konsumen tetap terjangkau.

"Wajar saja jika negara melakukan intervensi untuk melindungi industri pangan dalam negeri," katanya.

Benny mempertanyakan beras yang akan diekspor itu benar-benar hasil produksi petani atau beras kualitas super dari kontrak impor sebelumnya.

"Karena di pasar lokal, yakni di supermarket banyak beredar beras impor kualitas super," katanya.

Kalau beras yang akan diekspor berasal dari beras kualitas super untuk konsumsi masyarakat mampu, maka sebaiknya tetap dijual di dalam karena harga beras kualitas itu di dalam negeri juga cukup tinggi.

"Beras tersebut dijual di dalam negeri juga harganya sudah baik," katanya.

Pemerintah, melalui Bulog, berencana mengekspor beras kualitas super ke Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Timor Leste, pada semester kedua 2009.

Berdasarkan data Bulog, prediksi produksi padi petani pada 2009 sekitar 63,5 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 35,9 juta ton beras atau di atas konsumsi beras nasional mencapai 30,9 juta ton beras sehingga ada surplus produksi lima juta ton.

Dari surplus tersebut, akan diekspor sekitar 1 - 1,5 juta ton beras kualitas super dengan tingkat patahan kurang dari lima persen. (*)