Jakarta (ANTARA) - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi Kementerian Hukum dan HAM yang akan membebaskan sekitar 30 ribu narapidana dan anak dari lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara serta lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, memperkirakan pengurangan jumlah penghuni lapas dan rutan sebanyak 30 ribu akan mengurangi sekitar 11 persen narapidana.

Baca juga: 30 ribu napi dan anak akan dibebaskan di tengah wabah COVID-19

Baca juga: Cegah COVID-19, Kemenkum HAM Sultra siapkan layar bagi pembesuk napi


Setelah pelepasan untuk pencegahan penyebaran COVID-19 itu, penghuni rutan dan lapas di seluruh Indonesia dikatakannya masih 240 ribu orang, sedangkan kapasitas rutan dan lapas 130.000 penghuni.

"Pengurangan ini masih akan menimbulkan kondisi overcrowding. Kondisi ini pasti akan berdampak pada penyebaran virus yang masif," ujar Erasmus.

Untuk itu, ICJR meminta Presiden juga turun tangan dengan memberikan grasi dan amnesti massal kepada pengguna narkotika dalam lapas dan rutan.

ICJR menyebut komposisi narapidana kasus narkotika dalam rutan/lapas merupakan setengah dari penghuni total keseluruhan rutan/lapas, yakni sebanyak 132.452 orang per Februari 2020.

Dari jumlah tersebut, paling tidak sebanyak 45.674 orang merupakan pengguna/pecandu narkotika yang perlu diprioritaskan untuk segera dikeluarkan, yakni bukan berasal dari sindikat besar narkotika.

Kemudian untuk tahanan yang jumlahnya mencapai 65 ribu orang, ICJR mengusulkan penghentian penahanan oleh jajaran penyidik dan penuntut umum, diganti misalnya dengan tahanan rumah dan kota.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada Senin (30/3).