Tulungagung, Jatim (ANTARA) - UKM batik Gajah Mada, yang memiliki 25 pekerja dan 30 mitra pembatik tulis di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menghentikan sebagian besar aktivitas produksinya sejak sebulan terakhir sebagai dampak pandemi COVID-19 yang menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara dunia.

"Kami terpaksa menghentikan produksi karena sudah tidak ada permintaan atau pesanan sejak wabah corona merebak di Indonesia," kata Ita Nurwahyuasri, salah satu anggota keluarga pemilik Batik Gajah Mada ditemui di rumah produksinya di lingkungan Mojosari, Kauman, Tulungagung, Kamis.

Dia menjelaskan, aktivitas produksi batik, baik batik tulis maupun batik dengan teknik sablon, berhenti total sepekan setelah wabah corona teridentifikasi pada pasien 01 dan 02 di Depok, Jawa Barat, pada awal Maret 2020.

Baca juga: Sejumlah pedagang batik di Pasar Beringharjo Yogyakarta memilih tutup

Pelanggan besarnya dari galeri-galeri batik ternama di Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang dan beberapa kabupaten/kota di Jatim membatalkan semua pesanan seiring kekhawatiran penyebaran wabah COVID-19, "menghilangnya" pangsa pasar, serta resesi ekonomi global yang terus memburuk.

Sejak itu, lanjut Ita, karyawan yang berjumlah total 25 orang dirumahkan. Demikian juga dengan mitra pembatik rumahan. Order batik tulis yang biasanya diberikan distop sampai batas waktu yang belum ditentukan.

"Tidak ada pilihan lain. Kalau tetap berproduksi, siapa yang menanggung beban biaya produksinya, sementara hampir tidak ada barang bisa keluar (terjual)," timpal Dwi Andarwati, staf keuangan UMKM Batik Gajah Mada.
Pelaku usaha batik Gajah Mada, Ita Wahyuasri di galeri Batik Gajah Mada di Lingkungan Mojosari, Tulungagung, Kamis (9/4/2020) (Destyan Handri Sujarwoko)


Tidak ada pesangon ataupun THR diberikan. Libur produksi diprediksi bakal berlangsung lama, kendati sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan dan Lebaran pada periode Mei-Juni.

Baca juga: Ratusan ribu masker kain produksi UMKM dibagikan ke warga Surabaya

Dua dari empat galeri batik Gajah Mada yang tersebar di empat titik lokasi bahkan harus tutup. Hanya dua yang tetap dibuka dengan batas waktu tertentu dengan tenaga kerja sistem sift karena rendahnya angka pembelian beberapa pekan terakhir.

"Satu hari ada yang datang satu saja sudah bagus. Tapi itu tidak terjadi, paling banter dua hari operasional baru ada satu pembeli datang (ke galeri)," tuturnya.

Opsi penjualan secara daring juga dilakukan tim pemasaran batik Gajah Mada sebagai upaya meminimalkan interaksi langsung dengan konsumen.Namun itupun jauh dari optimal.

Omzet mereka yang biasanya mencapai kisaran Rp100 juta hingga Rp150 juta per bulan, kini turun sekitar 95 persen, tutur Dwi tanpa merinci angka pendapatan periode Maret maupun omzet pekan pertama bulan April ini.

Selain menggunakan teknik pemasaran daring, melalui medsos dan aplikasi pemasaran dan lelang, upaya survival saat ini dilakukan dengan mulai memproduksi masker batik yang dijual dengan harga di kisaran Rp4 ribu hingga Rp5 ribu per lembar.

"Alhamdulillah pesanan masker batik ini terus meningkat seiring kampanye pemerintah untuk masker untuk semua (#masker4all). Kalau dulu belum berani karena tidak dianjurkan (warga sehat pakai masker), kini kami membuat beberapa model.dengan bahan kain batik," kata Ita sambil menunjukkan beberapa model masker buatan industri rumahan miliknya.

Baca juga: Tanggulangi COVID-19, bantuan pemerintah perlu fokus bantu UMKM

Penghentian produksi tak hanya dilakukan batik Gajah Mada. Informasi dari kelompok UMKM setempat, hampir semua industri batik di Tulungagung kini "mati suri" akibat sepinya permintaan dan pesanan pasar.

Hal yang sama terjadi pada UMKM lain yang bergerak di bidang konveksi, mulai di bagian hulu hingga hilir.

Penurunan omzet penjualan diklaim mencapai 80 persen lebih dibanding kondisi normal, sehingga sebagian memilih menghentikan produksi, menutup sementara gerai usaha, hingga beralih ke produksi masker untuk menjaga denyut ekonomi dan penghasilan para pekerjanya.

"Saat ini antar UMKM juga melakukan gerakan beli produk sesama UMKM untuk mengatasi kelesuan ekonomi yang terjadi. Di semua sektor usaha, mulai peternakan, pertanian, kerajinan, kuliner dan sebagainya..Ini gerakan saling bantu agar UMKM daerah tetap survive di tengah pandemi COVID-19," ujar Ita Wahyuasri.