MUI: Pemerintah yang berwenang larang ibadah jamaah terkait COVID-19
17 Maret 2020 14:39 WIB
Umat muslim melakukan shalat sunnat berjamaah ketika itikaf di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur, Rabu (6/6/2018). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama/aa.
Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa pemerintah lah yang berwenang melarang kegiatan ibadah berjamaah di masjid atau mushala guna mencegah penyebaran virus corona penyebab penyakit COVID-19.
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah mengatakan bahwa MUI hanya menyampaikan fatwa berkenaan dengan pelaksanaan ibadah pada masa wabah COVID-19, tapi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur pelarangan ibadah berjamaah di daerah tertentu.
"Saya kira fatwa itu harus menjadi pedoman pemerintah di sini, dalam rangka pemerintah mengambil satu tindakan bahkan menetapkan mana-mana daerah atau kawasan yang sudah masa gawat darurat tingkat penyebaran virus corona ini," katanya dalam konferensi pers di Kantor MUI Jakarta, Selasa.
"Jadi itu pemerintah yang berwenang yang punya kompetensi. Masjid misalnya, daerah masjid di mana, kawasan mana yang tingkat penyebaran virus coronanya sudah sedemikian tidak terkendali," ia menambahkan.
Hasanuddin mengatakan bahwa situasi penularan COVID-19 di setiap daerah berbeda dan pemerintah daerah yang lebih tahu kondisi wilayahnya yang bisa menentukan perlunya pelarangan ibadah berjamaah di tempat-tempat ibadah guna menekan risiko penularan penyakit tersebut.
"Ada yang terkendali, ada yang tidak terkendali. Itulah fungsi, peran, kompetensi pemerintah, negara di sini," katanya.
"Jadi ini pihak yang berkompeten yang menetapkan daerah-daerah kawasan mana yang penyebaran virus coronanya sudah sedemikian rupa tidak terkendali," ia menambahkan.
Ia mengatakan bahwa di daerah tempat penularan COVID-19 sudah susah dikendalikan, kegiatan majelis-majelis taklim, shalat tarawih, shalat berjamaah, dan shalat Jumat sudah dinyatakan dilarang.
MUI sudah mengeluarkan fatwa mengenai pelaksanaan ibadah semasa wabah COVID-19.
Menurut fatwa MUI, orang yang telah terpapar virus corona wajib menjaga dan mengisolasi diri supaya tidak menularkan virus kepada orang lain. Baginya shalat Jumat bisa diganti shalat dzuhur di kediaman karena shalat Jumat melibatkan banyak sehingga peluang virus menular tinggi.
Sedangkan orang sehat dan belum diketahui atau diyakini terpapar COVID-19 yang berada di kawasan dengan potensi penularan tinggi menurut pihak berwenang, menurut fatwa MUI, boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat dzuhur di kediaman serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu dan tarawih di masjid.
Dalam hal orang tersebut berada di kawasan dengan potensi penularan rendah berdasar ketetapan pihak berwenang maka menurut fatwa MUI dia tetap wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasa dan menjaga diri agar terhindar dari penularan virus corona penyebab COVID-19.
Baca juga:
MUI serahkan fatwa terkait COVID-19 ke DMI
MUI: Wajib isolasi diri untuk hindari penularan COVID-19
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah mengatakan bahwa MUI hanya menyampaikan fatwa berkenaan dengan pelaksanaan ibadah pada masa wabah COVID-19, tapi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur pelarangan ibadah berjamaah di daerah tertentu.
"Saya kira fatwa itu harus menjadi pedoman pemerintah di sini, dalam rangka pemerintah mengambil satu tindakan bahkan menetapkan mana-mana daerah atau kawasan yang sudah masa gawat darurat tingkat penyebaran virus corona ini," katanya dalam konferensi pers di Kantor MUI Jakarta, Selasa.
"Jadi itu pemerintah yang berwenang yang punya kompetensi. Masjid misalnya, daerah masjid di mana, kawasan mana yang tingkat penyebaran virus coronanya sudah sedemikian tidak terkendali," ia menambahkan.
Hasanuddin mengatakan bahwa situasi penularan COVID-19 di setiap daerah berbeda dan pemerintah daerah yang lebih tahu kondisi wilayahnya yang bisa menentukan perlunya pelarangan ibadah berjamaah di tempat-tempat ibadah guna menekan risiko penularan penyakit tersebut.
"Ada yang terkendali, ada yang tidak terkendali. Itulah fungsi, peran, kompetensi pemerintah, negara di sini," katanya.
"Jadi ini pihak yang berkompeten yang menetapkan daerah-daerah kawasan mana yang penyebaran virus coronanya sudah sedemikian rupa tidak terkendali," ia menambahkan.
Ia mengatakan bahwa di daerah tempat penularan COVID-19 sudah susah dikendalikan, kegiatan majelis-majelis taklim, shalat tarawih, shalat berjamaah, dan shalat Jumat sudah dinyatakan dilarang.
MUI sudah mengeluarkan fatwa mengenai pelaksanaan ibadah semasa wabah COVID-19.
Menurut fatwa MUI, orang yang telah terpapar virus corona wajib menjaga dan mengisolasi diri supaya tidak menularkan virus kepada orang lain. Baginya shalat Jumat bisa diganti shalat dzuhur di kediaman karena shalat Jumat melibatkan banyak sehingga peluang virus menular tinggi.
Sedangkan orang sehat dan belum diketahui atau diyakini terpapar COVID-19 yang berada di kawasan dengan potensi penularan tinggi menurut pihak berwenang, menurut fatwa MUI, boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat dzuhur di kediaman serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu dan tarawih di masjid.
Dalam hal orang tersebut berada di kawasan dengan potensi penularan rendah berdasar ketetapan pihak berwenang maka menurut fatwa MUI dia tetap wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasa dan menjaga diri agar terhindar dari penularan virus corona penyebab COVID-19.
Baca juga:
MUI serahkan fatwa terkait COVID-19 ke DMI
MUI: Wajib isolasi diri untuk hindari penularan COVID-19
Pewarta: Katriana
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: