DKPP: 22 pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Jatim
7 Maret 2020 19:47 WIB
Anggota DKPP Alfitra Salamm (kanan) bersama Ketua KPU RI Arief Budiman saat menjadi pembicara dalam seminar nasional di Universitas Muhammadiyah Jember, Sabtu (7/3/2020) (ANTARA/ Zumrotun Solichah)
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima sebanyak 22 pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Jawa Timur selama kurun waktu 2019 hingga 4 Maret 2020.
"Laporan pengaduan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di Jatim termasuk meningkat dan masuk 10 besar jumlah pelanggaran terbanyak di Indonesia," kata anggota DKPP Alfitra Salamm usai menjadi narasumber dalam seminar nasional di Universitas Muhammadiyah Jember, Jawa Timur, Sabtu.
Menurutnya laporan pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terbanyak berada di Kota Surabaya sebanyak enam pengaduan dan diikuti Kabupaten Bangkalan sebanyak empat pengaduan, serta beberapa kabupaten/kota lain seperti di Jember tercatat sebanyak dua laporan yang masuk ke DKPP.
Baca juga: DKPP ingatkan netralitas ASN dan politik uang jelang pilkada serentak
"Secara umum pengaduan terbesar dilaporkan oleh masyarakat dan jumlah terlapor terbanyak adalah KPU kabupaten/kota dengan jenis pelanggaran terbanyak tentang profesionalisme penyelenggara pemilu," tuturnya.
Jumlah pengaduan yang diterima DKPP di seluruh Indonesia pada tahun 2018 tercatat sebanyak 521 laporan, kemudian pada tahun 2019 tercatat 517 laporan dan tahun 2020 (Januari hingga 4 Maret 2020) sebanyak 54 laporan, sehingga totalnya 1.092 pengaduan.
"Dari data tersebut, kami telah memberikan sanksi sebanyak 52,87 persen kepada penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Ia menjelaskan pihaknya juga melakukan rekapitulasi pengaduan berdasarkan unsur yang melaporkan pada tahun 2019 hingga 4 Maret 2020 tercatat terbanyak adalah masyarakat atau pemilih yang melaporkan sebanyak 293 pengaduan (51,3 persen), kemudian peserta pemilu atau pasangan calon sebanyak 132 pengaduan (23,11 persen).
Baca juga: DKPP berhentikan Ketua KPU Yahukimo karena manipulasi perolehan suara
Kemudian laporan yang diadukan penyelenggara pemilu sebanyak 82 pengaduan (14,4 persen), partai politik sebanyak 55 pengaduan (9,63 persen), dan tim kampanye sebanyak sembilan pengaduan (1,58 persen).
Selama DKPP berdiri sejak 2012 hingga 2019, DKPP sudah memberhentikan penyelenggara pemilu sebanyak 627 orang karena terbukti melanggar kode etik dan 53 orang diberhentikan dari jabatan ketua.
"Kendati demikian, tercatat sebanyak 3.303 orang (51 persen) penyelenggara pemilu mendapatkan rehabilitasi artinya mereka dilaporkan, namun tidak terbukti, sehingga perlu mendapatkan rehabilitasi," ujarnya.
Di Jember, anggota DKPP Alfitra Salamm bersama Ketua KPU RI Arief Budiman menjadi narasumber dalam seminar nasional berjudul "Penguatan Etik dalam Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serentak Tahun 2020" yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jember.
Baca juga: DKPP rehabilitasi 11 anggota KPU-Bawaslu di Sumsel
Baca juga: Bawaslu Surabaya hormati putusan DKPP soal pelanggaran kode etik
"Laporan pengaduan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di Jatim termasuk meningkat dan masuk 10 besar jumlah pelanggaran terbanyak di Indonesia," kata anggota DKPP Alfitra Salamm usai menjadi narasumber dalam seminar nasional di Universitas Muhammadiyah Jember, Jawa Timur, Sabtu.
Menurutnya laporan pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terbanyak berada di Kota Surabaya sebanyak enam pengaduan dan diikuti Kabupaten Bangkalan sebanyak empat pengaduan, serta beberapa kabupaten/kota lain seperti di Jember tercatat sebanyak dua laporan yang masuk ke DKPP.
Baca juga: DKPP ingatkan netralitas ASN dan politik uang jelang pilkada serentak
"Secara umum pengaduan terbesar dilaporkan oleh masyarakat dan jumlah terlapor terbanyak adalah KPU kabupaten/kota dengan jenis pelanggaran terbanyak tentang profesionalisme penyelenggara pemilu," tuturnya.
Jumlah pengaduan yang diterima DKPP di seluruh Indonesia pada tahun 2018 tercatat sebanyak 521 laporan, kemudian pada tahun 2019 tercatat 517 laporan dan tahun 2020 (Januari hingga 4 Maret 2020) sebanyak 54 laporan, sehingga totalnya 1.092 pengaduan.
"Dari data tersebut, kami telah memberikan sanksi sebanyak 52,87 persen kepada penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Ia menjelaskan pihaknya juga melakukan rekapitulasi pengaduan berdasarkan unsur yang melaporkan pada tahun 2019 hingga 4 Maret 2020 tercatat terbanyak adalah masyarakat atau pemilih yang melaporkan sebanyak 293 pengaduan (51,3 persen), kemudian peserta pemilu atau pasangan calon sebanyak 132 pengaduan (23,11 persen).
Baca juga: DKPP berhentikan Ketua KPU Yahukimo karena manipulasi perolehan suara
Kemudian laporan yang diadukan penyelenggara pemilu sebanyak 82 pengaduan (14,4 persen), partai politik sebanyak 55 pengaduan (9,63 persen), dan tim kampanye sebanyak sembilan pengaduan (1,58 persen).
Selama DKPP berdiri sejak 2012 hingga 2019, DKPP sudah memberhentikan penyelenggara pemilu sebanyak 627 orang karena terbukti melanggar kode etik dan 53 orang diberhentikan dari jabatan ketua.
"Kendati demikian, tercatat sebanyak 3.303 orang (51 persen) penyelenggara pemilu mendapatkan rehabilitasi artinya mereka dilaporkan, namun tidak terbukti, sehingga perlu mendapatkan rehabilitasi," ujarnya.
Di Jember, anggota DKPP Alfitra Salamm bersama Ketua KPU RI Arief Budiman menjadi narasumber dalam seminar nasional berjudul "Penguatan Etik dalam Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serentak Tahun 2020" yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jember.
Baca juga: DKPP rehabilitasi 11 anggota KPU-Bawaslu di Sumsel
Baca juga: Bawaslu Surabaya hormati putusan DKPP soal pelanggaran kode etik
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: