Fenomena Sengkayan landa perairan Donggala
14 Maret 2020 22:49 WIB
Fenomena Sengkayan atau waterspout terjadi di perairan Kabupaten Donggala, sulawesi Tengah, Sabtu (14/3/2020). (ANTARA/HO-Netizen)
Palu (ANTARA) - Fenomena sengkayan atau 'waterspout' melanda perairan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/3) sore namun tidak menimbulkan korban jiwa.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Al-Jufri Palu, Nur Alim, di Palu, Sabtu malam membenarkan fenomena itu terjadi di perairan Donggala atau laut Sulawesi berlangsung selama 30 menit pada pukul 15.30 WITA hingga 16.00 WITA.
"Ke depannya tidak dapat dipastikan apakah akan terjadi dan di mana letak lokasinya, sebab ini fenomena alam," ungkap Alim.
Dia menjelaskan, fenomena 'waterspout' biasanya disebabkan oleh adanya awan cumulonimbus di atas perairan. Awan kumulonimbus dapat tumbuh dikarenakan kondisi perairan lebih hangat dari biasanya.
Seperti kondisi labilitas atmosfer melebihi ambang batas tertentu yang mengindikasikan udara sangat tidak stabil dan kondisi angin di sekitarnya.
Menurut dia, 'waterspout' kecil kemungkinan masuk ke wilayah daratan, karena fenomena tersebut hanya terjadi di wilayah perairan, berbeda dengan angin puting beliung pada umumnya yang biasa merusak bangunan atau rumah penduduk.
Olehnya, masyarakat khususnya nelayan di Provinsi itu diimbau agar tetap waspada tiga hingga tujuh hari ke depan karena kondisi cuaca tidak menentu.
"Tetapi tidak semua awan cumulonimbus dapat menimbulkan fenomena serupa, ada kondisi tertentu lain yang menyebabkan terjadinya fenomena sengkayan," kata Alim menambahkan.
Awan yang berbetuk corong akibat gerakan angin yang berputar merupakan sebuah tornado non-supersel di atas air terpantau terjadi di tiga titik perairan Donggala.
Dia memaparkan, fenomena angin puting beliung umumnya terjadi pada periode masa transisi atau peralihan musim, namun pada beberapa kasus dapat terjadi di luar periode tersebut, tergantung pada kondisi atmosfer setempat.
"kebanyakan terjadi di wilayah tropis dan subtropis dan angin ini sering terjadi di atas perairan dan fenomena serupa juga pernah terjadi di Sulawesi Tengah," katanya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Al-Jufri Palu, Nur Alim, di Palu, Sabtu malam membenarkan fenomena itu terjadi di perairan Donggala atau laut Sulawesi berlangsung selama 30 menit pada pukul 15.30 WITA hingga 16.00 WITA.
"Ke depannya tidak dapat dipastikan apakah akan terjadi dan di mana letak lokasinya, sebab ini fenomena alam," ungkap Alim.
Dia menjelaskan, fenomena 'waterspout' biasanya disebabkan oleh adanya awan cumulonimbus di atas perairan. Awan kumulonimbus dapat tumbuh dikarenakan kondisi perairan lebih hangat dari biasanya.
Seperti kondisi labilitas atmosfer melebihi ambang batas tertentu yang mengindikasikan udara sangat tidak stabil dan kondisi angin di sekitarnya.
Menurut dia, 'waterspout' kecil kemungkinan masuk ke wilayah daratan, karena fenomena tersebut hanya terjadi di wilayah perairan, berbeda dengan angin puting beliung pada umumnya yang biasa merusak bangunan atau rumah penduduk.
Olehnya, masyarakat khususnya nelayan di Provinsi itu diimbau agar tetap waspada tiga hingga tujuh hari ke depan karena kondisi cuaca tidak menentu.
"Tetapi tidak semua awan cumulonimbus dapat menimbulkan fenomena serupa, ada kondisi tertentu lain yang menyebabkan terjadinya fenomena sengkayan," kata Alim menambahkan.
Awan yang berbetuk corong akibat gerakan angin yang berputar merupakan sebuah tornado non-supersel di atas air terpantau terjadi di tiga titik perairan Donggala.
Dia memaparkan, fenomena angin puting beliung umumnya terjadi pada periode masa transisi atau peralihan musim, namun pada beberapa kasus dapat terjadi di luar periode tersebut, tergantung pada kondisi atmosfer setempat.
"kebanyakan terjadi di wilayah tropis dan subtropis dan angin ini sering terjadi di atas perairan dan fenomena serupa juga pernah terjadi di Sulawesi Tengah," katanya.
Pewarta: Muhammad Hajiji/Moh Ridwan
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: