Asosiasi Hortikultura harapkan tidak ada monopoli kuota impor buah
16 Maret 2020 09:49 WIB
Warga melintas di dekat jeruk impor yang dijual di kawasan Glodok, Jakarta Barat, Senin (27/1/2020). Kementerian Pertanian akan memperketat pintu masuk impor beberapa jenis makanan termasuk buah-buahan dari daerah atau negara tertentu yang kemungkinan terkontaminasi virus corona sebagai upaya pencegahan penyebaran virus tersebut. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama
Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia Anton Muslim Arbi mengharapkan tidak ada monopoli kuota impor buah dari Australia yang dikeluhkan oleh eksportir dari negara tersebut.
Anton dalam pernyataan di Jakarta, Senin, mengaku telah menerima informasi adanya impor buah yang kurang transparan dan kuota diberikan kepada beberapa perusahaan dengan pemilik yang sama.
"Tidak boleh misalnya kuota itu diberikan hanya perusahaan pemiliknya satu. Kalau perusahaan pemiliknya satu orang, itu kan bisa dikatakan kartel," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus lebih terbuka dan menjelaskan proses pemberian kuota impor buah tersebut untuk menghilangkan tuduhan adanya monopoli.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa ada eksportir buah anggur asal Australia yang mengeluhkan pemberian kuota impor kepada empat perusahaan di Indonesia dengan pemilik yang sama.
Pemilik tersebut bahkan diduga menjual kuotanya kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan dugaan monopoli itu harus diusut karena bisa mengganggu proses kelangsungan bisnis ekspor impor buah dari Australia.
Pengusutan ini juga penting karena kinerja perdagangan internasional saat ini sedang terdisrupsi oleh penyebaran wabah COVID-19.
"WTO memang sangat ketat soal aturan-aturan, jadi memang pemerintah harus tindaklanjuti informasi ini," katanya.
Menurut dia, kejadian ini bisa menjadi momen untuk mengevaluasi sistem kuota impor yang masih menimbulkan persaingan tidak sehat dan menimbulkan moral hazard.
"Supply buah impor terganggu, malah ada dugaan kuota ini dikelola pihak tertentu, ini namanya memancing di air keruh," kata Enny.
Ia mengusulkan adanya sistem tarif impor yang dapat membuat iklim usaha lebih kompetitif dibandingkan sistem kuota yang berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Sebelumnya, Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Liliek Srie Utami mengatakan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) telah diproses secara elektronik untuk semua pemohon.
Pemrosesan tersebut sudah sesuai ketentuan berdasarkan Permentan Nomor 39 Tahun 2019 jo Permentan Nomor 02 Tahun 2020.
"Proses pemberian RIPH dilakukan secara transparan dan dapat dipantau secara online," kata Liliek.
Khusus untuk impor buah anggur, RIPH yang sudah diterbitkan hingga 12 Maret 2020 telah mencapai 26.470 ton.
Baca juga: Asosiasi Hortikultura harapkan izin impor bawang putih cepat keluar
Baca juga: Asosiasi Hortikultura harapkan kompetisi sehat dalam pemberian RIPH
Baca juga: Kementan alokasikan Rp220 miliar kembangkan kawasan bawang putih
Anton dalam pernyataan di Jakarta, Senin, mengaku telah menerima informasi adanya impor buah yang kurang transparan dan kuota diberikan kepada beberapa perusahaan dengan pemilik yang sama.
"Tidak boleh misalnya kuota itu diberikan hanya perusahaan pemiliknya satu. Kalau perusahaan pemiliknya satu orang, itu kan bisa dikatakan kartel," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus lebih terbuka dan menjelaskan proses pemberian kuota impor buah tersebut untuk menghilangkan tuduhan adanya monopoli.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa ada eksportir buah anggur asal Australia yang mengeluhkan pemberian kuota impor kepada empat perusahaan di Indonesia dengan pemilik yang sama.
Pemilik tersebut bahkan diduga menjual kuotanya kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan dugaan monopoli itu harus diusut karena bisa mengganggu proses kelangsungan bisnis ekspor impor buah dari Australia.
Pengusutan ini juga penting karena kinerja perdagangan internasional saat ini sedang terdisrupsi oleh penyebaran wabah COVID-19.
"WTO memang sangat ketat soal aturan-aturan, jadi memang pemerintah harus tindaklanjuti informasi ini," katanya.
Menurut dia, kejadian ini bisa menjadi momen untuk mengevaluasi sistem kuota impor yang masih menimbulkan persaingan tidak sehat dan menimbulkan moral hazard.
"Supply buah impor terganggu, malah ada dugaan kuota ini dikelola pihak tertentu, ini namanya memancing di air keruh," kata Enny.
Ia mengusulkan adanya sistem tarif impor yang dapat membuat iklim usaha lebih kompetitif dibandingkan sistem kuota yang berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Sebelumnya, Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Liliek Srie Utami mengatakan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) telah diproses secara elektronik untuk semua pemohon.
Pemrosesan tersebut sudah sesuai ketentuan berdasarkan Permentan Nomor 39 Tahun 2019 jo Permentan Nomor 02 Tahun 2020.
"Proses pemberian RIPH dilakukan secara transparan dan dapat dipantau secara online," kata Liliek.
Khusus untuk impor buah anggur, RIPH yang sudah diterbitkan hingga 12 Maret 2020 telah mencapai 26.470 ton.
Baca juga: Asosiasi Hortikultura harapkan izin impor bawang putih cepat keluar
Baca juga: Asosiasi Hortikultura harapkan kompetisi sehat dalam pemberian RIPH
Baca juga: Kementan alokasikan Rp220 miliar kembangkan kawasan bawang putih
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: