Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun dituntut 6 tahun penjara
18 Maret 2020 14:36 WIB
Arsip-Terdakwa Gubernur Kepulauan Riau nonaktif Nurdin Basirun menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/3/2020). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan terdakwa. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan, karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan 11 ribu dolar Singapura serta gratifikasi sebesar Rp7,462 miliar, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dolar AS.
"Menyatakan, terdakwa Nurdin Basirun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Asri Irwan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dan kedua dari pasal 12 ayat (1) huruf a dan pasal 12 B ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Nurdin Basirun.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada Nurdin Basirun berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana," kata jaksa Asri.
Baca juga: Plt Gubernur Kepri tak persoalkan 24 OPD beri gratifikasi ke Nurdin
Terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Nurdin.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai penyelenggara negara telah bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa telah mencederai harapan dan kepercayaan masyarakat. Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," ujar jaksa Asri.
Dalam dakwaan pertama, Nurdin dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura dan 6.000 dolar Singapura.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare, dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Pertama, untuk uang Rp45 juta diperoleh dari seorang pengusaha bernama Kock Meng yang ingin membuka restoran di Tanjung Piayu, dan ia sudah memiliki izin pendirian restoran namun belum memiliki izin pemanfaatan ruang laut.
Uang diberikan oleh Kock Meng kepada Abu Bakar melalui Johanes Kodrat. Kodrat menyerahkan Rp50 juta kepada Abu Bakar di Pelabuhan Sijantung. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan Rp45 juta kepada Budy Hartono di rumah Edy Sofyan, sedangkan Rp5 juta digunakan Abu Bakar sebagai biaya operasionalnya.
Setelah menerima uang dari Abu, Budy Hartono menyerahkan uang Rp45 juta tersebut kepada Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri.
Baca juga: Sidang perkara korupsi Nurdin Basirun digelar di Jakarta Pusat
Kedua, pemberian uang 5.000 dolar Singapura terkait dengan permohonan izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Tanjung Playu Batam seluas 10,2 hektare milik Kock Meng, namun pengajuannya atas nama Abu Bakar pada 22 Mei 2019 kepada Budy Hartono.
Penyerahan uang dilakukan pada 30 Mei 2019 di Pelabuhan Telaga Punggur Batam oleh Abu Bakar dan Johanes Kodrad kepada Budy Hartono di dalam amplop cokelat dengan mengatakan, "Ini titip buat Pak Edy, informasinya surat izin akan ditandatangani malam ini".
Edy Sofyan lalu menemui Nurdin Basirun di Hotel Harmono Nagoya Batam dan di dalam kamar Nurdin Basirun, Edy Sofyan menyerahkan amplop uang tersebut sambil berkata, "Pak ini titipan Abu". Nurdin Basirun kemudian menerima amplop uang dari Edy Sofyan tersebut dan menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang dimohonkan Abu Bakar.
Ketiga, pemberian uang senilai 6.000 dolar Singapura terkait izin prinsip melakukan reklamasi. Menurut Budy Hartono, lokasi yang diinginkan Abu Bakar tidak masuk dalam 42 titik rencana Perda RZWP3K Kepulauan Riau. Lalu, agar permohonan lokasi baru diusulkan maka harus dilengkapi dengan data dukung reklamasi yang akan disiapkan staf Budy bernama Aulia.
Uang diserahkan pada 10 Juli 2019 saat perjalanan ke rumah Edy Sofyan dari Pelabuhan Feri Sri Bintan Tanjungpinang. Abu Bakar menyerahkan amplop kuning berisi uang sejumlah 6.000 dolar Singapura kepada Budy Hartono.
Dakwaan kedua, Nurdin terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000 yang berasal dari pengusaha dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) periode 2016-2019.
Pemberian dari pengusaha tersebut terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
Dakwaan ketiga, Nurdin dinilai terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp3.233.960.000, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dolar AS yang diperoleh sejak 2016-2019.
