Hua Hin, Thailand (ANTARA News) - ASEAN menepis kritik sejumlah kalangan, terutama media massa Barat, karena disebut bersikap mendua, tidak tegas dan tidak bergigi dalam soal komitmen dan kelembagaan HAM ASEAN.

"Masalahnya bukan berkekuatan atau tidak karena ini semua tergantung pada proses penerimaan isu ini di ASEAN," kata Ketua Panel Tingkat Tinggi bagi Pembentukan Lembaga HAM ASEAN Sihasak Phuangketkeow dalam briefing media menjelang Pertemuan Tingkat Tinggi antar Kepala Negara ASEAN Sabtu siang ini waktu Thailand.

Sihasak menambahkan, ASEAN sepakat bahwa komitmen bersama ASEAN mengenai baik kelembagaan HAM maupuan implementasi penegakkan HAM mesti merefleksikan realitas dan kondisi yang dihadapi ASEAN sehingga harus ada adaptasi dan menolak pemaksaan.

"Kita tidak bisa terlalu ambisius. Jika kita melihat realitas ASEAN, kita bisa berdiskusi mengenai banyak hal tanpa mesti menekan pihak lain," lanjut Sihasak. ASEAN, demikian Sihasak, menolak pendekatan penuh tekanan seperti penerapakan sanksi dan pernyatan keras seperti kutukan, karena pendekatan itu dinilai tidak bisa memberikan jalan keluar yang efektif dalam penegakkan soal HAM di ASEAN, merujuk kasus Myanmar yang selalu disinggung mitra-mitra ASEAN.

"Ini keadaan yang berbeda, kami lebih tertarik mencegah terjadinya pelanggaran HAM (ketimbang dengan mengutuknya). Jika anda berbicara sambil mengutuk seseorang, maka itu bukanlah pendekatan yang tepat dan tak akan bisa menciptakan sebuah dialog yang konstruktif," kata Sihasak.

Sebaliknya, apa yang dilakukan ASEAN dalam kerangka ini adalah memakai pendekatan dialogis namun intensif untuk mengikat satu anggota ASEAN yang tengah disorot karena reputasi buruknya dalam soal HAM, untuk kemudian bisa terus satu rel dengan cita-cita deklarasi universal HAM yang menjadi acuan ASEAN.

Sihasak menolak mengungkapkan sikap sejumlah negara anggota ASEAN yang selama ini dianggap bertolak belakang dengan promosi demokratisasi dan ide penegakkan HAM, dengan alasan mekanisme pembicaraan kali ini tidak membahas lebih khusus seperti itu.

"Yang jelas semua anggota berkeinginan untuk berbicara secara terbuka, namun kami tidak membahas keadaan tertentu di satu negara tertentu," ungkap Sihasak.

Lebih jauh, seolah mengulang pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia Nur Hassan Wirajuda sehari sebelumnya, Sihasak menandaskan bahwa ASEAN memerlukan sikap yang seimbang antara keperluan untuk mempromosikan HAM dengan sandingan aspek proteksi di dalamnya.

ASEAN juga ingin membuat mekanisme HAM ini relevan dengan Deklarasi Universal mengenai HAM dan lebih berkekuatan kendati tetap mesti hirau dengan kondisi aktual ASEAN dan campurtangan yang terlalu dalam pada urusan dalam negeri satu negara.

"Salah satu isu utama dalam kerangka HAM ASEAN ini adalah tukar menukar informasi dan data yang relevan dengan ASEAN dalam kerangka TOR dari Panel. TOR ini akan menjadi 'groundwork' (landasan kerja) bagi pengembangan komitmen HAM ASEAN berikutnya," demikian Sihasak. (*)