Peneliti: Harga pangan naik, jangan hambat izin impor
18 Maret 2020 14:02 WIB
Ilustrasi - Pelabuhan bongkar muat kontainer, yang merupakan sarana penting untuk aktivitas impor, termasuk untuk komoditas pangan. (en.wikipedia.org)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Felippa Ann Amanta menyatakan bahwa kenaikan harga pangan sejumlah komoditas diharapkan jangan sampai membuat perizinan impor pangan terhambat karena dapat mempersulit upaya menekan harga pangan.
"Minimnya jumlah pasokan di pasaran serta penyebaran virus corona di berbagai negara, termasuk Indonesia, termasuk ke dalam dua faktor tingginya harga komoditas pangan. Namun impor yang diharapkan bisa menstabilkan harga di pasar domestik jangan sampai terhambat regulasi," kata Felippa Ann Amanta dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Felippa menjabarkan bahwa regulasi impor untuk komoditas pangan memang berbeda satu dengan lainnya, tetapi ada beberapa kesamaan yang berhubungan dengan rekomendasi dan izin impor. Untuk dapat impor, importir dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir (API) harus mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.
Untuk mendapat SPI, importir wajib mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian setelah memenuhi berbagai persyaratan, seperti bukti kepemilikan gudang berpendingin atau fasilitas lainnya. Untuk beberapa komoditas, importir harus mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Setelah transaksi, lanjut Felippa, importir harus mendapatkan Laporan Surveyor mengenai komoditas yang diimpornya sebagai dokumen kelengkapan kepabeanan. Kemudian bila komoditas yang diimpor masuk ke Indonesia, maka komoditas tersebut masih harus melewati pemeriksaan dari BPOM dan bea cukai.
Ia mengingatkan bahwa semua proses ini dapat berlangsung dalam waktu yang tidak singkat, antara jangka waktu satu hingga tiga bulan.
"Komoditas pangan strategis bahkan membutuhkan persetujuan pemerintah lewat rapat koordinasi atau rapat terbatas, misalnya saja untuk beras atau gula. Proses ini seringkali membuat Indonesia kehilangan momentum dalam mengimpor di saat harga internasional sedang murah. Belum lagi setelah barang sampai, dia masih harus melewati serangkaian proses pemeriksaan. Padahal stok sudah menipis dan harga di pasar sudah tinggi," jelas Felippa.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah sebaiknya dapat menyederhanakan proses penerbitan rekomendasi impor, terlebih pada situasi yang terbilang kritis seperti pada saat ini, belum lagi sebentar lagi merupakan periode menjelang Ramadhan hingga Idul Fitri.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah secara aktif melakukan monitoring atau pengawasan harga dan pasokan pangan secara rutin setiap pekan dalam rangka antisipasi ketersediaan pasokan pangan pokok untuk menghadapi Bencana Nasional COVID-19.
"Kita akan monitor terus. Pangan tidak boleh kurang, itu arahan Presiden," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rakortas pembahasan tentang Ketersediaan Pasokan Bahan Pangan Pokok bulan Maret-Agustus 2020 di Jakarta, Senin (16/2).
Menko Airlangga menjelaskan perkiraan ketersediaan dan kebutuhan beberapa bahan pangan pokok, terutama komoditas beras, jagung, daging sapi/kerbau, gula dan bawang putih dijamin cukup untuk memenuhi kebutuhan
Saat ini stok beras yang tersebar di gudang Perum Bulog, penggilingan dan pedagang mencapai 3,5 juta ton. Panen raya diperkirakan terjadi bulan Maret, April dan Mei mendatang sehingga pada akhir Mei 2020 akan terdapat stok beras sebesar 7,7 juta ton.
Sementara itu, stok jagung pada akhir Februari 2020 sebesar 661.000 ton dan panen bulan Maret diperkirakan mencapai 6,2 juta ton. Stabilisasi harga gula akan dilaksanakan dengan mendistribusikan gula sejumlah 20.000 ton oleh Perum BULOG dengan harga Rp10.500/kg.
"Selain itu, akan segera direalisasikan penyediaan gula konsumsi sejumlah 150.000 ton oleh BUMN yang ditugaskan," kata Menko Perekonomian.
Terkait ketersediaan bawang putih, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melaporkan pihaknya telah menerbitkan tambahan Persetujuan Impor (PI) sebesar 70.000 ton. Untuk stabilisasi harga daging, Mendag juga akan segera merealisasikan rencana impor daging kerbau sebesar 170.000 ton dan daging sapi sejumlah 120.000 ton.
