200 tahun Multatuli, Lebak adakan nobar 'Setelah Multatuli Pergi'
8 Maret 2020 14:26 WIB
Bupati Lebak memberikan sambutan pada peringatan 200 tahun Multatuli di Pendopo Museum Multatuli, Sabtu (7/03/2020). ANTARA/Lukman Hakim.
Lebak (ANTARA) - Dalam rangka memperingati 200 tahun kelahiran Eduard Douwes Dekker atau yang lebih dikenal dengan Multatuli, Pemkab Lebak melalui Kepala Museum Multatuli mengadakan nonton bareng (Nobar) film dokumenter 'Setelah Multatuli Pergi' di Pendopo Museum Multatuli, Sabtu (7/03/2020).
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di Lebak, Ahad, menjelaskan dua tahun lalu museum yang mengusung tema antikolonialisme ini diresmikan sebagai apresiasi terhadap warisan pengarang besar Belanda yang membawa spirit antikolonialisme lewat novelnya Max Haveelar.
Bupati juga menyampaikan setelah Multatuli pergi berbagai capaian dapat dilihat dan dirasakan di tanah tercinta Lebak. Sarana dan prasarana yang memadai, akses dan konektivitas antar kecamatan terhubung dengan baik, serta pembangunan yang terus dilaksanakan semata-mata demi kesejahteraan dan kebaikan warga Lebak.
Baca juga: Belanda Peringati Multatuli Year 2020
Baca juga: Festival Seni Multatuli optimistis jadi ajang mendunia
"Setelah Multatuli pergi berbagai kemudahan dapat kita saksikan, saat ini perempuan tidak lagi dibatasi geraknya dalam menduduki posisi-posisi penting, maka saya ingin mengajak perempuan-perempuan yang ada di Lebak ini untuk bersama-sama membangun Kabupaten Lebak menjadi lebih baik lagi" ucap Bupati.
Sementara itu Sejarawan Bonnie Triyana yang juga sebagai Produser Eksekutif Film Dokumenter 'Setelah Multatuli Pergi' mengatakan film ini dibuat sebagai ikhtiar mencari jawaban atas sederet pertanyaan, apakan novel Max Haveelar ditulis berdasarkan fakta atau fiksi belaka.
Kemudian apakah benar kehidupan rakyat mengalami perubahan yang drastis dan substansial dua abad setelah Multatuli pergi, dan 75 tahun Indonesia Merdeka, atau apakah yang tersisa dari masa kolonial dalam kehidupan sehari-hari.
"Setelah diputar perdana, Film Dokumenter ini juga akan diputar keliling Eropa, mulai dari Amsterdam, Brussel, Paris, Berlin dan Hamburg" kata Bonnie,
Ia juga mengatakan film ini sengaja diputar perdana di Rangkasbitung, karena Lebak lah tempat dimana Multatuli terinspirasi untuk menulis kisah-kisah penderitaan rakyat jajahan yang terwakili dalam cerita Saidjah dan Adinda dari desa Badur.
Bupati berharap film itu dapat membawa Kabupaten Lebak ke pentas dunia dan memperkenalkan gerakan antikolonialisme di Indonesia sambil berwisata di Lebak melalui Museum Multatuli.*
Baca juga: Kemendikbud: Festival Seni Multatuli, insipirasi peradaban dunia
Baca juga: Puluhan ribu pelajar telah kunjungi Museum Multatuli
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di Lebak, Ahad, menjelaskan dua tahun lalu museum yang mengusung tema antikolonialisme ini diresmikan sebagai apresiasi terhadap warisan pengarang besar Belanda yang membawa spirit antikolonialisme lewat novelnya Max Haveelar.
Bupati juga menyampaikan setelah Multatuli pergi berbagai capaian dapat dilihat dan dirasakan di tanah tercinta Lebak. Sarana dan prasarana yang memadai, akses dan konektivitas antar kecamatan terhubung dengan baik, serta pembangunan yang terus dilaksanakan semata-mata demi kesejahteraan dan kebaikan warga Lebak.
Baca juga: Belanda Peringati Multatuli Year 2020
Baca juga: Festival Seni Multatuli optimistis jadi ajang mendunia
"Setelah Multatuli pergi berbagai kemudahan dapat kita saksikan, saat ini perempuan tidak lagi dibatasi geraknya dalam menduduki posisi-posisi penting, maka saya ingin mengajak perempuan-perempuan yang ada di Lebak ini untuk bersama-sama membangun Kabupaten Lebak menjadi lebih baik lagi" ucap Bupati.
Sementara itu Sejarawan Bonnie Triyana yang juga sebagai Produser Eksekutif Film Dokumenter 'Setelah Multatuli Pergi' mengatakan film ini dibuat sebagai ikhtiar mencari jawaban atas sederet pertanyaan, apakan novel Max Haveelar ditulis berdasarkan fakta atau fiksi belaka.
Kemudian apakah benar kehidupan rakyat mengalami perubahan yang drastis dan substansial dua abad setelah Multatuli pergi, dan 75 tahun Indonesia Merdeka, atau apakah yang tersisa dari masa kolonial dalam kehidupan sehari-hari.
"Setelah diputar perdana, Film Dokumenter ini juga akan diputar keliling Eropa, mulai dari Amsterdam, Brussel, Paris, Berlin dan Hamburg" kata Bonnie,
Ia juga mengatakan film ini sengaja diputar perdana di Rangkasbitung, karena Lebak lah tempat dimana Multatuli terinspirasi untuk menulis kisah-kisah penderitaan rakyat jajahan yang terwakili dalam cerita Saidjah dan Adinda dari desa Badur.
Bupati berharap film itu dapat membawa Kabupaten Lebak ke pentas dunia dan memperkenalkan gerakan antikolonialisme di Indonesia sambil berwisata di Lebak melalui Museum Multatuli.*
Baca juga: Kemendikbud: Festival Seni Multatuli, insipirasi peradaban dunia
Baca juga: Puluhan ribu pelajar telah kunjungi Museum Multatuli
Pewarta: Lukman Hakim/Sambas
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: