Kabupaten Wakatobi (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) sedang mengidentifikasi berbagai jenis dan sebaran mangrove di Tanah Air untuk diteliti lebih lanjut manfaat dan kegunaan dari tanaman tersebut.

"Kami sedang mencoba identifikasi satu persatu dan seberapa besar serta di bagian mana saja sebaran mangrove tersebut," kata Direktur Program YKAN Muhammad Ilman di Wakatobi, Minggu.

Ia mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), ada kemungkinan tanaman tersebut memiliki kandungan anti penuaan serta bisa menghambat pertumbuhan sel kanker.

Saat ini, tanaman tersebut belum begitu dimanfaatkan langsung oleh masyarakat karena berbagai keterbatasan. Khusus mangrove di Desa Tampara Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara jenis tertentu digunakan sebagai bedak.

Baca juga: BNPB: Tsunami dapat diredam melalui vegetasi

"Jenis Xylocarpus Granatum atau biasa disebut masyarakat Kaledupa Kau Tolola biasanya dijadikan bedak dingin," katanya.

Bahkan, pada dahulunya saat petani gagal panen mangrove jenis Bruguiera dimanfaatkan masyarakat Sulawesi Tenggara sebagai pengganti beras melalui proses olahan.

Secara umum, ujar dia, luas mangrove di Tanah Air sekitar tiga juta hektare (ha) yang tersebar di sejumlah wilayah. Sekitar 1,5 juta ha berada di Papua dan Papua Barat sisanya tersebar di Kalimantan, Sumatera dan sebagian kecil di Pulau Jawa.

Sementara itu, Ketua Akkamoolu Komunitas Mangrove di Desa Tampara Fajar Afdal Pratama mengatakan pengelolaan mangrove baru dimulai pada pertengahan 2019.

Ia mengatakan destinasi wisata mangrove di desa itu merupakan hasil dari kolaborasi berbagai pihak terutama masyarakat setempat dan YKAN. Bahkan, YKAN turut membantu membangun jalur penelusuran sepanjang 160 meter guna mendukung pariwisata berbasis alam.

Baca juga: Tantangan konservasi Wehea-Kelay adalah laju kerusakan