Banjarmasin (ANTARA) - Akademisi menyerukan agar pemerintah daerah mengunci wilayah (lockdown) secara terbatas mengantisipasi penyebaran virus corona yang sudah menewaskan 114 orang dan 1.285 terkonfirmasi positif di Indonesia per tanggal 29 Maret 2020.
"Pandemi COVID-19 ini akan terus meningkat dan jika tidak dilakukan langkah strategis akan menyebar ke wilayah lain termasuk Kalimantan Selatan," kata Prof Dr H Budi Suryadi MSi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Banjarmasin, Ahad.
Pengamat kebijakan publik ini menyarankan sebaiknya pemerintah kabupaten dan kota yang ada di Kalsel tidak menunggu dan menumpukkan harapan pada tenaga medis saja tetapi juga melakukan lockdown terbatas dengan melaksanakan jaring pengaman sosial.
"Lockdown terbatas akan mengurangi pola penyebaran virus, sehingga kemungkinan ledakan wabah di daerah terkendali," kata Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.
Baca juga: Karantina selama wabah corona buat udara kota-kota Eropa lebih bersih
Baca juga: Jumlah ODP di Riau tembus 10.000 seiring pulangnya TKI dari Malaysia
Baca juga: Pengusaha beras usulkan karantina wilayah ketimbang "lockdown"
Apalagi Kalsel memiliki sarana dan prasarana terbatas. Sehingga tidak akan mampu memberikan layanan maksimal bagi pasien COVID-19, termasuk ketiadaan lokasi khusus perawatan pasien positif secara massal seperti di Ibukota Jakarta.
Oleh karena itu, menurut Budi, pemberlakuan lockdown terbatas diyakini mengurangi penyebaran pandemi COVID-19 karena terputusnya arus lalu lintas warga Kalsel dengan orang luar, terlebih orang yang berasal dari daerah zona merah seperti dari Pulau Jawa.
"Jika dilihat peta penyebaran COVID-19, Kalsel sudah terkurung oleh zona merah. Jadi tidak ada jalan lain Pemda harus melakukan lockdown terbatas demi keberlangsungan hidup masyarakat Banua Kalimantan Selatan. Gubernur ataupun bupati dan walikota harus berani mengambil kebijakan. Jangan takut dengan pemerintah pusat jika untuk kebaikan rakyat," katanya.
Dia menyatakan daerah lain yang sudah melakukan lockdown, seperti Papua, Solo, Tegal, Maluku dan Sleman.
Terkait pola tes virus corona dengan sistem acak ataupun massal, tetapi hanya pada orang yang memiliki gejala dan riwayat saja.
Padahal menurut Budi, tidak ada yang tahu siapa yang terpapar dan tidak. Di sisi lain, orang keluar masuk di daerah terus terjadi tanpa adanya pembatasan atau pelarangan baik itu jalur darat, laut maupun udara.
Sementara Juru bicara Gugus Tugas Pencegahan Pengendalian dan Penanganan COVID-19 Kalsel HM Muslim dalam keterangannya, Ahad (29/3) sore melaporkan peningkatan Orang Dalam Pengawasan (ODP) sebanyak 64, dari sebelumnya 1.079 orang menjadi 1.143 orang.
"Saat ini jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin sembilan orang dan satu terkonfirmasi positif COVID-19," katanya.
Muslim juga mengabarkan ada satu PDP meninggal dunia pada Ahad pagi. Namun, pasien yang diberi label Ulin-12, wanita 51 tahun rujukan dari Banjarmasin itu, belum keluar hasil laboratoriumnya, sehingga pihaknya belum bisa memastikan apakah almarhum positif COVID-19 atau tidak.
"Ada beberapa pertanyaan dari kawan-kawan wartawan tentang kebijakan yang diambil pemerintah, kita tunggu saja, apakah Kalsel menutup pintu masuk? Nanti akan disampaikan bagaimana kebijakan pemerintah selanjutnya," kata Kepala Dinas Kesehatan Kalsel itu.*
Baca juga: Polda Metro pastikan tidak ada penutupan jalan di Jakarta
Baca juga: Inggris masih lockdown, Mourinho awasi latihan pemain Spurs via video
Baca juga: Pengunggah kabar bohong "lockdown" Cipinang Melayu ditangkap polisi
Akademisi serukan "lockdown" terbatas antisipasi penyebaran corona
30 Maret 2020 13:23 WIB
Prof Dr H Budi Suryadi MSi. (ANTARA/Firman)
Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: