Pemerintah pertimbangkan pengalaman negara lain terapkan "lockdown"
30 Maret 2020 19:21 WIB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo (kanan) didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (kiri) memberikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (27/3/2020). Untuk menangani penyebaran virus COVID-19, Kantor Staf Presiden menyerahkan bantuan masker dan sarung tangan masing-masing sebanyak 1 juta buah yang diserahkan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 BNPB. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nz (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo mengatakan pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek dalam mengendalikan penularan COVID-19, termasuk pengalaman dari negara lain yang telah menerapkan karantina wilayah maupun “lockdown”.
Doni dalam telekonferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta, Senin, mengatakan kebijakan karantina wilayah, jika tidak diputuskan secara hati-hati dan melalui pertimbangan komprehensif, justru berisiko pada penularan COVID-19 yang semakin meluas.
Baca juga: Pemkot Depok tegaskan saat ini tak ada karantina wilayah
“Berkaca pada negara lain yang sudah ‘lockdown’ ternyata gagal, sehingga terjadi penumpukan begitu besar. Bisa bayangkan jika ada satu di antara mereka yang terpapar, betapa banyaknya warga yang negatif bisa jadi positif (COVID-19)," katanya.
Sejumlah negara yang telah melakukan "lockdown" di antaranya Italia, Prancis, Denmark, dan yang baru saja terjadi yakni di India dengan dampak penurunan kesejahteraan masyarakat.
Doni yang juga Kepala BNPB meminta semua pihak mengikuti kebijakan politik negara yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Hingga saat ini pemerintah memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Dalam konsep penanganan bencana, maka penyelesaian bencana jangan sampai menimbulkan masalah baru. Maka ini senantiasa diperhitungkan dengan melibatkan pakar hukum dan akan diterbitkan Perppu dalam waktu dekat," katanya.
Baca juga: Puan Maharani dukung Karantina Wilayah sesuai UU Karantina Kesehatan
“Dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak mengikuti apa yang telah dilakukan sejumlah negara yang ternyata juga tidak efektif dalam mengambil kebijakan dan justru menimbulkan dampak baru," tambahnya.
Presiden Joko Widodo pada pembukaan rapat terbatas Senin ini kembali menegaskan kebijakan kekarantinaaan kesehatan termasuk karantina wilayah merupakan wewenang yang hanya dapat diambil pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
“Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat bukan kewenangan pemerintah daerah,” ujar dia.
Baca juga: IDI ingin tenaga medis diberikan keleluasaan bergerak
Presiden meminta seluruh menteri dan kepala daerah memiliki visi dan kebijakan yang sama dengan perhitungan matang terhadap dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan yang akan diambil.
“Saya berharap seluruh menteri memastikan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memiliki visi yang sama, satu visi yang sama, kebijakan yang sama, semua harus dikalkulasi, semua harus dihitung baik dari dampak kesehatan maupun sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Adapun hingga Senin, di Indonesia telah ada 1.414 orang yang terinfeksi virus corona atau penyakit COVID-19. Sebanyak 122 di antaranya meninggal dunia dan 75 orang dinyatakan sembuh.
Baca juga: Analis ingatkan pemerintah perlu antisipasi dampak karantina wilayah
Doni dalam telekonferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta, Senin, mengatakan kebijakan karantina wilayah, jika tidak diputuskan secara hati-hati dan melalui pertimbangan komprehensif, justru berisiko pada penularan COVID-19 yang semakin meluas.
Baca juga: Pemkot Depok tegaskan saat ini tak ada karantina wilayah
“Berkaca pada negara lain yang sudah ‘lockdown’ ternyata gagal, sehingga terjadi penumpukan begitu besar. Bisa bayangkan jika ada satu di antara mereka yang terpapar, betapa banyaknya warga yang negatif bisa jadi positif (COVID-19)," katanya.
Sejumlah negara yang telah melakukan "lockdown" di antaranya Italia, Prancis, Denmark, dan yang baru saja terjadi yakni di India dengan dampak penurunan kesejahteraan masyarakat.
Doni yang juga Kepala BNPB meminta semua pihak mengikuti kebijakan politik negara yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Hingga saat ini pemerintah memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Dalam konsep penanganan bencana, maka penyelesaian bencana jangan sampai menimbulkan masalah baru. Maka ini senantiasa diperhitungkan dengan melibatkan pakar hukum dan akan diterbitkan Perppu dalam waktu dekat," katanya.
Baca juga: Puan Maharani dukung Karantina Wilayah sesuai UU Karantina Kesehatan
“Dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak mengikuti apa yang telah dilakukan sejumlah negara yang ternyata juga tidak efektif dalam mengambil kebijakan dan justru menimbulkan dampak baru," tambahnya.
Presiden Joko Widodo pada pembukaan rapat terbatas Senin ini kembali menegaskan kebijakan kekarantinaaan kesehatan termasuk karantina wilayah merupakan wewenang yang hanya dapat diambil pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
“Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat bukan kewenangan pemerintah daerah,” ujar dia.
Baca juga: IDI ingin tenaga medis diberikan keleluasaan bergerak
Presiden meminta seluruh menteri dan kepala daerah memiliki visi dan kebijakan yang sama dengan perhitungan matang terhadap dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan yang akan diambil.
“Saya berharap seluruh menteri memastikan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memiliki visi yang sama, satu visi yang sama, kebijakan yang sama, semua harus dikalkulasi, semua harus dihitung baik dari dampak kesehatan maupun sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Adapun hingga Senin, di Indonesia telah ada 1.414 orang yang terinfeksi virus corona atau penyakit COVID-19. Sebanyak 122 di antaranya meninggal dunia dan 75 orang dinyatakan sembuh.
Baca juga: Analis ingatkan pemerintah perlu antisipasi dampak karantina wilayah
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: