Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan harga gas kepada industri per 1 April 2020 akan menimbulkan konsekuensi yang besar kepada APBN 2020.

"Keputusan mengenai penurunan harga gas kepada industri tadi memberikan konsekuensi yang sangat besar kepada APBN. Jadi di dalam sidang kita akan tetap membahas di dalam konteks keseluruhan keberlangsungan dari APBN kita,” kata Sri Mulyani melalui telekonferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Rabu.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kata Sri Mulyani, menjabarkan bahwa harga gas industri bisa ditekan, namun dengan skenario kompensasi terhadap penurunan subsidi di pagu belanja lainnya.

"Berarti ada pengurangan subsidi di bidang listrik ini. Ini akan perlu dilakukan yang sangat hati-hati,” ujarnya.

Jika sebuah pagu belanja subsidi dikurangi, kata Menkeu, maka akan sangat berpengaruh ke APBN.

“Pengurangan pos ini menyangkut keberlangsungan APBN, yang dengan ini mengambil semua beban yang tidak efisien dari perekonomian dalam bentuk subsidi. Subsidi kepada industri yang tentu saja harus diperbaiki,” ujarnya.

Sri Mulyani menekankan lagi pesan Presiden Joko Widodo bahwa jangan sampai belanja subsidi melindungi hulu yang tidak efisien dan menyebabkan beban ekonomi bertumpuk di hilir.

"Sehingga saya akan mengarisbawahi implikasi kebijakan ini akan terus kita kalkulasi dari sisi implikasi APBN dan bagaimana kita bisa mengurangi beban APBN yang jadi lebih adil. Artinya subsidi diberikan kepada kelompok yang memang mampung untuk ciptakan keadilan bagi perekonomian,” kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Terakhir, dia mengingatkan industri yang menikmati harga gas baru ini harus membuktikan kinerjanya ke depan. Industri tersebut tidak boleh berkinerja buruk, dan harus memberikan dampak positif ke penciptaan lapangan kerja dan ke negara melalui pembayaran pajak.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arfin Tasrif sebelumnya mengumumkan harga gas bumi akan diturunkan menjadi rata-rata menjadi sebesar enam dolar As/mmbtu di plant gate konsumen mulai 1 April 2020 mendatang.

Penurunan harga gas tersebut tidak akan mengurangi besaran penerimaan kontraktor migas.

"Rencana penurunan harga gas menjadi 6 dolar As (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016. Untuk bisa menyesuaikan harga 6 dolar As per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara 4-4,5 dolar per mmbtu, dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara 1-1,5 dolar per mmbtu," ungkap Arifin.

Penurunan harga gas tersebut juga diterapkan untuk sektor kelistrikan dalam rangka menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyrakat dan mendukung pertumbuhan industri. Penurunan harga gas untuk industri termasuk pupuk dan PLN tidak menambah beban keuangan negara.

Akan terdapat pengurangan penerimaan pemerintah di hulu migas. Namun, terdapat tambahan pendapatan pemerintah dari pajak dan dan deviden, penghematan subsidi listrik, Pupuk dan kompensasi PLN, serta terdapat penghematan karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.

"Tentu saja konsekuensinya dibidang hulu gas, penerimaan pemerintah bisa berkurang tapi ini bisa dikompensasi dengan pengurangan biaya subsidi dan (pengurangan) biaya kompensasi (PLN), dan kontribusi dari peningkatan pajak dan deviden. Juga terdapat penghematan dari konversi bahan bakar pembangkit listrik dari diesel ke gas," ungkap Menteri Arifin.

Baca juga: Menkeu sebut defisit anggaran akhir Februari 0,37 persen dari PDB

Baca juga: Menkeu siapkan Rp1 triliun untuk Kemenkes tangani COVID-19

Baca juga: Menkeu sebut pelebaran defisit 2,5 persen PDB sesuai kondisi terkini