Nelayan pengguna bom ikan di Flores Timur dihukum 1,3 tahun penjara
6 April 2020 18:10 WIB
Pelaksanaan sidang putusan di Pengadilan Negeri Larantuka terkait kasus pengeboman ikan yang dilakukan dua oknum nelayan di perairan Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA/HO-Stasiun PSDKP Kupang)
Kupang (ANTARA) - Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang, Mubarak, mengemukakan sebanyak dua nelayan masing-masing berinisial MB (29) dan MS (25) divonis hukuman 1,3 tahun penjara akibat menggunakan bom ikan di perairan Kabupaten Flores Timur.
"Pengadilan Negeri Larantuka, Kabupaten Flores Timur, beberapa waktu lalu telah memutuskan secara inkrah terhadap kedua pelaku bom ikan ini, mereka dihukum 1,3 tahun penjara dengan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin.
Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan kelanjutan proses hukum terhadap pelaku praktik pengeboman ikan di perairan Kabupaten Flores Timur yang sebelumnya marak terjadi dan mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Baca juga: Tim patroli amankan dua nelayan pengebom ikan di Flores Timur
Baca juga: 10 nelayan pengebom ikan di Flores Timur masih diperiksa Lanal Maumere
Baca juga: Polisi tangkap tiga pengebom ikan di perairan Torosiaje
Mubarak menjelaskan, kedua nelayan MB dan MS tersebut sebelumnya ditangkap tim patroli terpadu dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan Pos Pengamat TNI-AL di Kabupaten Flores Timur pada September 2019 lalu.
Mereka beroperasi menggunakan dua bodi jolor masing-masing berukuran 2,5 gross tonnage (GT) dan 1 GT saat melakukan pengeboman ikan di perairan Pantai Desa Ojan Detun, Kecamatan Wulanggitang.
"Keduanya merupakan warga nelayan dari Desa Peko, Kecamatan Dori, Kabupaten Ende, di Pulau Flores," katanya.
Mubarak berharap sanksi hukuman seperti ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku untuk tidak mengulangi kembali praktik penangkapan ikan secara ilegal ini.
Ia juga mengimbau para nelayan agar tetap melaut dengan alat tangkap yang ramah lingkungan agar ekosistem laut tetap terjaga dan bisa dimanfaatkan generasi selanjutnya.
Mubarak menambahkan, di sisi lain, upaya patroli pengawasan wilayah laut tetap dilakukan pihaknya bersama instansi terkait di daerah untuk meminimalisir praktik penangkapan ikan secara ilegal.
"Pengadilan Negeri Larantuka, Kabupaten Flores Timur, beberapa waktu lalu telah memutuskan secara inkrah terhadap kedua pelaku bom ikan ini, mereka dihukum 1,3 tahun penjara dengan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin.
Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan kelanjutan proses hukum terhadap pelaku praktik pengeboman ikan di perairan Kabupaten Flores Timur yang sebelumnya marak terjadi dan mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Baca juga: Tim patroli amankan dua nelayan pengebom ikan di Flores Timur
Baca juga: 10 nelayan pengebom ikan di Flores Timur masih diperiksa Lanal Maumere
Baca juga: Polisi tangkap tiga pengebom ikan di perairan Torosiaje
Mubarak menjelaskan, kedua nelayan MB dan MS tersebut sebelumnya ditangkap tim patroli terpadu dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan Pos Pengamat TNI-AL di Kabupaten Flores Timur pada September 2019 lalu.
Mereka beroperasi menggunakan dua bodi jolor masing-masing berukuran 2,5 gross tonnage (GT) dan 1 GT saat melakukan pengeboman ikan di perairan Pantai Desa Ojan Detun, Kecamatan Wulanggitang.
"Keduanya merupakan warga nelayan dari Desa Peko, Kecamatan Dori, Kabupaten Ende, di Pulau Flores," katanya.
Mubarak berharap sanksi hukuman seperti ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku untuk tidak mengulangi kembali praktik penangkapan ikan secara ilegal ini.
Ia juga mengimbau para nelayan agar tetap melaut dengan alat tangkap yang ramah lingkungan agar ekosistem laut tetap terjaga dan bisa dimanfaatkan generasi selanjutnya.
Mubarak menambahkan, di sisi lain, upaya patroli pengawasan wilayah laut tetap dilakukan pihaknya bersama instansi terkait di daerah untuk meminimalisir praktik penangkapan ikan secara ilegal.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020
Tags: