Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tergabung dalam Konsorsium COVID-19 pada Selasa (31/3) memulai pelatihan sumber daya manusia (SDM) agar terampil melakukan pemeriksaan atau deteksi COVID-19 dengan menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction) atau reaksi berantai polimerase.

"Yang menjadi masalah uji PCR adalah proses ekstraksi RNA yang berpotensi bahaya karena berurusan dengan patogen aktif sehingga membutuhkan SDM dengan keahlian khusus," kata Kepala LIPI Laksana Tri Handoko kepada ANTARA, Jakarta, Selasa.

Sumber daya manusia terlatih mampu memberikan perlakuan yang tepat pada proses uji PCR karena sampel yang diuji mengandung virus aktif.

Uji PCR sangat penting dan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui secara akurat seseorang itu positif atau negatif COVID-19.

Baca juga: Konsorsium COVID-19 akan kembangkan alat deteksi, obat, dan vaksin

Pelatihan sumber daya manusia (SDM) itu mulai dilakukan di fasilitas Laboratorium BSL-3 milik LIPI di Cibinong, Jawa Barat. Pelatihan itu akan memanfaatkan sekitar enam unit PCR.

SDM Indonesia perlu dipersiapkan secara matang terutama dalam mengantisipasi ledakan jumlah pasien yang harus diperiksa terkait COVID-19 sehingga otomatis akan membutuhkan kapasitas dan kemampuan untuk melakukan uji PCR secara besar-besaran.

Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Puspita Lisdiyanti mengatakan pada pelatihan itu pihaknya berfokus pada metode PCR yang tepat untuk deteksi yang lebih akurat dan cepat.

LIPI membuka lowongan relawan untuk mengikuti pelatihan. Dari internal LIPI, sudah ada sekitar 30 orang yang siap berkontribusi untuk menjadi relawan mengikuti pelatihan itu.

Sementara dari luar LIPI, ada sekitar 900 orang telah mendaftar. Namun, Puspita menuturkan dari pelamar yang mendaftar, dicari yang benar-benar berkomitmen dan siap diterjunkan di mana saja di seluruh Indonesia jika dibutuhkan untuk membantu deteksi COVID-19 melalui metode PCR. Untuk saat ini, pendaftaran ditutup karena sudah banyak pelamar.

"Kami tidak menyangka begitu banyak yang antusias karena ini berisiko ," ujarnya.

Pelamar diantaranya berasal dari universitas, laboratorium kesehatan daerah, Pusat Kesehatan TNI, rumah sakit dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Baca juga: Peneliti: Trenggiling memiliki virus corona dan virus sendai