Indef nilai kondisi perbankan masih bagus di tengah wabah COVID-19
10 April 2020 19:02 WIB
Ekonom senior Indef Aviliani dalam konferensi pers bertema "Salah Kaprah Status Negara Maju" di Jakarta, Kamis (27/2/2020). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai kondisi perbankan hingga saat ini masih bagus meskipun virus corona baru atau COVID-19 sudah mewabah di Indonesia sejak Maret lalu.
“Menurut saya masih oke untuk saat ini. COVID-19 kan baru ramai di Indonesia mulai 20 Maret ke atas dan kemarin bank-bank menerangkan kinerjanya masih bagus,” katanya dalam diskusi publik secara daring di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, Aviliani mengatakan kinerja perbankan berpotensi mengalami sedikit penurunan hingga satu tahun ke depan karena permintaan sektor riil yang menurun akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: BI tetap jalankan layanan transaksi keuangan selama penetapan PSBB
Ia menuturkan para pengusaha juga menyatakan bahwa mereka hanya mampu bertahan tiga bulan ke depan sehingga sekarang sudah mulai ada debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan karena pendapatannya bermasalah.
Sementara itu, Aviliani menyatakan perbankan akan melihat secara detil terhadap nasabah yang mengajukan restrukturisasi karena ada beberapa syarat untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
“Biasanya macam-macam nanti sama bank akan dilihat jadi tidak akan otomatis karena belum tentu semua orang punya pinjaman boleh melakukan restrukturisasi,” ujarnya.
Aviliani menyebutkan syarat pertama yaitu nasabah mendapat fasilitas restrukturisasi kredit jika debitur memang mengalami masalah dan kesulitan akibat dampak dari COVID-19.
“Kalau tidak kena dampak karena COVID-19 dan mereka tidak jujur demi mendapat restrukturisasi akan kena pidana,” tegasnya.
Baca juga: Jaga likuiditas perbankan, LPS turunkan bunga penjaminan 25 bps
Kemudian, nasabah harus melakukan negosiasi dengan pihak perbankan terkait jangka waktunya sebab pemerintah hanya mengizinkan mulai Maret 2020 hingga Maret 2021.
“Jadi dari Maret sekarang sampai Maret 2021 itu restrukturisasi yang dianggap dibolehkan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Aviliani mengimbau pelaku usaha aktif dalam melaporkan kondisi usahanya kepada perbankan sebagai bentuk pencegahan terjadinya moral hazard dari relaksasi yang diberikan oleh pemerintah.
Baca juga: Sri Mulyani sebut empat sektor tertekan akibat COVID-19
Ia melanjutkan, jika pelaku usaha ternyata tidak mendapat fasilitas restrukturisasi maka mereka bisa mengajukan penyehatan kembali dengan syarat yang telah ditetapkan pemerintah.
“Selama ini peraturan bank itu enggak boleh kalau orang sudah restrukturisasi maka dia enggak akan diberi pinjaman. Kali ini pemerintah beda, enggak hanya fokus sektor bank atau keuangan tapi juga pada masa recovery,” katanya.
“Menurut saya masih oke untuk saat ini. COVID-19 kan baru ramai di Indonesia mulai 20 Maret ke atas dan kemarin bank-bank menerangkan kinerjanya masih bagus,” katanya dalam diskusi publik secara daring di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, Aviliani mengatakan kinerja perbankan berpotensi mengalami sedikit penurunan hingga satu tahun ke depan karena permintaan sektor riil yang menurun akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: BI tetap jalankan layanan transaksi keuangan selama penetapan PSBB
Ia menuturkan para pengusaha juga menyatakan bahwa mereka hanya mampu bertahan tiga bulan ke depan sehingga sekarang sudah mulai ada debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan karena pendapatannya bermasalah.
Sementara itu, Aviliani menyatakan perbankan akan melihat secara detil terhadap nasabah yang mengajukan restrukturisasi karena ada beberapa syarat untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
“Biasanya macam-macam nanti sama bank akan dilihat jadi tidak akan otomatis karena belum tentu semua orang punya pinjaman boleh melakukan restrukturisasi,” ujarnya.
Aviliani menyebutkan syarat pertama yaitu nasabah mendapat fasilitas restrukturisasi kredit jika debitur memang mengalami masalah dan kesulitan akibat dampak dari COVID-19.
“Kalau tidak kena dampak karena COVID-19 dan mereka tidak jujur demi mendapat restrukturisasi akan kena pidana,” tegasnya.
Baca juga: Jaga likuiditas perbankan, LPS turunkan bunga penjaminan 25 bps
Kemudian, nasabah harus melakukan negosiasi dengan pihak perbankan terkait jangka waktunya sebab pemerintah hanya mengizinkan mulai Maret 2020 hingga Maret 2021.
“Jadi dari Maret sekarang sampai Maret 2021 itu restrukturisasi yang dianggap dibolehkan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Aviliani mengimbau pelaku usaha aktif dalam melaporkan kondisi usahanya kepada perbankan sebagai bentuk pencegahan terjadinya moral hazard dari relaksasi yang diberikan oleh pemerintah.
Baca juga: Sri Mulyani sebut empat sektor tertekan akibat COVID-19
Ia melanjutkan, jika pelaku usaha ternyata tidak mendapat fasilitas restrukturisasi maka mereka bisa mengajukan penyehatan kembali dengan syarat yang telah ditetapkan pemerintah.
“Selama ini peraturan bank itu enggak boleh kalau orang sudah restrukturisasi maka dia enggak akan diberi pinjaman. Kali ini pemerintah beda, enggak hanya fokus sektor bank atau keuangan tapi juga pada masa recovery,” katanya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: