Eijkman: Yang bergejala Covid-19 yang diperiksa
17 Maret 2020 21:39 WIB
Ilustrasi - Dokter laboratorium memeriksa sampel media pembawa virus Corona untuk penelitian di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (6/2/2020). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/aa.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan pemeriksaan terkait COVID-19 hanya dilakukan pada mereka yang mengalami gejala penyakit itu dan atau yang memiliki riwayat kontak dengan pasien positif COVID-19.
"Yang pasti sedapat mungkin mengandung kriteria ada kontak, ada gejala," kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Prof Amin Soebandrio kepada ANTARA, Jakarta, Selasa.
Menurut Amin, gejala yang ditunjukkan juga harus bersifat spesifik, bukan karena cuma demam saja, langsung minta periksa COVID-19.
"Jika tidak bergejala dan atau tidak memiliki riwayat kontak, maka tidak masuk kriteria mereka yang akan diambil spesimen atau usapan saluran pernapasan (swab) untuk deteksi COVID-19," katanya.
Baca juga: Tips isolasi mandiri COVID-19 di rumah
Baca juga: BNPB tunggu daerah tetapkan status terkait COVID-19
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV-2) pada manusia. Gejala infeksi COVID-19 yakni demam dengan suhu tubuh mulai 38 derajat celsius, batuk, sesak nafas dan pneumonia.
SARS-COV-2 dapat dideteksi pada usap saluran pernafasan atas pada penderita yang memiliki gejala demam yang disertai dengan salah satu atau lebih gejala berikut; batuk dan/atau pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas dan/atau pneumonia. Deteksi SARS-CoV-2 akan dilakukan secara molekular dengan menggunakan mesin PCR.
Menurut Amin, orang-orang tidak perlu berbondong-bondong mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan COVID1-9 sementara tidak mempunyai gejala spesifik atau kontak yang dialami.
"Sekarang kan orang cenderung hanya kepengen tahu saja kalau dirinya ketularan atau tidak sebenarnya, padahal tidak relevan dengan COVID-nya sendiri. Kalau gejalanya sudah khas atau lebih berat walaupun tidak ada riwayat kontak itu bisa diperiksa," ujarnya.
Baca juga: DKI tambah 300 tempat tidur untuk tangani pasien COVID-19
Baca juga: RSPI imbau warga tak berbondong-bondong periksa ke RS rujukan COVID-19
Sementara jika ada yang memiliki riwayat kontak seperti kontak dengan terduga atau "suspect" COVID-19 tapi tidak mempunyai gejala COVID-19, maka sebaiknya melakukan karantina mandiri di rumah.
"Kalau tidak ada gejala sampai 14 hari mungkin setelah 14 hari mau dipastikan ada atau tidak virus, baru bisa diperiksa," tuturnya.
Amin mengimbau masyarakat untuk tidak panik tetapi mengikuti dengan baik arahan terkait pemeriksaan COVID-19. Jika tidak bergejala COVID-19 dan atau tidak ada kontak, maka pemeriksaan tidak perlu dilakukan.
"Tidak usah (periksa COVID-19) kalau tidak ada gejala, tidak ada kontak. Jangan hanya kepengen dapat hasil ini kayak keterangan bebas virs corona, itu tidak bisa," ujarnya.
Utamanya kalau mengalami demam, batuk dan sesak nafas, dapat segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan COVID-19.
Baca juga: ITD Unair Surabaya temukan enam spesimen positif COVID-19
Baca juga: Indonesia larang masuk pendatang dari delapan negara
Sementara Deputi Kepala Bidang Penelitian Translasional Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David H Muljono menuturkan pada prinsipnya tidak semua orang sehat lalu memeriksakan diri untuk deteksi COVID-19.
Pemeriksaan spesimen untuk deteksi COVID-19 yang dilakukan Lembaga Eijkman dan lembaga lain yang ditunjuk pemerintah, bersifat gratis, karena pembiayaan ditanggung pemerintah. Uji spesimen untuk deteksi virus corona berkisar Rp700-an ribu sampai Rp2 jutaan.
David mengatakan pemeriksaan spesimen untuk deteksi virus corona hanya dilakukan bagi mereka yang memiliki indikasi medis COVID-19.
Oleh karena itu, di tengah krisis virus corona ini, seluruh masyarakat apalagi yang sehat tidak lantas berduyun-duyun datang ke rumah sakit untuk minta diperiksa terkait COVID-19.
"Supaya tidak semua orang panik dan demam lalu minta periksakan diri, harus ada indikasi medis," ujarnya.
Adapun empat status orang terkait risiko virus corona yang menyebabkan COVID-19, yakni pertama, orang dalam pemantauan (ODP). ODP adalah semua orang yang datang dari daerah wabah COVID-19 atau yang memiliki kasus positif COVID-19 masuk ke Indonesia.
Kedua, pasien dalam pengawasan (PDP) adalah ODP yang mengalami keluhan gejala COVID-19 , lalu menjalani menjalani perawatan.
Ketiga, "suspect" yakni PDP yang memiliki riwayat kontak dengan orang positif COVID-19.
Keempat, "confirmed" positif COVID-19 yakni "suspect" yang telah melalui serangkaian pemeriksaan dinyatakan terinfeksi virus corona penyebab COVID-19.
