Jakarta (ANTARA News) - Megah, mewah, nyaman, tak ada kerumunan calo, tak ada penjaja taksi gelap, berdisiplin tapi tak mengekang, dan tak mengenal pungutan "airport tax". Itulah Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.

Suvarnabhumi, mengutip laporan Airports Council International November 2008, adalah bandara paling sibuk ke-18 di dunia, keempat di Asia dan tersibuk di Asia Tenggara, dengan jumlah penumpang per tahun 36,3 juta.

Bandingkan dengan Changi, Singapura, yang berkapasitas angkut per tahun 34,2 juta penumpang atau Bandara Soekarno Hatta yang "hanya" 32,5 juta orang.

Nama Suvarnabhumi (baca, suwana-poom) dipilihkan Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, artinya "Tanah Emas" yang secara khusus merujuk wilayah Indochina.

Tanah Emas atau Semenanjung Emas sendiri adalah nama kawasan yang dulu umum dipakai bagi wilayah yang kini dikenal Thailand, Kamboja, Laos dan Myanmar.

Seperti Bandara Soekarno Hatta yang terletak di luar metropolitan Jakarta, Suvarnabhumi juga terletak di luar metropolitan Bangkok, tepatnya di Racha Thewa, distrik Bang Phli, provinsi Samut Prakan.

Suvarnabhumi dilengkapi 130 pos pemeriksaan paspor di terminal kedatangan dan di 8 pos keberangkatan, 26 pos pabean di terminal kedatangan dan keberangkatan, 360 konter "chek in" plus 100 konter tambahan bagi penumpang yang tidak berbagasi.

Bandara yang dirangcang oleh arsitek Helmut Jahn ini juga dilengkapi 22 tempat pengecekan bagasi, 107 koridor berjalan (walkway), 102 tangga berjalan, dan 83 eskalator.

Eksterior dan interiornya sengaja dibuat nyaman dan memudahkan siapapun yang berada di sana, meskipun pengamanan tidak mengendur karena hal itu.

"Duh panjang sekali, mana ruang tunggunya ya?" kata Zulkifli, teman serombongan ANTARA dan media massa nasional lainnya saat menuju pos pemeriksaan barang menuju ruang tunggu keberangkatan, Senin lalu.

Untuk sampai ke pos ini, penumpang harus berjalan sampai satu kilometer dari ruang "check in", dan dari pos itu, masih sekitar satu kilometer lagi menuju ruang tunggu pesawat.

Tentu saja penumpang tak akan kelelahan karena ada sekitar empat "walkway" yang membuat jarak sejauh itu tak akan membuat mereka berkeringat setetes pun.

Tertinggi

Suvarnabhumi mempunyai menara kontrol tertinggi di dunia (132,2 meter) dan merupakan terminal bandara terluas ketiga di dunia (56,3 hektare) dan melebihi Changi, Singapura, serta hanya kalah dari Beijing dan Hongkong.

"Wow, besar sekali, Cengkareng (Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jakarta) jadi seperti bandara lokal," kata Bonar, teman dari lembaga penyiaran nasional.

Suvarnabhumi dirancang pertamakali 45 tahun lalu dan diselesaikan pada masa pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang kemudian terasing dari kekuasaan.

Thailand berharap bandara raksasa berarsitektur unik tapi modern ini akan merangsang tumbuh kuatnya industri pariwisata yang menjadi sektor ekonomi vital negeri itu.

Faktanya, bandara yang menghabiskan dana 45 miliar dolar AS mampu mengangkut 76 kali penerbangan setiap jam dan membawa 45 juta penumpang serta 3 juta ton kargo setiap tahun.

Alhasil, sektor pariwisata Thailand makin kuat menyangga perekonomian Negara Gajah Putih itu karena gerbang masuk Thailand dibuat sedemikian luas, sedemikian nyaman dan tanpa gangguan calo serta pungutan yang tidak perlu.

Para turis pun merasa dimanja dan disambut dengan layak guna memasuki Thailand yang memang eksotis dan berambisi menjadi kekuatan pariwisata utama dunia.

"Nice and big (bagus dan besar)," kata Stephanie Kearney, turis asal Australia yang baru saja tiba di Suvarnabhumi menumpang Thai Airways dari Jakarta, Kamis pekan lalu (26/2).

Ambisi mendatangkan sebanyak mungkin orang dari seluruh dunia ini terlihat dari landasan pacu (runway) paralel Suvarnabhumi yang jumlahnya dua buah dengan lebar 60 meter dengan panjang empat dan 3,7 kilometer.

Ini ditambah dua landasan keluar masuk pesawat (taxiway) untuk mengakomodasi kelancaran keberangkatan dan kedatangan pesawat dari sekitar 100 maskapai serta 23 kargo.

Tak hanya itu, Suvarnabhumi juga memiliki 120 kawasan parkir pesawat (parking bays) tersambung dengan 120 gerbang, dengan lima diantaranya mampu diparkiri jet raksasa Airbus A380.

Bandara yang 70 persen pembiayaannya melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) ini juga tersambung ke jalur stasiun kereta api bawah tanah dan jalan bebas hambatan yang lebih lebar dari Jakarta.

Sementara di atas stasiun kereta api bawah tanah dan depan gedung terminal penumpang ada hotel berkamar 600 yang dioperasikan oleh Grup Accor dibawah nama Novotel Suvarnabhumi.

Rencananya, akan dibangun empat landasan pacu yang mengapit dua terminal utama dan dua bangunan penghubung yang kalau digabungkan membuat bandara ini mempunyai kapasitas angkut 100 juta penumpang dan 6,4 juta ton kargo setiap tahun.

Masih ada lagi rencana berikutnya yang dimulai tiga sampai lima tahun setelah rencana pertama tuntas, yaitu sebuah rencana bangunan penghubung ke terminal utama.

Dibawah rentetan masalah, dari tuduhan korupsi yang menyelimuti pembangunan bandara Suvarnabhumi sampai isu arwah gentayangan seputar bandara yang membuat 99 biksu mengadakan pengusiran arwah di situs bandara, Thailand terlihat sangat serius dan mengetahui pasti kelebihan mereka.

Negeri ini sadar pariwisata adalah jantung ekonomi mereka dan bandara yang layak adalah pintu gerbang dan etalase nasional yang membuat turis tertarik masuk berbondong-bondong ke Thailand. (*)