Jakarta (ANTARA) - Pola kerja dari rumah (Work From Home/WFH) diperkirakan bakal menjadi lebih lumrah dalam penerapannya oleh sejumlah kantor perusahaan akibat dampak dari COVID-19, dan diperkirakan akan berlanjut bakal setelah pandemi dapat tertangani.

"Kalau WFH ini berlanjut cukup lama, artinya akan menjadi suatu protokol yang dijalankan suatu perusahaan," kata Senior Director Office Services Colliers International Indonesia (konsultan properti), Bagus Adikusumo, dalam paparan properti virtual di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kemungkinan ke depannya WFH akan menjadi model bisnis yang menarik untuk diteruskan sehingga bakal ada berbagai penyesuaian dari pola kerja perusahaan.

Namun, lanjutnya, bila memang pola kerja akan semakin lebih banyak yang melakukan WFH maka diperkirakan juga akan mengurangi permintaan terhadap ruang perkantoran.

"Sehingga suplai (pasokan ruang perkantoran) yang sudah banyak juga akan semakin sulit untuk terisi," katanya.

Ia juga mengungkapkan, dampak lainnya dari COVID-19 adalah beberapa perusahaan yang memutuskan untuk menunda pemindahan lokasi kantor baru mereka, sehingga mereka juga akan memutuskan untuk tetap bertahan di lokasi lama selama sekitar 3-6 bulan.

Bagus menuturkan, hal tersebut karena masih adanya ketidakjelasan seperti apakah aktivitas konstruksi akan termasuk yang dilarang atau terkena tindakan tegas sehingga penataan lokasi kantor baru juga bisa saja tidak berjalan.

Sementara itu, Senior Associate Director, Real Estate Management Services Colliers International Indonesia Andy Harsanto menyatakan, tren ke depannya dari kawasan perkantoran bukan lagi sekadar ke arah "hijau".

"Tren ke depannya kesadaran bukan lagi green building tetapi wellness," katanya dan menambahkan, yang dimaksud dengan wellness adalah kesejahteraan menyeluruh dari seluruh pegawai yang bekerja di kantor.

Sedangkan Director, Industrial & Logistics Services Colliers International Indonesia, Rivan Munansa menyatakan bahwa meski pada kuartal-I 2020 tidak banyak transaksi yang terjadi untuk kawasan industri, tetapi ke depannya dirinya tetap optimistis bahwa industri akan terus berkembang.

Sebagaimana diwartakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan industri jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank tetap dapat beroperasi di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar di Jakarta.

Menurut Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot dalam keterangannya di Jakarta, Selasa malam, kepastian itu sebagaimana keterangan Pers Gubernur DKI Jakarta pada Selasa malam (7/4).

Selain itu, pengecualian sektor jasa keuangan dalam penerapan PSBB juga telah tercantum dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Namun dalam operasionalnya, kata Sekar, OJK meminta kepada lembaga jasa keuangan harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit berupa pemutusan rantai penularan sesuai dengan protokol di tempat kerja.

Adapun untuk pengaturan bekerja dari rumah (Work from Home) diserahkan kepada masing-masing lembaga jasa keuangan, self regulatory organization (SRO) di pasar modal, dan lembaga penunjang profesi di industri jasa keuangan.