"Penerimaan itu ditemukan saat penggeledahan di ruangan kerja dan di rumah dinas terdakwa," kata jaksa Asri.
Atas tuntutan tersebut, Nurdin akan mengajukan pleidoi pada 2 April 2020.
"Menyatakan, terdakwa Nurdin Basirun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Asri Irwan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dan kedua dari pasal 12 ayat (1) huruf a dan pasal 12 B ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Nurdin Basirun.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada Nurdin Basirun berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana," kata jaksa Asri.
Baca juga: Plt Gubernur Kepri tak persoalkan 24 OPD beri gratifikasi ke Nurdin
Terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Nurdin.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai penyelenggara negara telah bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa telah mencederai harapan dan kepercayaan masyarakat. Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," ujar jaksa Asri.
Dalam dakwaan pertama, Nurdin dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura dan 6.000 dolar Singapura.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare, dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Pertama, untuk uang Rp45 juta diperoleh dari seorang pengusaha bernama Kock Meng yang ingin membuka restoran di Tanjung Piayu, dan ia sudah memiliki izin pendirian restoran namun belum memiliki izin pemanfaatan ruang laut.
Uang diberikan oleh Kock Meng kepada Abu Bakar melalui Johanes Kodrat. Kodrat menyerahkan Rp50 juta kepada Abu Bakar di Pelabuhan Sijantung. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan Rp45 juta kepada Budy Hartono di rumah Edy Sofyan, sedangkan Rp5 juta digunakan Abu Bakar sebagai biaya operasionalnya.
Setelah menerima uang dari Abu, Budy Hartono menyerahkan uang Rp45 juta tersebut kepada Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri.
Baca juga: Sidang perkara korupsi Nurdin Basirun digelar di Jakarta Pusat
Kedua, pemberian uang 5.000 dolar Singapura terkait dengan permohonan izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Tanjung Playu Batam seluas 10,2 hektare milik Kock Meng, namun pengajuannya atas nama Abu Bakar pada 22 Mei 2019 kepada Budy Hartono.
Penyerahan uang dilakukan pada 30 Mei 2019 di Pelabuhan Telaga Punggur Batam oleh Abu Bakar dan Johanes Kodrad kepada Budy Hartono di dalam amplop cokelat dengan mengatakan, "Ini titip buat Pak Edy, informasinya surat izin akan ditandatangani malam ini".
Edy Sofyan lalu menemui Nurdin Basirun di Hotel Harmono Nagoya Batam dan di dalam kamar Nurdin Basirun, Edy Sofyan menyerahkan amplop uang tersebut sambil berkata, "Pak ini titipan Abu". Nurdin Basirun kemudian menerima amplop uang dari Edy Sofyan tersebut dan menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang dimohonkan Abu Bakar.
Ketiga, pemberian uang senilai 6.000 dolar Singapura terkait izin prinsip melakukan reklamasi. Menurut Budy Hartono, lokasi yang diinginkan Abu Bakar tidak masuk dalam 42 titik rencana Perda RZWP3K Kepulauan Riau. Lalu, agar permohonan lokasi baru diusulkan maka harus dilengkapi dengan data dukung reklamasi yang akan disiapkan staf Budy bernama Aulia.
Uang diserahkan pada 10 Juli 2019 saat perjalanan ke rumah Edy Sofyan dari Pelabuhan Feri Sri Bintan Tanjungpinang. Abu Bakar menyerahkan amplop kuning berisi uang sejumlah 6.000 dolar Singapura kepada Budy Hartono.
Dakwaan kedua, Nurdin terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000 yang berasal dari pengusaha dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) periode 2016-2019.
Pemberian dari pengusaha tersebut terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
Dakwaan ketiga, Nurdin dinilai terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp3.233.960.000, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dolar AS yang diperoleh sejak 2016-2019.
"Penerimaan itu ditemukan saat penggeledahan di ruangan kerja dan di rumah dinas terdakwa," kata jaksa Asri.
Atas tuntutan tersebut, Nurdin akan mengajukan pleidoi pada 2 April 2020.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: