Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar eks Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Herry Nurhayat (HN) perihal proses penganggaran pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung Tahun 2012-2013.

"Tersangka HN dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka di mana penyidik mendalami keterangan yang bersangkutan mengenai proses penganggaran kegiatan pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung Tahun 2012-2013," kata Plt Juru Bicara Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan dua tersangka korupsi RTH Pemkot Bandung

Baca juga: Eks Sekda Kota Bandung Edi Siswadi dicecar soal aliran uang

Baca juga: KPK panggil mantan Kadis Tata Ruang Kota Bandung kasus korupsi RTH


KPK, Selasa memeriksa Herry dalam kapasitasnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk RTH di Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012-2013.

Untuk diketahui, Herry telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar (TDQ) dan Kadar Slamet (KS) pada 20 April 2018.

Kemudian dalam pengembangan kasus tersebut, KPK kembali menetapkan tersangka baru, yakni Dadang Suganda (DSG), wiraswasta pada 21 November 2019.

Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada saat itu menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.

Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH.

Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57.210.000.000 untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012.

Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya tersebut diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.

Sekitar September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.

Dalam proses pengadaan tanah itu, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan makelar, yaitu anggota DPRD Kota Bandung periode 2009–2014 Kadar Slamet dan Dadang Suganda.

Proses pengadaan dengan perantara Dadang dilakukan melalui kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi.

Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap seorang hakim dalam terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung.

Edi Siswadi memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang Suganda dalam proses pengadaan tanah tersebut.

Dadang kemudian melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat. Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada Dadang. Namun, Dadang hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah.

Diduga Dadang Suganda diperkaya sekitar Rp30 miliar.

Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.