Baca juga: Menaker minta pemda lindungi buruh dari COVID-19
Baca juga: Pemerintah: RS negeri-swasta siap menanggulangi COVID-19
Baca juga: Kemenko Perekonomian serahkan keputusan "lockdown" ke pemerintah
"Yang pasti sedapat mungkin mengandung kriteria ada kontak, ada gejala," kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Prof Amin Soebandrio kepada ANTARA, Jakarta, Selasa.
Menurut Amin, gejala yang ditunjukkan juga harus bersifat spesifik, bukan karena cuma demam saja, langsung minta periksa COVID-19.
"Jika tidak bergejala dan atau tidak memiliki riwayat kontak, maka tidak masuk kriteria mereka yang akan diambil spesimen atau usapan saluran pernapasan (swab) untuk deteksi COVID-19," katanya.
Baca juga: Tips isolasi mandiri COVID-19 di rumah
Baca juga: BNPB tunggu daerah tetapkan status terkait COVID-19
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV-2) pada manusia. Gejala infeksi COVID-19 yakni demam dengan suhu tubuh mulai 38 derajat celsius, batuk, sesak nafas dan pneumonia.
SARS-COV-2 dapat dideteksi pada usap saluran pernafasan atas pada penderita yang memiliki gejala demam yang disertai dengan salah satu atau lebih gejala berikut; batuk dan/atau pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas dan/atau pneumonia. Deteksi SARS-CoV-2 akan dilakukan secara molekular dengan menggunakan mesin PCR.
Menurut Amin, orang-orang tidak perlu berbondong-bondong mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan COVID1-9 sementara tidak mempunyai gejala spesifik atau kontak yang dialami.
"Sekarang kan orang cenderung hanya kepengen tahu saja kalau dirinya ketularan atau tidak sebenarnya, padahal tidak relevan dengan COVID-nya sendiri. Kalau gejalanya sudah khas atau lebih berat walaupun tidak ada riwayat kontak itu bisa diperiksa," ujarnya.
Baca juga: DKI tambah 300 tempat tidur untuk tangani pasien COVID-19
Baca juga: RSPI imbau warga tak berbondong-bondong periksa ke RS rujukan COVID-19
Sementara jika ada yang memiliki riwayat kontak seperti kontak dengan terduga atau "suspect" COVID-19 tapi tidak mempunyai gejala COVID-19, maka sebaiknya melakukan karantina mandiri di rumah.
"Kalau tidak ada gejala sampai 14 hari mungkin setelah 14 hari mau dipastikan ada atau tidak virus, baru bisa diperiksa," tuturnya.
Amin mengimbau masyarakat untuk tidak panik tetapi mengikuti dengan baik arahan terkait pemeriksaan COVID-19. Jika tidak bergejala COVID-19 dan atau tidak ada kontak, maka pemeriksaan tidak perlu dilakukan.
"Tidak usah (periksa COVID-19) kalau tidak ada gejala, tidak ada kontak. Jangan hanya kepengen dapat hasil ini kayak keterangan bebas virs corona, itu tidak bisa," ujarnya.
Utamanya kalau mengalami demam, batuk dan sesak nafas, dapat segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan COVID-19.
Baca juga: ITD Unair Surabaya temukan enam spesimen positif COVID-19
Baca juga: Indonesia larang masuk pendatang dari delapan negara
Sementara Deputi Kepala Bidang Penelitian Translasional Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David H Muljono menuturkan pada prinsipnya tidak semua orang sehat lalu memeriksakan diri untuk deteksi COVID-19.
Pemeriksaan spesimen untuk deteksi COVID-19 yang dilakukan Lembaga Eijkman dan lembaga lain yang ditunjuk pemerintah, bersifat gratis, karena pembiayaan ditanggung pemerintah. Uji spesimen untuk deteksi virus corona berkisar Rp700-an ribu sampai Rp2 jutaan.
David mengatakan pemeriksaan spesimen untuk deteksi virus corona hanya dilakukan bagi mereka yang memiliki indikasi medis COVID-19.
Oleh karena itu, di tengah krisis virus corona ini, seluruh masyarakat apalagi yang sehat tidak lantas berduyun-duyun datang ke rumah sakit untuk minta diperiksa terkait COVID-19.
"Supaya tidak semua orang panik dan demam lalu minta periksakan diri, harus ada indikasi medis," ujarnya.
Adapun empat status orang terkait risiko virus corona yang menyebabkan COVID-19, yakni pertama, orang dalam pemantauan (ODP). ODP adalah semua orang yang datang dari daerah wabah COVID-19 atau yang memiliki kasus positif COVID-19 masuk ke Indonesia.
Kedua, pasien dalam pengawasan (PDP) adalah ODP yang mengalami keluhan gejala COVID-19 , lalu menjalani menjalani perawatan.
Ketiga, "suspect" yakni PDP yang memiliki riwayat kontak dengan orang positif COVID-19.
Keempat, "confirmed" positif COVID-19 yakni "suspect" yang telah melalui serangkaian pemeriksaan dinyatakan terinfeksi virus corona penyebab COVID-19.
Baca juga: Menaker minta pemda lindungi buruh dari COVID-19
Baca juga: Pemerintah: RS negeri-swasta siap menanggulangi COVID-19
Baca juga: Kemenko Perekonomian serahkan keputusan "lockdown" ke pemerintah
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: