Yurianto minta media beri pemahaman akurat COVID-19
26 Maret 2020 18:58 WIB
Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto dalam jumpa pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Kamis (26/3/2020). ANTARA/Anom Prihantoro/aa.
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto meminta media massa memberi pemahaman secara akurat bukan justru memicu kepanikan publik.
"Peran media juga agar memberi pemahaman," kata Yuri di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, media massa bukanlah menjadi pengeras suara narasumber tetapi memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat dalam persoalan COVID-19 sehingga menjadi pencerahan.
Baca juga: Jubir: Penolakan pasien COVID-19 di RSUP RSPI karena kapasitas
Baca juga: Pulang kampung boleh asal metode benar, kata Yurianto
Baca juga: Yurianto: "Rapid test" cari terduga positif COVID-19 di masyarakat
Dia menggarisbawahi kepanikan publik yang dideskripsikan media soal adanya rumah sakit yang menolak pasien COVID-19 di RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan. Padahal kapasitas rumah sakit itu memang terbatas sehingga jika penuh wajar terjadi penolakan menerima pasien dan dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.
"Soal masyarakat panik, jangan-jangan bukan dari kekhawatiran masyarakat tapi kekhawatiran media," kata dia.
Yuri juga mencontohkan bagaimana jurnalis mengontaknya untuk melakukan konfirmasi soal kematian yang terjadi berpuluh-puluh hari yang lalu. Peristiwa tersebut sudah selesai tetapi karena media mengangkatnya lagi justru masyarakat kembali dalam ketakutan.
Dalam kasus tersebut, dia mengatakan sejatinya masyarakat sudah lupa dengan ketakutan terkait tetapi karena isu kembali diangkat membuat perlu adanya pemulihan trauma publik yang menjadi tugas bersama, termasuk dari unsur media. Perlu kolaborasi lintas sektor agar pemulihan trauma dapat berjalan sebagaimana mestinya.
"Masyarakat yang lupa jadi ingat lagi. Takut lagi dengan ketakutan sama. Trauma healing adalah pekerjaan bersama. Kalau saya tenangkan masyarakat tapi media masih menggali-gali maka itu tidak akan berhenti," kata dia.*
Baca juga: 78 meninggal dan 893 kasus positif COVID-19 di Indonesia
Baca juga: Yurianto sebut "rapid test" bukan untuk diagnosa
Baca juga: Sempat ada kesalahan data terkait perkembangan COVID-19
"Peran media juga agar memberi pemahaman," kata Yuri di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, media massa bukanlah menjadi pengeras suara narasumber tetapi memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat dalam persoalan COVID-19 sehingga menjadi pencerahan.
Baca juga: Jubir: Penolakan pasien COVID-19 di RSUP RSPI karena kapasitas
Baca juga: Pulang kampung boleh asal metode benar, kata Yurianto
Baca juga: Yurianto: "Rapid test" cari terduga positif COVID-19 di masyarakat
Dia menggarisbawahi kepanikan publik yang dideskripsikan media soal adanya rumah sakit yang menolak pasien COVID-19 di RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan. Padahal kapasitas rumah sakit itu memang terbatas sehingga jika penuh wajar terjadi penolakan menerima pasien dan dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.
"Soal masyarakat panik, jangan-jangan bukan dari kekhawatiran masyarakat tapi kekhawatiran media," kata dia.
Yuri juga mencontohkan bagaimana jurnalis mengontaknya untuk melakukan konfirmasi soal kematian yang terjadi berpuluh-puluh hari yang lalu. Peristiwa tersebut sudah selesai tetapi karena media mengangkatnya lagi justru masyarakat kembali dalam ketakutan.
Dalam kasus tersebut, dia mengatakan sejatinya masyarakat sudah lupa dengan ketakutan terkait tetapi karena isu kembali diangkat membuat perlu adanya pemulihan trauma publik yang menjadi tugas bersama, termasuk dari unsur media. Perlu kolaborasi lintas sektor agar pemulihan trauma dapat berjalan sebagaimana mestinya.
"Masyarakat yang lupa jadi ingat lagi. Takut lagi dengan ketakutan sama. Trauma healing adalah pekerjaan bersama. Kalau saya tenangkan masyarakat tapi media masih menggali-gali maka itu tidak akan berhenti," kata dia.*
Baca juga: 78 meninggal dan 893 kasus positif COVID-19 di Indonesia
Baca juga: Yurianto sebut "rapid test" bukan untuk diagnosa
Baca juga: Sempat ada kesalahan data terkait perkembangan COVID-19
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: