Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Johanes Tuba Helan, SH, MHum mengatakan, perlu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda pelaksanaan pilkada serentak 2020.
"Harus ada perppu, karena pengaturan pilkada dengan undang-undang, maka penundaannya juga dengan undang-undang," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Senin.
Baca juga: Perludem: KPU-Bawaslu harus pro-aktif penyusunan Perppu Pilkada
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan perlukah perppu untuk menunda pelaksanaan pilkada serentak 2020.
Menurut dia, kecuali hanya penundaan beberapa tahapan, tetapi tetap dilaksanakan tahun 2020, maka cukup ubah peraturan KPU yang mengatur tahapan yang ditunda.
Tetapi, jika penundaan pilkada dilakukan secara menyeluruh, maka harus didasarkan pada undang-undang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bersama DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepakat menunda hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah daerah (pilkada) yang semestinya dilaksanakan pada 23 September 2020.
Baca juga: Bawaslu usulkan tiga poin dalam Perppu Pilkada
Penundaan ini dilakukan menyusul semakin meluasnya wabah COVID-19 di Indonesia.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR bersama KPU dan Kemendagri, Senin (30/3/2020).
Pengamat sebut perlu perppu tunda pilkada
6 April 2020 10:30 WIB
Pengamat hukum tata negara dari Undana Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, SH, MHum. (ANTARA/Bernadus Tokan)
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: