Industri startup incar postensi pengembangan energi surya
8 Maret 2020 19:23 WIB
Nelayan memasang Panel surya di atas perahu di dermaga Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (2/2/2020). Sebagian nelayan menggunakan panel surya sebagai sumber energi listrik saat mereka melaut agar lebih hemat bahan bakar minyak. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc
Jakarta (ANTARA) - Usaha rintisan atau start up yang digawangi oleh generasi milenial mulai mengincar potensi bisnis dari pengembangan pembangkit listrik dari energi surya.
Respon pasar yang positif terlihat dari mulai bermunculannya berbagai usaha rintisan atau startup yang bergerak di sektor tersebut, dari skala rumahan hingga pabrikan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Minggu mengatakan, melimpahnya potensi EBT menjadi salah satu faktor pemicu bagi para pelaku usaha dalam mengembangkan startup energi.
"Utilisasi EBT baru sebesar 2,1 persen dari potensi EBT sekitar 400 Giga Watt (GW)," kata Agung di Jakarta.
Baca juga: Pengembangan EBT dinilai sulit, Denmark sampaikan pendapat berbeda
Salah satu potensi bisnis yang menjanjikan adalah energi surya. Menurut Agung, dengan potensi 207 GW, perkembangan permintaan energi surya meningkat pesat, baik di kota-kota besar untuk kebutuhan atap surya, hingga ke daerah frontier untuk Solar Home System (SHS).
"Industrinya banyak berkembang di kawasan industri seperti Bekasi, Tangerang, juga daerah Surabaya dan sekitarnya," ungkap Agung.
Potensi bisnis solar PV yang besar tersebut dirasakan Direktur Utama PT Gerbang Multindo Nusantara Chayun Budiono. Memulai usaha panel surya di 1994, ia menilai sumber-sumber EBT lokal menyimpan potensi bisnis yang luar biasa.
"Tak hanya solar PV, pasar off-grid ini menjanjikan, maka disinilah yang harus kita dorong," tegas Chayun.
Baca juga: Denmark sampaikan tantangan Indonesia jadi adidaya EBT dunia
Ia juga melihat startup energi penting difungsikan sebagai salah satu langkah disrupsi energi.
"Bagaimana startup energi ini kita bangun bersama, menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Menyelesaikan tantangan atas perkembangan teknologi yang ada," tandas Chayun.
Selaras dengan yang diungkapkan Chayun, peluang EBT juga ditangkap baik oleh Warung Energi, salah satu startup yang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) hybird antara surya dengan angin.
"Saya membangun sistem solar PV ini perjuangannya luar biasa karena ekosistemnya belum terbentuk," kata Chief Financial Officer Warung Energi Nimas Pratiwi.
Lebih lanjut, Nimas mengungkapkan keinginannya untuk membangun kemampuan manufaktur dan integrasi sistem EBT. Ia berharap Warung Energi nantinya dapat menyediakan beberapa produk penyedia energi listrik berbasis energi terbarukan seperti pico solar home system, panel surya, pompa tenaga surya, dan berbagai produk EBT lainnya. "Ke depan kami tidak hanya di Solar PV saja," jelasnya.
Warung Energi kini memiliki beberapa paket PLTS On-grid dan Off-grid yang dapat diaplikasikan untuk perdesaan, rumah, dan industri. Selain menawarkan produk, startup tersebut juga menawarkan jasa konsultasi, perencanaan hingga engineering design untuk klien yang ingin memasang PLTS.
"Kami ingin menciptakan pasar dan model usaha EBT yang berkelanjutan," kata Nimas.
Respon pasar yang positif terlihat dari mulai bermunculannya berbagai usaha rintisan atau startup yang bergerak di sektor tersebut, dari skala rumahan hingga pabrikan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Minggu mengatakan, melimpahnya potensi EBT menjadi salah satu faktor pemicu bagi para pelaku usaha dalam mengembangkan startup energi.
"Utilisasi EBT baru sebesar 2,1 persen dari potensi EBT sekitar 400 Giga Watt (GW)," kata Agung di Jakarta.
Baca juga: Pengembangan EBT dinilai sulit, Denmark sampaikan pendapat berbeda
Salah satu potensi bisnis yang menjanjikan adalah energi surya. Menurut Agung, dengan potensi 207 GW, perkembangan permintaan energi surya meningkat pesat, baik di kota-kota besar untuk kebutuhan atap surya, hingga ke daerah frontier untuk Solar Home System (SHS).
"Industrinya banyak berkembang di kawasan industri seperti Bekasi, Tangerang, juga daerah Surabaya dan sekitarnya," ungkap Agung.
Potensi bisnis solar PV yang besar tersebut dirasakan Direktur Utama PT Gerbang Multindo Nusantara Chayun Budiono. Memulai usaha panel surya di 1994, ia menilai sumber-sumber EBT lokal menyimpan potensi bisnis yang luar biasa.
"Tak hanya solar PV, pasar off-grid ini menjanjikan, maka disinilah yang harus kita dorong," tegas Chayun.
Baca juga: Denmark sampaikan tantangan Indonesia jadi adidaya EBT dunia
Ia juga melihat startup energi penting difungsikan sebagai salah satu langkah disrupsi energi.
"Bagaimana startup energi ini kita bangun bersama, menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Menyelesaikan tantangan atas perkembangan teknologi yang ada," tandas Chayun.
Selaras dengan yang diungkapkan Chayun, peluang EBT juga ditangkap baik oleh Warung Energi, salah satu startup yang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) hybird antara surya dengan angin.
"Saya membangun sistem solar PV ini perjuangannya luar biasa karena ekosistemnya belum terbentuk," kata Chief Financial Officer Warung Energi Nimas Pratiwi.
Lebih lanjut, Nimas mengungkapkan keinginannya untuk membangun kemampuan manufaktur dan integrasi sistem EBT. Ia berharap Warung Energi nantinya dapat menyediakan beberapa produk penyedia energi listrik berbasis energi terbarukan seperti pico solar home system, panel surya, pompa tenaga surya, dan berbagai produk EBT lainnya. "Ke depan kami tidak hanya di Solar PV saja," jelasnya.
Warung Energi kini memiliki beberapa paket PLTS On-grid dan Off-grid yang dapat diaplikasikan untuk perdesaan, rumah, dan industri. Selain menawarkan produk, startup tersebut juga menawarkan jasa konsultasi, perencanaan hingga engineering design untuk klien yang ingin memasang PLTS.
"Kami ingin menciptakan pasar dan model usaha EBT yang berkelanjutan," kata Nimas.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: