Aliansi: Tunda pembahasan RKUHP setelah COVID-19 mereda
3 April 2020 15:01 WIB
Pimpinan DPR Azis Syamsuddin (tengah) dan Rahmat Gobel (kiri) memimpin Rapat Paripurna masa persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Rapat mengagendakan pembahasan tindak lanjut RUU KUHP dan RUU Permasyarakatan. ANTARA FOTO/Raqilla/pus/foc. (ANTARAFOTO/RAQILLA)
Jakarta (ANTARA) - Perwakilan Aliansi Nasional Reformasi KUHP Miko Ginting meminta agar DPR menunda pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) setelah pandemi COVID-19 mereda.
"Berita tentang rencana DPR mengesahkan RKUHP dalam sepekan di masa darurat COVID-19 ini akan menambah catatan buruk DPR dan pemerintah. Langkah tersebut jelas tidak menunjukkan niat baik pemerintah maupun DPR," kata Miko Ginting melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan bahwa pimpinan Komisi III DPR RI meminta waktu satu pekan untuk mengesahkan RKUHP dan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemasyarakatan.
Baca juga: DPR RI beri satu pekan Komisi III bahas RUU Pemasyarakatan dan RKUHP
Baca juga: Komisi III bahas pasal krusial di RUU Pemasyarakatan dan RKUHP
Baca juga: Menkumham sempurnakan 14 isu dalam RKUHP
Menurut Azis, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR setelah disahkan di Komisi III DPR. Padahal, pengesahan dua rancangan regulasi ini gagal di pengujung masa bakti DPR periode 2014-2019 karena dianggap mengandung pasal-pasal kontroversial.
"Selain tindakan terburu-buru yang dipastikan akan mengesampingkan kualitas substansi, RKUHP yang akan disahkan juga kemungkinan mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak akan relevan lagi dengan konteks sosial masyarakat Indonesia ke depan," tambah Miko.
Apalagi menurut pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu, masih banyak masalah yang timbul dari pasal-pasal yang saat ini harusnya lebih dalam dan menyeluruh untuk dibahas.
"Dalam kondisi saat ini, darurat kesehatan terkait COVID-19 akan mengubah begitu banyak aspek kehidupan masyarakat. Bisa jadi, perubahan kondisi sosial masyarakat ini dapat melahirkan kebiasan-kebiasaan baru yang secara tidak langsung akan berdampak pada penerapan kebijakan hukum pidana namun mungkin belum dipikirkan dalam naskah yang sekarang," jelas Miko.
Menunda pembahasan RKUHP akan menunjukkan keberpihakan pemerintah dan DPR pada rakyat.
"Saat ini merupakan kesempatan yang baik bagi pemerintah dan DPR untuk menimbang kembali semua isi RKUHP dengan memperhatikan perubahan tatanan sosial politik ekonomi setelah pandemi ini dapat ditangani nantinya," tegas Miko.
Dalam rapat kerja melalui "video conference" antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Komisi III DPR Rabu (1/4) sepakat segera menyelesaikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Kedua RUU itu dinilai harus segera selesai untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana dan mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan (rutan) yang dianggap berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.
"Berita tentang rencana DPR mengesahkan RKUHP dalam sepekan di masa darurat COVID-19 ini akan menambah catatan buruk DPR dan pemerintah. Langkah tersebut jelas tidak menunjukkan niat baik pemerintah maupun DPR," kata Miko Ginting melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan bahwa pimpinan Komisi III DPR RI meminta waktu satu pekan untuk mengesahkan RKUHP dan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemasyarakatan.
Baca juga: DPR RI beri satu pekan Komisi III bahas RUU Pemasyarakatan dan RKUHP
Baca juga: Komisi III bahas pasal krusial di RUU Pemasyarakatan dan RKUHP
Baca juga: Menkumham sempurnakan 14 isu dalam RKUHP
Menurut Azis, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR setelah disahkan di Komisi III DPR. Padahal, pengesahan dua rancangan regulasi ini gagal di pengujung masa bakti DPR periode 2014-2019 karena dianggap mengandung pasal-pasal kontroversial.
"Selain tindakan terburu-buru yang dipastikan akan mengesampingkan kualitas substansi, RKUHP yang akan disahkan juga kemungkinan mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak akan relevan lagi dengan konteks sosial masyarakat Indonesia ke depan," tambah Miko.
Apalagi menurut pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu, masih banyak masalah yang timbul dari pasal-pasal yang saat ini harusnya lebih dalam dan menyeluruh untuk dibahas.
"Dalam kondisi saat ini, darurat kesehatan terkait COVID-19 akan mengubah begitu banyak aspek kehidupan masyarakat. Bisa jadi, perubahan kondisi sosial masyarakat ini dapat melahirkan kebiasan-kebiasaan baru yang secara tidak langsung akan berdampak pada penerapan kebijakan hukum pidana namun mungkin belum dipikirkan dalam naskah yang sekarang," jelas Miko.
Menunda pembahasan RKUHP akan menunjukkan keberpihakan pemerintah dan DPR pada rakyat.
"Saat ini merupakan kesempatan yang baik bagi pemerintah dan DPR untuk menimbang kembali semua isi RKUHP dengan memperhatikan perubahan tatanan sosial politik ekonomi setelah pandemi ini dapat ditangani nantinya," tegas Miko.
Dalam rapat kerja melalui "video conference" antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Komisi III DPR Rabu (1/4) sepakat segera menyelesaikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Kedua RUU itu dinilai harus segera selesai untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana dan mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan (rutan) yang dianggap berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020
Tags: