Jakarta (ANTARA) - Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) mendukung Omnibus Law rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja, namun meminta sejumlah kewenangan pemerintah kabupaten yang ditarik ke provinsi untuk dikembalikan lagi ke bupati, kata Ketua Umum Lukman Said usai menemui Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Jakarta, Jumat.

"Kami datang mendukung pertama adalah RUU Omnibus Law, (Asosiasi DPRD) kabupaten se-Indonesia akan memberikan masukan kepada negara sebelum disahkan DPR RI tentang kelemahan RUU Omnibus Law. Pada prinsipnya kami mendukung RUU Omnibus Law," kata Lukman Said di Kantor Wapres Jakarta, Jumat.

Baca juga: Kadin: Omnibus Law ditunggu investor di tengah kekhawatiran COVID-19

Baca juga: Buka Munas ADEKSI, Wapres: Omnibus Law tak hilangkan otonomi daerah

Baca juga: Mahfud: Kritisi Omnibus Law boleh, curiga berlebihan jangan


Meskipun mengaku mendukung penyederhanaan berbagai UU di dalam RUU Omnibus Law, Lukman menuntut agar Pemerintah mengembalikan lagi sejumlah wewenang bupati dalam memberikan izin dan rekomendasi.

"Tidak bisa (izin bupati dikurangi), tidak bisa dihapuskan, itu mengurangi kekuasaan otonomi. Itu juga satu masukan kami. Misalnya, HPH (hak pengusahaan hutan), HPH itu memang kewenangan pusat, karena itu hutan itu tidak otonomi. Tetapi sebelum membuka HPH, itu ada rekomendasi dari bupati, tidak bisa keluar (tanpa rekomendasi) itu," kata Lukman.

Selain itu, dia juga meminta wewenang bupati yang digantikan oleh gubernur, terutama terkait rekomendasi galian golongan C dan penanaman kembali lahan bekas kelapa sawit, dikembalikan ke pemerintah kabupaten.

"Misalnya rekomendasi, sekarang kan rekomendasi tentang galian C itu bukan bupati lagi lho, tapi provinsi. Ya kembalikan ke kabupaten, jangan ke provinsi. Ini berdampak sekali, berpengaruh sekali, itu memotong (APBD)," jelasnya.

Dia mencontohkan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur mengalami pengurangan pendapatan hingga Rp4 triliun akibat rekomendasi galian C tidak lagi menjadi wewenang pemkab.

"Kabupaten Kutai Kartanegara, dari Rp7 triliun APBD-nya, tinggal Rp3 triliun. Itu pengaruh sekali, itu memotong. Itu untuk kepentingan daerah," tambahnya.

Begitu juga terkait penanaman kembali lahan bekas kelapa sawit. Lukman mengatakan dengan hilangnya kewenangan izin replanting di bupati, pemkab mengalami kerugian karena sebelumnya telah memberikan izin pembangunan jalan dan akses di lahan perkebunan kelapa sawit.

"Kami yang memberikan rekomendasi, kami yang membikinkan jalan, tapi tidak dapat pula. Jadi itu bagi kami, kami tidak dapat apa-apa, tidak bisa dibuatkan perda tanam buah segar, negara ambil itu. Itu tidak otonom," ujarnya.