Pemerintah umumkan stimulus pajak pekerja dan industri Rp22,9 triliun
13 Maret 2020 14:19 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (empat dari kanan) saat memaparkan stimulus fiskal jilid II di Jakarta, Jumat (13/3/2020). ANTARA/Dewa Wiguna
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengumumkan stimulus fiskal berupa penanggungan pajak penghasilan bagi pekerja sektor manufaktur, relaksasi pajak penghasilan untuk kegiatan ekspor dan impor, serta relaksasi restitusi pajak pertambahan dengan nilai mencapai Rp22,9 triliun.
"Relaksasi ini kami berikan selama enam bulan, mulai April sampai nanti September 2020," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengumumkan stimulus kedua penanganan dampak wabah virus COVID-19 di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pemerintah tanggung PPh Pasal 21 industri manufaktur selama enam bulan
Menteri Keuangan membeberkan relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 akan ditanggung pemerintah 100 persen bagi pekerja sektor industri pengolahan atau manufaktur dengan besaran penghasilan sampai dengan Rp200 juta dan nilai yang ditanggung pemerintah mencapai Rp8,6 triliun.
"Kita berharap tentu dengan Rp8,6 triliun itu akan menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan atau perusahaan yang mendapatkan tekanan cashflow-nya bisa menurun tanpa harus menambah pajak di dalam komponen gajinya," imbuhnya.
Stimulus kedua, lanjut dia, relaksasi PPh Pasal 22 Impor barang baku kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak kawasan industri tujuan ekspor (KITE) dan non-KITE untuk industri kecil dan menengah (IKM).
Adapun besaran penundaan untuk relaksasi ini diperkirakan mencapai Rp8,15 triliun. Kemudian stimulus ketiga yakni pengurangan PPh Pasal 25 untuk korporasi sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE dan non-KITE untuk industri kecil menengah (IKM) dengan nilai penundaan sebesar Rp4,2 triliun.
"Namanya, penundaan karena itu kewajiban satu tahun perusahaan yang dicicil tiap bulan. Kalau sekarang mereka tidak harus cicil jadi mereka tidak perlu sediakan cash untuk bayar itu tapi nanti akhir tahun. Jika kondisi masih sangat rendah, mereka tidak perlu bayar," katanya.
Stimulus keempat yakni restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk perusahaan yang melakukan ekspor kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE dan non-KITE untuk IKM dengan besaran restitusi mencapai Rp1,97 triliun.
"Eksportir, kami tidak berikan batasan, restitusi dipercepat bahkan tanpa audit awal kalau noneksportir, kami beri batasan sampai Rp5 miliar," katanya.
Kementerian Keuangan, lanjut dia, bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan kementerian terkait lain akan terus mengkaji langkah lain termasuk bea masuk.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan untuk kebijakan stimulus satu dan dua total anggaran mencapai Rp158,2 triliun.
Sebelumnya, pada stimulus pertama untuk sektor pariwisata besarannya mencapai Rp10,3 triliun. Sedangkan Rp125 triliun merupakan angka pelebaran defisit anggaran sebesar 0,8 persen.
Baca juga: BI tekankan bauran kebijakan nasional untuk jaga stabilitas ekonomi RI
Baca juga: Sri Mulyani naikkan batas maksimal restitusi pajak hingga Rp5 miliar
"Relaksasi ini kami berikan selama enam bulan, mulai April sampai nanti September 2020," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengumumkan stimulus kedua penanganan dampak wabah virus COVID-19 di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pemerintah tanggung PPh Pasal 21 industri manufaktur selama enam bulan
Menteri Keuangan membeberkan relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 akan ditanggung pemerintah 100 persen bagi pekerja sektor industri pengolahan atau manufaktur dengan besaran penghasilan sampai dengan Rp200 juta dan nilai yang ditanggung pemerintah mencapai Rp8,6 triliun.
"Kita berharap tentu dengan Rp8,6 triliun itu akan menambah daya beli masyarakat, terutama karyawan atau perusahaan yang mendapatkan tekanan cashflow-nya bisa menurun tanpa harus menambah pajak di dalam komponen gajinya," imbuhnya.
Stimulus kedua, lanjut dia, relaksasi PPh Pasal 22 Impor barang baku kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak kawasan industri tujuan ekspor (KITE) dan non-KITE untuk industri kecil dan menengah (IKM).
Adapun besaran penundaan untuk relaksasi ini diperkirakan mencapai Rp8,15 triliun. Kemudian stimulus ketiga yakni pengurangan PPh Pasal 25 untuk korporasi sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE dan non-KITE untuk industri kecil menengah (IKM) dengan nilai penundaan sebesar Rp4,2 triliun.
"Namanya, penundaan karena itu kewajiban satu tahun perusahaan yang dicicil tiap bulan. Kalau sekarang mereka tidak harus cicil jadi mereka tidak perlu sediakan cash untuk bayar itu tapi nanti akhir tahun. Jika kondisi masih sangat rendah, mereka tidak perlu bayar," katanya.
Stimulus keempat yakni restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk perusahaan yang melakukan ekspor kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE dan non-KITE untuk IKM dengan besaran restitusi mencapai Rp1,97 triliun.
"Eksportir, kami tidak berikan batasan, restitusi dipercepat bahkan tanpa audit awal kalau noneksportir, kami beri batasan sampai Rp5 miliar," katanya.
Kementerian Keuangan, lanjut dia, bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan kementerian terkait lain akan terus mengkaji langkah lain termasuk bea masuk.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan untuk kebijakan stimulus satu dan dua total anggaran mencapai Rp158,2 triliun.
Sebelumnya, pada stimulus pertama untuk sektor pariwisata besarannya mencapai Rp10,3 triliun. Sedangkan Rp125 triliun merupakan angka pelebaran defisit anggaran sebesar 0,8 persen.
Baca juga: BI tekankan bauran kebijakan nasional untuk jaga stabilitas ekonomi RI
Baca juga: Sri Mulyani naikkan batas maksimal restitusi pajak hingga Rp5 miliar
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: