KPPPA susun Protokol Pelindungan Anak dalam penanganan COVID-19
3 April 2020 17:52 WIB
Petugas medis RSUD dr. Iskak Tulungagung melakukan rapid test dengan mengambil sampel darah anak dan istri pasien pslositif COVID-19 Agung Hartadi di rumahnya di lingkungan Kelurahan Jepun, Tulungagung, Selasa (31/3/2020). ANTARA/HO-Dinkes Tulungagung
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa , kementerian/lembaga terkait, dan organisasi masyarakat sedang menyusun Protokol Pelindungan Anak Lintas Sektor dalam Penanganan COVID-19.
"DI luar persoalan medis, pandemi COVID-19 juga meningkatkan risiko kekerasan, perlakuan salah secara emosional, fisik, dan seksual, serta tekanan terhadap kesehatan jiwa anak," kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Nahar mengatakan, pemberlakuan pembatasan jarak fisik dalam bentuk kerja dan belajar di rumah berpeluang meningkatkan kadar stres di lingkungan keluarga sehingga dapat memicu kekerasan.
Baca juga: KPAI dorong budaya ramah anak saat pandemi COVID-19
Baca juga: Polisi Inggris peringatkan peningkatan ancaman seksual anak saat wabah
Anak rentan mengalami risiko perlakuan salah, kekerasan, penelantaran, dan keterpisahan dari keluarga, atau pengasuhan pengganti, baik yang terdampak langsung maupun mendampak pada orang tua atau walinya.
"Keluarga kelas menengah ke bawah dengan orang tua berpenghasilan berdasarkan pemasukan harian, bisa saja menurun penghasilannya sehingga memunculkan kondisi anak diminta untuk bekerja," tuturnya.
Karena itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga sebagai koordinator penyelenggaraan pelindungan anak telah memberikan dan menindaklanjuti rekomendasi kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk mengarusutamakan pelindungan anak dalam penanganan COVID-19.
Protokol Pelindungan Anak tersebut disusun untuk melengkapi rekomendasi sekaligus wujud komitmen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak dalam melaksanakan mandat meningkatkan peran keluarga dalam pengasuhan anak, menurunkan angka kekerasan terhadap anak, pekerja anak, dan perkawinan anak.
Baca juga: Suara anak Kalbar tentang dampak COVID-19
Baca juga: Ditjenpas: Belum ada narapidana, tahanan, dan anak positif COVID-19
Protokol tersebut akan fokus mengatur mekanisme rujukan dan pemberian layanan terhadap anak tanpa gejala, anak dalam pemantauan dan pasien anak dalam pengawasan, anak yang orang tua atau pengasuhnya berstatus orang dalam pemantauan atau pasien dalam pengawasan.
Kemudian, anak yang menjadi kepala keluarga yang memerlukan pengasuhan alternatif, anak yang berada di lembaga kesejahteraan sosial anak dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.
Lalu anak berhadapan dengan hukum di lembaga penempatan anak sementara dan lembaga pembinaan khusus anak serta anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, serta penyediaan pengasuhan pengganti dalam situasi pandemi COVID-19.
Baca juga: Ayu Azhari ajak anak belajar masak selama #dirumahaja
Baca juga: KPAI: Jelaskan COVID-19 pada anak sesuai dengan usianya
Baca juga: Psikolog: Sirkulasi kehidupan anak harus sama selama belajar di rumah
"DI luar persoalan medis, pandemi COVID-19 juga meningkatkan risiko kekerasan, perlakuan salah secara emosional, fisik, dan seksual, serta tekanan terhadap kesehatan jiwa anak," kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Nahar mengatakan, pemberlakuan pembatasan jarak fisik dalam bentuk kerja dan belajar di rumah berpeluang meningkatkan kadar stres di lingkungan keluarga sehingga dapat memicu kekerasan.
Baca juga: KPAI dorong budaya ramah anak saat pandemi COVID-19
Baca juga: Polisi Inggris peringatkan peningkatan ancaman seksual anak saat wabah
Anak rentan mengalami risiko perlakuan salah, kekerasan, penelantaran, dan keterpisahan dari keluarga, atau pengasuhan pengganti, baik yang terdampak langsung maupun mendampak pada orang tua atau walinya.
"Keluarga kelas menengah ke bawah dengan orang tua berpenghasilan berdasarkan pemasukan harian, bisa saja menurun penghasilannya sehingga memunculkan kondisi anak diminta untuk bekerja," tuturnya.
Karena itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga sebagai koordinator penyelenggaraan pelindungan anak telah memberikan dan menindaklanjuti rekomendasi kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk mengarusutamakan pelindungan anak dalam penanganan COVID-19.
Protokol Pelindungan Anak tersebut disusun untuk melengkapi rekomendasi sekaligus wujud komitmen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak dalam melaksanakan mandat meningkatkan peran keluarga dalam pengasuhan anak, menurunkan angka kekerasan terhadap anak, pekerja anak, dan perkawinan anak.
Baca juga: Suara anak Kalbar tentang dampak COVID-19
Baca juga: Ditjenpas: Belum ada narapidana, tahanan, dan anak positif COVID-19
Protokol tersebut akan fokus mengatur mekanisme rujukan dan pemberian layanan terhadap anak tanpa gejala, anak dalam pemantauan dan pasien anak dalam pengawasan, anak yang orang tua atau pengasuhnya berstatus orang dalam pemantauan atau pasien dalam pengawasan.
Kemudian, anak yang menjadi kepala keluarga yang memerlukan pengasuhan alternatif, anak yang berada di lembaga kesejahteraan sosial anak dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.
Lalu anak berhadapan dengan hukum di lembaga penempatan anak sementara dan lembaga pembinaan khusus anak serta anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, serta penyediaan pengasuhan pengganti dalam situasi pandemi COVID-19.
Baca juga: Ayu Azhari ajak anak belajar masak selama #dirumahaja
Baca juga: KPAI: Jelaskan COVID-19 pada anak sesuai dengan usianya
Baca juga: Psikolog: Sirkulasi kehidupan anak harus sama selama belajar di rumah
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: