Erupsi Gunung Merapi masih didominasi gas
3 Maret 2020 10:59 WIB
Letusan Gunung Merapi terlihat dari Bulit Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (3/3/2020). ANTARA FOTO/Rizky Tulus/hnd/pd/pri.
Yogyakarta (ANTARA) - Gunung Merapi yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah kembali erupsi pada Selasa (3/3) pukul 05.22 WIB dan seperti erupsi sebelumnya yang terjadi 13 Februari, erupsi kali ini juga tetap didominasi gas.
“Kejadian ini merupakan erupsi yang masih didominasi gas atau eksplosif yang juga disertai luncuran awan panas dengan jarak dua kilometer ke Sungai Gendol. Masih ke arah bukaan kawah,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida di Yogyakarta, Selasa.
Karena penyebab letusan adalah gas dari proses intrusi magma, kata dia, maka tidak ada tanda-tanda awal yang biasanya muncul sebelum terjadinya letusan, salah satunya adalah deformasi yang terjadi di tubuh Gunung Merapi.
“Kejadian letusan seperti ini masih berpotensi terjadi. Namun, masyarakat tetap diminta tenang, beraktivitas seperti biasa di jarak lebih dari tiga kilometer dan tetap waspada,” katanya.
Baca juga: Kegiatan warga Magelang belum terganggu erupsi Merapi
Baca juga: Dua kecamatan di Boyolali hujan abu pascaerupsi
Baca juga: BPBD: Tidak terjadi hujan abu di wilayah Sleman
Akibat letusan dengan tinggi kolom 6.000 meter, sejumlah wilayah di sekitar Gunung Merapi pun diguyur hujan abu, khususnya wilayah Jawa Tengah yang berada di sisi utara-timur gunung api aktif itu.
Berdasarkan catatan BPPTKG Yogyakarta, sejumlah wilayah yang mengalami hujan abu berada pada jarak 10 km dari puncak yaitu di Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo Boyolali Jawa Tengah, bahkan di Desa Mriyan Boyolali yang berada pada jarak 3 kilometer dari puncak mengalami hujan abu bercampur pasir.
“Kami sudah berkoordinasi dengan BPBD di beberapa wilayah terkait kejadian ini. Warga tidak perlu mengungsi. Jarak aman tetap seperti rekomendasi awal, yaitu lebih dari tiga kilometer dari puncak,” katanya.
Saat ini pun, kata Hanik, status Gunung Merapi masih dipertahankan pada level Waspada. Status tersebut sudah ditetapkan sejak 21 Mei 2018 dan tidak ada perubahan apapun.
“Kami akan terus monitoring perkembangan dan aktivitas seismiknya. Dari rangkaian letusan yang terjadi sejak November 2019 dan kondisi kegempaan, maka Gunung Merapi memasuki fase ke tujuh atau intrusi magma,” katanya.
Sedangkan untuk kondisi kubah lava, volumenya berkurang karena ikut terlontar bersamaan dengan kejadian erupsi.
“Kami berharap, masyarakat tetap tenang, tidak mudah termakan hoaks dan mempercayai informasi dari instansi yang berwenang. Informasi mengenai aktivitas Merapi akan selalu diberikan,” katanya.*
Baca juga: Warga Selo Boyolali tetap beraktivitas meski Merapi erupsi
Baca juga: Merapi erupsi dengan tinggi kolom asap 6.000 meter
Baca juga: Tertimbun longsor, dua penambang di lereng Merapi tewas
“Kejadian ini merupakan erupsi yang masih didominasi gas atau eksplosif yang juga disertai luncuran awan panas dengan jarak dua kilometer ke Sungai Gendol. Masih ke arah bukaan kawah,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida di Yogyakarta, Selasa.
Karena penyebab letusan adalah gas dari proses intrusi magma, kata dia, maka tidak ada tanda-tanda awal yang biasanya muncul sebelum terjadinya letusan, salah satunya adalah deformasi yang terjadi di tubuh Gunung Merapi.
“Kejadian letusan seperti ini masih berpotensi terjadi. Namun, masyarakat tetap diminta tenang, beraktivitas seperti biasa di jarak lebih dari tiga kilometer dan tetap waspada,” katanya.
Baca juga: Kegiatan warga Magelang belum terganggu erupsi Merapi
Baca juga: Dua kecamatan di Boyolali hujan abu pascaerupsi
Baca juga: BPBD: Tidak terjadi hujan abu di wilayah Sleman
Akibat letusan dengan tinggi kolom 6.000 meter, sejumlah wilayah di sekitar Gunung Merapi pun diguyur hujan abu, khususnya wilayah Jawa Tengah yang berada di sisi utara-timur gunung api aktif itu.
Berdasarkan catatan BPPTKG Yogyakarta, sejumlah wilayah yang mengalami hujan abu berada pada jarak 10 km dari puncak yaitu di Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo Boyolali Jawa Tengah, bahkan di Desa Mriyan Boyolali yang berada pada jarak 3 kilometer dari puncak mengalami hujan abu bercampur pasir.
“Kami sudah berkoordinasi dengan BPBD di beberapa wilayah terkait kejadian ini. Warga tidak perlu mengungsi. Jarak aman tetap seperti rekomendasi awal, yaitu lebih dari tiga kilometer dari puncak,” katanya.
Saat ini pun, kata Hanik, status Gunung Merapi masih dipertahankan pada level Waspada. Status tersebut sudah ditetapkan sejak 21 Mei 2018 dan tidak ada perubahan apapun.
“Kami akan terus monitoring perkembangan dan aktivitas seismiknya. Dari rangkaian letusan yang terjadi sejak November 2019 dan kondisi kegempaan, maka Gunung Merapi memasuki fase ke tujuh atau intrusi magma,” katanya.
Sedangkan untuk kondisi kubah lava, volumenya berkurang karena ikut terlontar bersamaan dengan kejadian erupsi.
“Kami berharap, masyarakat tetap tenang, tidak mudah termakan hoaks dan mempercayai informasi dari instansi yang berwenang. Informasi mengenai aktivitas Merapi akan selalu diberikan,” katanya.*
Baca juga: Warga Selo Boyolali tetap beraktivitas meski Merapi erupsi
Baca juga: Merapi erupsi dengan tinggi kolom asap 6.000 meter
Baca juga: Tertimbun longsor, dua penambang di lereng Merapi tewas
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: