Gapki: Industri sawit khawatir COVID-19 terus tekan harga CPO
26 Maret 2020 22:05 WIB
Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono memberikan keterangan usai mengikuti acara Pengukuhan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) periode 2019-2024 di Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2019). ANTARA/Katriana/am.
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengkhawatirkan terkait kemungkinan pandemi COVID-19 yang terjadi puncaknya pada Juni, akan menekan terus harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
"Banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit," kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Akibat corona, BI revisi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
Selain pandemi COVID-19, ujar dia, industri sawit juga dihadapkan dengan musim kemarau pada beberapa bulan lagi, di mana kebakaran hutan dan lahan menjadi momok menakutkan.
Pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh masyarakat harus dapat dihindari, lanjutnya, meskipun peraturan perundangan masih memungkinkan untuk pembukaan lahan di bawah 2 hektare.
Menurut Mukti, perusahaan perkebunan perlu memperkuat kembali koordinasi dengan instansi terkait dan memeriksa kesiapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran yang dimiliki.
Ada pun pada awal 2020, harga CPO dibuka meningkat dengan rata-rata harga CPO Cif Rotterdam sebesar 830 dolar AS per ton, dibandingkan harga pada Desember 2019 adalah 787 dolar AS per ton.
Namun demikian, ekspor minyak CPO pada Januari menurun sebesar 35,6 persen menjadi 2,39 juta ton, dari Desember 2019 sebesar 3,72 juta ton.
Baca juga: Ekspor CPO Januari anjlok hingga 35,6 persen
Penurunan ekspor CPO antara lain dipengaruhi karena harga minyak bumi yang tidak menentu akibat ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia, serta terjadinya pandemi corona atau COVID-19 di sejumlah negara.
"Terjadinya pandemi corona yang melanda hampir ke seluruh dunia menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor," katanya.
Baca juga: Mentan: Ekspor sawit Februari hanya capai 84 ribu ton akibat Corona
Penurunan ekspor CPO terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381.000 ton (turun 57 persen), Uni Eropa turun 188.000 ton (turun 30 persen), ke India turun 141.000 ton (turun 22 persen), dan ke Amerika Serikat turun 129.000 ton (turun 64 persen).
Sementara itu, ekspor Bangladesh meningkat 40.000 ton atau sebesar 52 persen dari bulan sebelumnya.
Baca juga: Wabah corona di China pengaruhi kinerja ekspor dan sawit Riau
Baca juga: Gapki: Ekspor CPO 2019 capai 36,1 juta ton terbanyak ke China
"Banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit," kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Akibat corona, BI revisi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
Selain pandemi COVID-19, ujar dia, industri sawit juga dihadapkan dengan musim kemarau pada beberapa bulan lagi, di mana kebakaran hutan dan lahan menjadi momok menakutkan.
Pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh masyarakat harus dapat dihindari, lanjutnya, meskipun peraturan perundangan masih memungkinkan untuk pembukaan lahan di bawah 2 hektare.
Menurut Mukti, perusahaan perkebunan perlu memperkuat kembali koordinasi dengan instansi terkait dan memeriksa kesiapan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran yang dimiliki.
Ada pun pada awal 2020, harga CPO dibuka meningkat dengan rata-rata harga CPO Cif Rotterdam sebesar 830 dolar AS per ton, dibandingkan harga pada Desember 2019 adalah 787 dolar AS per ton.
Namun demikian, ekspor minyak CPO pada Januari menurun sebesar 35,6 persen menjadi 2,39 juta ton, dari Desember 2019 sebesar 3,72 juta ton.
Baca juga: Ekspor CPO Januari anjlok hingga 35,6 persen
Penurunan ekspor CPO antara lain dipengaruhi karena harga minyak bumi yang tidak menentu akibat ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia, serta terjadinya pandemi corona atau COVID-19 di sejumlah negara.
"Terjadinya pandemi corona yang melanda hampir ke seluruh dunia menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor," katanya.
Baca juga: Mentan: Ekspor sawit Februari hanya capai 84 ribu ton akibat Corona
Penurunan ekspor CPO terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381.000 ton (turun 57 persen), Uni Eropa turun 188.000 ton (turun 30 persen), ke India turun 141.000 ton (turun 22 persen), dan ke Amerika Serikat turun 129.000 ton (turun 64 persen).
Sementara itu, ekspor Bangladesh meningkat 40.000 ton atau sebesar 52 persen dari bulan sebelumnya.
Baca juga: Wabah corona di China pengaruhi kinerja ekspor dan sawit Riau
Baca juga: Gapki: Ekspor CPO 2019 capai 36,1 juta ton terbanyak ke China
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: