Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menilai bahwa pemberian insentif atau relaksasi pajak dalam stimulus kedua yang diberikan Pemerintah harus diperluas ke semua industri, tidak hanya pada sektor manufaktur saja.

"Pemerintah sudah mengeluarkan stimulus dan relaksasi, tentunya harapan kita itu pasti akan berdampak, tetapi kami ingin mengusulkan lagi ke pemerintah (relaksasi) itu bisa diperluas," kata Rosan di Menara Kadin Jakarta, Selasa.

Rosan mengakui bahwa pandemi COVID-19 di berbagai negara, termasuk Indonesia memang berdampak pada perekonomian, antara lain pada penurunan dari sisi produksi, pasokan dan permintaan.

Oleh karena itu, dunia usaha mengapresiasi terhadap kebijakan Pemerintah yang memberikan stimulus kedua melalui relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25), dan relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Stimulus insentif pajak tersebut berlaku selama enam bulan.

Namun demikian, stimulus relaksasi pajak itu seharusnya bisa diperluas tidak hanya untuk industri pengolahan atau manufaktur saja, melainkan pada sektor lain, terutama pariwisata yang saat ini tingkat huniannya (occupancy rate) menurun 20-30 persen.

"Kita ingin ini tidak hanya di bidang manufaktur saja tetapi di semua industri diperluas, pariwisata misalnya, yang 'occupancy ratenya' sekarang sudah turun 20 sampai 30 persen. Jadi semua di industri itu diperluas relaksasinya, bukan manufaktur saja," kata Rosan.

Selain itu, Rosan juga meminta agar pemerintah memberikan kemudahan pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk bisa mengakses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga yang lebih rendah, serta pembayaran yang bisa dimundurkan hingga 6 bulan.

Menurut dia, langkah tersebut dapat mengantisipasi perlambatan ekonomi pada tahun ini di tengah pandemi COVID-19 yang masih terjadi di Indonesia.

"Dalam rangka kita mengantisipasi penurunan perekonomian, perlambatan ekonomi karena kita belum tahu kapan ini akan berakhir. Yang kita butuhkan antisipasi secara baik, benar dan komprehensif," kata Rosan.

Baca juga: DJP nilai kebijakan relaksasi pajak tidak pengaruhi penerimaan
Baca juga: Aturan relaksasi pajak properti dinilai terlambat