KPPPA luncurkan buku kuliah yang responsif gender
5 Maret 2020 18:08 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (empat kiri) saat peluncuran buku-buku mata kuliah yang responsif gender di Jakarta, Kamis (5/3/2020). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan buku-buku mata kuliah yang responsif gender di perguruan tinggi keagamaan Islam sebagai salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan gender yang masih terjadi di Indonesia.
"Penyusunan bahan ajar yang responsif diharapkan mampu membentuk pola pikir yang membentuk perilaku nondiskriminasi, adil, setara, serta memperhatikan aspek kebutuhan laki-laki dan perempuan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga di Jakarta, Kamis.
Bintang mengatakan isu gender di bidang pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu akses pada pendidikan baik tingkat dasar hingga tinggi, partisipasi dan pengalaman belajar selama menempuh pendidikan, dan lulusan atau luaran pendidikan yang dilihat dari tingkat kualitas dan daya saing lulusan.
Pada aspek partisipasi dan pengalaman belajar, Bintang mengatakan terdapat sejumlah ketimpangan gender yang masih sering dijumpai. Misalnya internalisasi nilai-nilai yang kurang responsif gender dalam pembelajaran sehingga dapat menghambat penguatan dan pemberdayaan perempuan.
"Konstruksi gender yang bias masih dijumpai, baik dalam referensi yang digunakan dalam pembelajaran, metode yang diterapkan, atau elaborasi pemahaman yang disampaikan dalam proses pembelajaran," tuturnya.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia suarakan kesetaraan gender di London
Menurut Bintang, hal itu berdampak pada cara pandang, orientasi, sikap, dan pengambilan keputusan mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap capaian pembangunan di Indonesia.
Bintang mengatakan isu gender dan pendidikan merupakan bagian penting dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) yang tertuang pada tujuan keempat dan kelima.
Tujuan SDG's keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan tujuan kelima adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan seluruh perempuan dan anak perempuan.
"Tujuan SDG's tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita," katanya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama Suwendi mengatakan kerja sama antara Kementerian Agama, KPPPA dan perguruan tinggi keagamaan Islam jangan hanya berhenti pada peluncuran buku saja.
"Mahasiswa perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia ada satu juta lebih. Perlu diseminasi kurikulum dan buku-buku yang diluncurkan ini agar sama-sama dipakai dalam pembelajaran," katanya.
Terdapat 11 buku mata kuliah yang responsif gender yang diluncurkan. Peluncuran buku tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, UIN Jakarta, UIN Surabaya, dan UIN Mataram.
Baca juga: IBCWE dorong asesmen kesetaraan gender di tempat kerja
"Penyusunan bahan ajar yang responsif diharapkan mampu membentuk pola pikir yang membentuk perilaku nondiskriminasi, adil, setara, serta memperhatikan aspek kebutuhan laki-laki dan perempuan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga di Jakarta, Kamis.
Bintang mengatakan isu gender di bidang pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu akses pada pendidikan baik tingkat dasar hingga tinggi, partisipasi dan pengalaman belajar selama menempuh pendidikan, dan lulusan atau luaran pendidikan yang dilihat dari tingkat kualitas dan daya saing lulusan.
Pada aspek partisipasi dan pengalaman belajar, Bintang mengatakan terdapat sejumlah ketimpangan gender yang masih sering dijumpai. Misalnya internalisasi nilai-nilai yang kurang responsif gender dalam pembelajaran sehingga dapat menghambat penguatan dan pemberdayaan perempuan.
"Konstruksi gender yang bias masih dijumpai, baik dalam referensi yang digunakan dalam pembelajaran, metode yang diterapkan, atau elaborasi pemahaman yang disampaikan dalam proses pembelajaran," tuturnya.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia suarakan kesetaraan gender di London
Menurut Bintang, hal itu berdampak pada cara pandang, orientasi, sikap, dan pengambilan keputusan mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap capaian pembangunan di Indonesia.
Bintang mengatakan isu gender dan pendidikan merupakan bagian penting dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) yang tertuang pada tujuan keempat dan kelima.
Tujuan SDG's keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan tujuan kelima adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan seluruh perempuan dan anak perempuan.
"Tujuan SDG's tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita," katanya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama Suwendi mengatakan kerja sama antara Kementerian Agama, KPPPA dan perguruan tinggi keagamaan Islam jangan hanya berhenti pada peluncuran buku saja.
"Mahasiswa perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia ada satu juta lebih. Perlu diseminasi kurikulum dan buku-buku yang diluncurkan ini agar sama-sama dipakai dalam pembelajaran," katanya.
Terdapat 11 buku mata kuliah yang responsif gender yang diluncurkan. Peluncuran buku tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, UIN Jakarta, UIN Surabaya, dan UIN Mataram.
Baca juga: IBCWE dorong asesmen kesetaraan gender di tempat kerja
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2020
Tags: