Bandung (ANTARA) - Puluhan mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melakukan demonstrasi dengan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat terkait dengan sengketa lahan panti sosial milik Muhammadiyah setempat.

"Kami hanya ingin memberikan tuntutan kami dan meminta kebijaksanaan dari pengadilan agar menunggu proses pidana yang tengah kami tempuh. Kami minta eksekusi panti anak dibatalkan," kata seorang perwakilan massa aksi di depan PN Bandung, Jalan LL RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu.

Aksi tersebut dilakukan tepat di depan pintu masuk PN Bandung. Sebelumnya, puluhan mahasiswa itu terlebih dahulu melakukan aksi di Panti Sosial Asuhan Anak Muhammadiyah Sukajadi, di Jalan Mataram, Kota Bandung.

Kemudian mereka berjalan kaki ke PN Bandung. Tanpa diperkirakan pihak kepolisian, mereka berhasil menerobos sampai ke dalam parkiran kendaraan.

Peserta aksi tersebut menyatakan jika PN Bandung tetap mengeksekusi panti anak itu, maka IMM akan datang dengan jumlah lebih besar dan siap berhadapan dengan PN Bandung.

"Bukan hanya dari Jabar, tapi dari seluruh Indonesia akan kami bawa ke sini," kata orator aksi ini.

Sengketa itu bermula dari Panti Asuhan Anak Kuncup Harapan yang diketahui sudah lama dikelola Muhammadiyah Cabang Sukajadi Bandung. Lahan tersebut merupakan hibah dari almarhum Salim Ahmad Al Rashidi kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1986.

Dalam wasiatnya, Rashidi memberikan lahan berupa bangunan rumah untuk dijadikan Taman Kanak-Kanak Aisyiah Bustanul Athfal Hajjah (Chotim Rasidi) yang pengelolaannya diberikan kepada Pengurus Cabang Muhammadiyah Sukajadi.

Kemudian tahun 2006, taman kanak-kanak tersebut ditutup karena kondisi kesehatan almarhum Salim Ahmad Al Rashidi yang semakin menurun dan akhirnya meninggal dunia.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat Muhammad Rizal Fadillah mengatakan, setelah itu lahan tersebut tiba-tiba diklaim milik Mira Widyantini yang merupakan tetangga almarhum Rashidi. Mira mengaku sudah melakukan proses jual beli sebelum Rashidi meninggal.

"Proses itu cacat hukum. Sebab, proses jual beli dilakukan dengan didahului laporan kehilangan sertifikat. Padahal, sertifikat itu ada dan sertifikatnya ada di Muhammadiyah. Berarti keterangan tidak benar," kata Rizal saat ditemui di sela aksi demo itu.

Rizal mengatakan Pengurus Muhammadiyah Cabang Sukajadi pun sempat melayangkan gugatan terhadap Mira Widyantini ke PN Bandung pada 2012. Dalam putusannya, hakim Pengadilan Negeri Bandung menyatakan Mira melawan hukum.

Mira sebagai tergugat kemudian mengajukan banding dan kasasi di Pengadilan Tinggi. Namun, kata dia, permohonan tergugat ditolak, baik di tingkat banding maupun kasasi.

Tergugat kemudian melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Alhasil Mahkamah Agung (MA) menyatakan permohonan Mira dikabulkan dan menyatakan Mira sebagai pembeli.

Putusan PK dari Mahkamah Agung itulah yang menjadi dasar rencana eksekusi lahan panti asuhan tersebut.

"Muhammadiyah menilai PK yang dimenangkan Mira Widyantini tidak benar. Ada proses yang cedera. Muhammadiyah akan buktikan. Ternyata PK yang dimenangkan Mira melawan kemenangan Muhammadiyah di tingkat PN, PT, dan MA itu memiliki kelemahan fatal yang "non executable" tidak mungkin dieksekusi," kata Rizal.

Dia menegaskan pihak Muhammadiyah menempuh jalur hukum dengan melaporkan Mira Widyantini ke Polda Jawa Barat berkaitan dengan pasal 266 ayat 1 tentang memasukkan keterangan palsu.

"Karenanya rencana eksekusi ini mendapat perlawanan hukum oleh Muhammadiyah baik perlawanan perdata atas cacat hukumnya penetapan eksekusi maupun perbuatan jahat memalsukan dokumen. Dugaan perbuatan pidana ini diproses di Kepolisian Daerah Jawa Barat. Kini masih tahap penyelidikan. Pemeriksaan saksi-saksi," kata dia lagi.