Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) menyebut, pemotongan penghasilan pemain Liga 1 dan 2 musim 2020 karena terhentinya kompetisi akibat pandemi COVID-19 membuat banyak dari mereka bergaji di bawah upah minimum regional (UMR).

“Banyak pemain yang seperti itu, terutama di Liga 2. Ada yang masih bergaji Rp5 jutaan yang, kalau dipotong jadi tinggal 25 persen sesuai keputusan PSSI, berarti hanya menerima Rp1,25 juta, di bawah UMR. Itu, kan, tidak pas,” ujar Kuasa Hukum APPI Riza Hufaida kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Menurut Riza, kondisi tersebut tentu sangat memberatkan pemain. Apalagi, saat ini Tanah Air tengah menghadapi pandemi yang mengharuskan masyarakat berdiam di rumah.

Baca juga: PSSI pangkas gaji pelatih timnas di tengah pandemi COVID-19

Belum lagi pada mulai akhir bulan April 2020 umat Muslim akan menjalankan ibadah puasa dan setelahnya merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Mei 2020.

“Inilah yang kami sebut bahwa pemotongan gaji sebesar 25 persen tidak bisa disamaratakan. Untuk pemain di Liga 1, umumnya mereka sudah mendapatkan pembayaran di muka (DP) sebesar 20 persen ketika menandatangani kontrak, lumayan besar dan cukup. Kalau di Liga 2, mereka sebagian besar tidak menggunakan sistem DP,” tutur Riza.

Sebelumnya, PSSI dalam Surat Keputusan (SK) PSSI bernomor SKEP/48/III/2020 mempersilakan klub-klub untuk menggaji pemainnya maksimal 25 persen pada bulan Maret sampai Juni 2020 dari gaji yang tertera di kontrak di tengah jeda kompetisi akibat virus corona.

APPI, lanjut Riza, menyayangkan keluarnya SK tersebut karena bukan produk hasil diskusi dengan pemain atau perwakilannya.

Sebab, jika PSSI menyebut menggaji pemain maksimal 25 persen dari yang ada di kontrak, artinya tidak salah jika klub memberikan pemain penghasilan di bawah itu. Dalam praktiknya, ada yang menggaji pemainnya sebesar 10 persen dari gaji yang tertera di kontrak.

Baca juga: Komisi X minta nasib pesepak bola saat pandemi jelas sebelum puasa

Lagipula, Riza menegaskan bahwa soal kontrak merupakan persoalan internal klub dan pesepak bola, bukan PSSI.

Untuk itu, APPI terus berupaya menghubungi PSSI untuk berdiskusi secara resmi membicarakan hal tersebut agar SK soal gaji diperbaiki atau diubah.

Riza juga menyebut bahwa pihak klub juga harus diajak ke dalam pertemuan, juga pemangku kepentingan lain seperti BOPI, Kemenpora dan sponsor.

Jika agenda tersebut berjalan, APPI ingin mengajukan beberapa konsep penggajian pemain di tengah libur kompetisi, salah satunya adalah memakai batas atas-bawah gaji.

Atau, tetap dengan pemotongan maksimal 25 persen, tetapi dilihat apakah pengurangan sebesar itu membuat gaji pemain lebih rendah dari UMR atau tidak. Kalau iya, berarti besarannya diganti.

“Ini mungkin masuk area teknis tetapi tetap nanti dikembalikan ke pemain dan klub masing-masing. Nantinya ini dapat berupa koordinasi antara pemain dan klub dan dapat pula menjadi kesepakatan umum,” kata Riza.

Baca juga: PSSI wacanakan tes COVID-19 untuk tim Liga 1-2