Jakarta (ANTARA) - Seorang remaja berinisial NF (15) menyerahkan diri kepada pihak berwajib setelah membunuh tetangganya APA (5) di rumahnya yang terletak di kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.

NF menyerahkan diri ke pihak berwajib karena bingung untuk menangani jasad korban yang berada di lemarinya selama satu malam sejak Kamis (5/3).

"Akhirnya dia memutuskan berangkat ke sekolah pakai seragam. Tapi di tengah jalan dia tidak sekolah dan berganti pakaian preman yang sudah disiapkan dan pada saat itu dia melaporkan diri. Saya telah melakukan pembunuhan ke Polsek Taman Sari," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto di lokasi olah TKP, Jumat.

Namun usai diselidiki, rupanya lokasi tersangka berada di kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat sehingga akhirnya Polsek Taman Sari menghubungi Polsek Sawah Besar.

Baca juga: Remaja bunuh anak di bawah usia serahkan diri ke Polsektro Tamansari

Baca juga: Polda Jabar memeriksa 62 polisi terkait penggusuran lahan Tamansari

Baca juga: Walikota janji beri rumah kontrak untuk korban penggusuran Tamansari


"Dari Polsek Taman Sari menghubungi (Polsek) Sawah Besar dan melakukan pengecekan diselidiki Pak Kapolsek dan benar di dalam lemari itu ada sosok korban," kata Heru.

Ketua RT setempat, Sofyan (47) mengatakan bahwa memang benar korban dilaporkan hilang ke Polsek Sawah Besar sejak Kamis (5/3) malam.

"Kita cari (korban), ke rumah- rumah warga, ke kamar- kamar kosong, semua kita cari. Bahkan sampai ke got kita cari, akhirnya mantan ketua RW dan binmas meminta untuk lapor saja ke Polsek Sawah Besar, saya bersama orang tua (korban) melapor sampai jam 24.00 WIB," kata Sofyan.

Berdasarkan kesaksian warga sekitar, Yuli (45), NF dan APA memang sering bermain bersama sehingga tidak ada kecurigaan untuk mengecek lemari NF ketika APA hilang.

"Itu ibunya (korban) cari semalaman, sampai ke daerah Taman Sari, dikira diculik," kata Yuli.

Lebih lanjut polisi masih akan melakukan pendalaman kasus terkait peristiwa hukum yang dilakukan oleh anak bersatus di bawah umur itu.

"Ini butuh pendalaman lebih dalam mungkin kami akan panggil ahli psikiater (kejiwaan) karena data- data yang kami dapat bersama pak Wakapolres ada hal- hal yang agak berbeda," kata Heru.