New York (ANTARA) - Harga minyak mentah membukukan kenaikan terbesar satu hari pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia mengharapkan Rusia dan Arab Saudi mengumumkan pengurangan produksi minyak.

Sementara itu, media pemerintah Saudi mengatakan kerajaan meminta pertemuan darurat para produsen untuk menghadapi gejolak pasar.

Trump mengatakan ia telah berbicara dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, dan mengharapkan Arab Saudi dan Rusia untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 10 juta hingga 15 juta barel, ketika kedua negara mengisyaratkan kesediaan untuk membuat kesepakatan.

Trump tidak merinci barel per hari (bph), meskipun pasar menyatakan permintaan dan penawaran dalam hal itu. Namun, kesepakatan yang cukup besar seperti itu akan membutuhkan partisipasi dari produsen-produsen besar lain di luar kartel OPEC.

Arab Saudi mengatakan akan mengadakan pertemuan darurat Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), lapor media pemerintah Saudi.

Wall Street Journal melaporkan bahwa kerajaan akan mempertimbangkan untuk menurunkan produksi menjadi sekitar sembilan juta barel per hari, atau sekitar tiga juta barel per hari lebih sedikit dari yang direncanakan untuk dipompa pada April.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, melonjak 5,20 dolar AS atau 21,0 persen, menjadi ditutup di 29,94 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, melonjak 5,01 dolar AS atau 24,7 persen menjadi menetap pada 25,32 dolar AS per barel

Meskipun mengalami kenaikan besar, harga minyak masih kehilangan lebih dari setengah nilainya tahun ini. Pasar merosot pada awal Maret, ketika Arab Saudi dan Rusia gagal mencapai kesepakatan mengenai untuk mengekang produksi, dan Saudi meningkatkan produksi menjadi lebih dari 12 juta barel per hari serta mengirimkan kargo diskon di seluruh dunia.

Sejak itu, pandemi virus corona telah sangat mengurangi permintaan bahan bakar. Harga minyak mentah AS turun di bawah 20 dolar AS per barel beberapa kali dalam beberapa hari terakhir.

“Pertanyaannya akan muncul, apakah mereka dapat menyetujui sesuatu? Dibutuhkan beberapa minggu Brent pada 25 dolar dan WTI pada 20 dolar dan tampaknya Rusia lebih mudah didekati daripada sebulan lalu," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Brent melonjak sebanyak 47 persen selama sesi, persentase kenaikan intraday tertinggi yang pernah ada. WTI melonjak sebanyak 35 persen, tertinggi kedua, setelah kenaikan intraday 36 persen pada 19 Maret.

Harga minyak mundur dari tertinggi karena para pedagang mempertanyakan apakah Rusia dan Arab Saudi benar-benar bisa menyetujui pengurangan produksi sebesar itu.

Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan kepada Reuters bahwa Amerika Serikat belum mengetahui perincian resmi rencana Arab Saudi dan Rusia untuk mengurangi pasokan minyak dan belum akan meminta produsen minyak domestik AS untuk ikut campur dengan pemotongan mereka sendiri.

"Meskipun menjadi berita utama hari ini, kami tetap skeptis bahwa kesepakatan untuk memotong produksi akan terwujud," analis di Capital Economics mengatakan, mencatat Arab Saudi tidak mungkin untuk memotong produksi kecuali Rusia dan kemungkinan produsen non-OPEC lainnya, seperti Amerika Serikat dan Kanada, bergabung dalam pengurangan terkoordinasi.

Dengan permintaan bahan bakar diperkirakan jatuh 20 persen hingga 30 persen dalam beberapa bulan mendatang, tekanan menumpuk pada produsen-produsen minyak untuk mencapai kesepakatan, dan Trump menyatakan semakin frustrasi tentang harga minyak mentah dan pengaruhnya terhadap industri energi.

Regulator Texas sedang menjajaki kemungkinan memotong produksi di negara bagian itu, yang menghasilkan lebih dari lima juta barel per hari.