Baca juga: Pemerintah disarankan segera realisasikan impor beras
Baca juga: Kementerian diminta tingkatkan koordinasi perizinan impor jaga pangan
"Minimnya jumlah pasokan di pasaran serta penyebaran virus corona di berbagai negara, termasuk Indonesia, termasuk ke dalam dua faktor tingginya harga komoditas pangan. Namun impor yang diharapkan bisa menstabilkan harga di pasar domestik jangan sampai terhambat regulasi," kata Felippa Ann Amanta dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Felippa menjabarkan bahwa regulasi impor untuk komoditas pangan memang berbeda satu dengan lainnya, tetapi ada beberapa kesamaan yang berhubungan dengan rekomendasi dan izin impor. Untuk dapat impor, importir dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir (API) harus mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.
Untuk mendapat SPI, importir wajib mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian setelah memenuhi berbagai persyaratan, seperti bukti kepemilikan gudang berpendingin atau fasilitas lainnya. Untuk beberapa komoditas, importir harus mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Setelah transaksi, lanjut Felippa, importir harus mendapatkan Laporan Surveyor mengenai komoditas yang diimpornya sebagai dokumen kelengkapan kepabeanan. Kemudian bila komoditas yang diimpor masuk ke Indonesia, maka komoditas tersebut masih harus melewati pemeriksaan dari BPOM dan bea cukai.
Ia mengingatkan bahwa semua proses ini dapat berlangsung dalam waktu yang tidak singkat, antara jangka waktu satu hingga tiga bulan.
"Komoditas pangan strategis bahkan membutuhkan persetujuan pemerintah lewat rapat koordinasi atau rapat terbatas, misalnya saja untuk beras atau gula. Proses ini seringkali membuat Indonesia kehilangan momentum dalam mengimpor di saat harga internasional sedang murah. Belum lagi setelah barang sampai, dia masih harus melewati serangkaian proses pemeriksaan. Padahal stok sudah menipis dan harga di pasar sudah tinggi," jelas Felippa.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah sebaiknya dapat menyederhanakan proses penerbitan rekomendasi impor, terlebih pada situasi yang terbilang kritis seperti pada saat ini, belum lagi sebentar lagi merupakan periode menjelang Ramadhan hingga Idul Fitri.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah secara aktif melakukan monitoring atau pengawasan harga dan pasokan pangan secara rutin setiap pekan dalam rangka antisipasi ketersediaan pasokan pangan pokok untuk menghadapi Bencana Nasional COVID-19.
"Kita akan monitor terus. Pangan tidak boleh kurang, itu arahan Presiden," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rakortas pembahasan tentang Ketersediaan Pasokan Bahan Pangan Pokok bulan Maret-Agustus 2020 di Jakarta, Senin (16/2).
Menko Airlangga menjelaskan perkiraan ketersediaan dan kebutuhan beberapa bahan pangan pokok, terutama komoditas beras, jagung, daging sapi/kerbau, gula dan bawang putih dijamin cukup untuk memenuhi kebutuhan
Saat ini stok beras yang tersebar di gudang Perum Bulog, penggilingan dan pedagang mencapai 3,5 juta ton. Panen raya diperkirakan terjadi bulan Maret, April dan Mei mendatang sehingga pada akhir Mei 2020 akan terdapat stok beras sebesar 7,7 juta ton.
Sementara itu, stok jagung pada akhir Februari 2020 sebesar 661.000 ton dan panen bulan Maret diperkirakan mencapai 6,2 juta ton. Stabilisasi harga gula akan dilaksanakan dengan mendistribusikan gula sejumlah 20.000 ton oleh Perum BULOG dengan harga Rp10.500/kg.
"Selain itu, akan segera direalisasikan penyediaan gula konsumsi sejumlah 150.000 ton oleh BUMN yang ditugaskan," kata Menko Perekonomian.
Terkait ketersediaan bawang putih, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melaporkan pihaknya telah menerbitkan tambahan Persetujuan Impor (PI) sebesar 70.000 ton. Untuk stabilisasi harga daging, Mendag juga akan segera merealisasikan rencana impor daging kerbau sebesar 170.000 ton dan daging sapi sejumlah 120.000 ton.
Baca juga: Pemerintah disarankan segera realisasikan impor beras
Baca juga: Kementerian diminta tingkatkan koordinasi perizinan impor jaga pangan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: