ESDM: Minat investor berikan pendanaan EBT tinggi
9 Maret 2020 18:26 WIB
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris memberikan keterangan di sela loka karya energi baru terbarukan 2020 dan penandatanganan MoU untuk pengembangan PLTS di Labuan Bajo, Jakarta, Senin (9/3/2020). ANTARA/Zubi Mahrofi/am.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM menyampaikan bahwa minat investor memberikan pendanaan untuk pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih cukup tinggi.
"Orang yang mau masuk pendanaan untuk EBT banyak. Tapi kembali lagi ke kita, ketika proyek ditawarkan, mereka juga melihat risikonya. Nah di situ baru mereka putuskan," ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris di Jakarta, Senin.
Pemerintah, lanjut dia, juga sudah memberikan insentif untuk mendorong pengembangan EBT di dalam negeri, salah satunya berupa pemberian tax holiday, tax allowance, dan bea masuk.
Ia menambahkan pihaknya juga sedang mengevaluasi regulasi-regulasi yang menghambat serta membuat mendorong Peraturan Presiden untuk segera dilakukan perbaikan regulasi energi baru terbarukan (EBT).
"Regulasi juga punya peranan untuk mendorong EBT. Kita telah evaluasi regulasi yang sebelumnya, dan mencoba membuat regulasi yang baru, inilah yang sekarang kita berproses dengan rencana Perpres," katanya.
Ia mengemukakan dalam rancangan Perpres itu pihaknya sudah memasukkan beberapa pasal-pasal yang berkaitan dengan Kementerian lain untuk mendukung pengembangan EBT.
"Terakhir kita sudah rapat di Setneg untuk melihat urgensi dari regulasi ini, dan dalam pertemuan itu disetujui untuk bisa terus kita lanjutkan pembahasan terkait dengan Perpres. Ini masih akan ada langkah lanjutan lagi untuk bahas dengan Kementerian atau Lembaga terkait," katanya.
Harris mengatakan pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan pemanfaatan EBT di dalam negeri, hal itu sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris pada tahun 2016 untuk mengurangi setidaknya 29 persen emisi CO2 dari Bisnis sebagai tingkat yang biasa atau upaya sendiri pada tahun 2030 atau mengurangi 41 persen dengan dukungan internasional.
"Bagaimana kita mengurangi pemanfaatan energi yang menghasilkan banyak emisi, yaitu dengan mengurangi pemanfaatan minyak, batubara, tapi kita tingkatkan juga pemanfaatan 'renewable energy' yang emisinya lebih rendah atau bahkan tidak ada," katanya.
Harris menyampaikan terdapat 75 kontrak pembangkit EBT di Indonesia, namun diakuinya belum semua kontrak bisa diimplementasikan.
"Ada yang memang disiapkan sungguh-sungguh sehingga bagus, ada juga yang mungkin belum dipersiapkan secara baik sehingga ketika due diligence oleh pihak yang mau membiayai dilihat masih besar risikonya, termasuk juga kontraknya antara PLN dengan pihak swasta seperti apa, itu dilihat juga oleh lembaga pembiayaan. Saya lupa jumlahnya, tapi banyak yang belum," paparnya.
Baca juga: Pakar: investor lebih tertarik tarif listrik EBT sesuai harga pasar
Baca juga: Pemerintah dukung investor Norwegia kembangkan EBT
Baca juga: METI: Investasi pembangkit EBT perlu pembenahan untuk tarik investor
"Orang yang mau masuk pendanaan untuk EBT banyak. Tapi kembali lagi ke kita, ketika proyek ditawarkan, mereka juga melihat risikonya. Nah di situ baru mereka putuskan," ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris di Jakarta, Senin.
Pemerintah, lanjut dia, juga sudah memberikan insentif untuk mendorong pengembangan EBT di dalam negeri, salah satunya berupa pemberian tax holiday, tax allowance, dan bea masuk.
Ia menambahkan pihaknya juga sedang mengevaluasi regulasi-regulasi yang menghambat serta membuat mendorong Peraturan Presiden untuk segera dilakukan perbaikan regulasi energi baru terbarukan (EBT).
"Regulasi juga punya peranan untuk mendorong EBT. Kita telah evaluasi regulasi yang sebelumnya, dan mencoba membuat regulasi yang baru, inilah yang sekarang kita berproses dengan rencana Perpres," katanya.
Ia mengemukakan dalam rancangan Perpres itu pihaknya sudah memasukkan beberapa pasal-pasal yang berkaitan dengan Kementerian lain untuk mendukung pengembangan EBT.
"Terakhir kita sudah rapat di Setneg untuk melihat urgensi dari regulasi ini, dan dalam pertemuan itu disetujui untuk bisa terus kita lanjutkan pembahasan terkait dengan Perpres. Ini masih akan ada langkah lanjutan lagi untuk bahas dengan Kementerian atau Lembaga terkait," katanya.
Harris mengatakan pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan pemanfaatan EBT di dalam negeri, hal itu sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris pada tahun 2016 untuk mengurangi setidaknya 29 persen emisi CO2 dari Bisnis sebagai tingkat yang biasa atau upaya sendiri pada tahun 2030 atau mengurangi 41 persen dengan dukungan internasional.
"Bagaimana kita mengurangi pemanfaatan energi yang menghasilkan banyak emisi, yaitu dengan mengurangi pemanfaatan minyak, batubara, tapi kita tingkatkan juga pemanfaatan 'renewable energy' yang emisinya lebih rendah atau bahkan tidak ada," katanya.
Harris menyampaikan terdapat 75 kontrak pembangkit EBT di Indonesia, namun diakuinya belum semua kontrak bisa diimplementasikan.
"Ada yang memang disiapkan sungguh-sungguh sehingga bagus, ada juga yang mungkin belum dipersiapkan secara baik sehingga ketika due diligence oleh pihak yang mau membiayai dilihat masih besar risikonya, termasuk juga kontraknya antara PLN dengan pihak swasta seperti apa, itu dilihat juga oleh lembaga pembiayaan. Saya lupa jumlahnya, tapi banyak yang belum," paparnya.
Baca juga: Pakar: investor lebih tertarik tarif listrik EBT sesuai harga pasar
Baca juga: Pemerintah dukung investor Norwegia kembangkan EBT
Baca juga: METI: Investasi pembangkit EBT perlu pembenahan untuk tarik investor
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: