PWI sebutkan terus berjuang membangun ekosistem pers yang sehat
29 Februari 2020 22:40 WIB
Kepala Biro Humas dan Protokol, Setda Provinsi NTB, Najamuddin Amy (kedua kiri), Ketua Dewan Kehormatan Daerah PWI NTB, H Ismail Husni (tengah), bersama Ketua Bidang Pembinaan Daerah, PWI Pusat, Ahmad Munir (kedua kanan), kompak saat pembukaan Konferensi Provinsi PWI NTB periode 2020-2025, di Kabupaten Lombok Timur, Sabtu (29/2/2020). ANTARA/Awaludin/am.
Mataram (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai konstituen dan penyangga utama Dewan Pers terus berjuang membangun ekosistem pers yang sehat dan baik sesuai dengan undang-undang dan regulasi pemerintah.
"Sekarang ini ekosistem pers kita belum sehat. Bahkan tidak sehat," kata Ketua Bidang Pembinaan Daerah, PWI Pusat Ahmad Munir ketika memberikan sambutan dalam pembukaan Konferensi Provinsi PWI Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2020-2025, di Kabupaten Lombok Timur, Sabtu.
Saat ini, kata dia, sangat mudah menjumpai orang yang mengaku atau melabelkan diri menjadi seorang wartawan. Padahal belum mempunyai kemampuan dan kompetensi menjadi jurnalis.
Oleh karena itu, PWI sebagai konstituen dan penyangga utama Dewan Pers diberi kewenangan melalui undang-undang dan regulasi pemerintah untuk mengatur dunia jurnalistik.
Ia mengatakan upaya untuk membangun ekosistem pers yang sehat dilakukan melalui dua pendekatan utama yang sedang digalakkan Dewan Pers, yakni standarisasi perusahaan pers dan sertifikasi wartawan melalui uji kompetensi wartawan.
Standar perusahaan pers yang dimaksud adalah perusahaan pers memiliki kompetensi di bidang perusahaan pers. Selain terdaftar di Dewan Pers, juga harus memiliki perangkat regulasi sesuai yang diatur Dewan Pers.
Perangkat regulasi yang dimaksud adalah pemimpin redaksi harus sudah uji kompetensi wartawan utama, menggaji wartawan sesuai upah minimum regional, perusahaan harus memastikan ada jenjang karir, memastikan jaminan sosial dan jaminan kesehatan.
Tetapi, katanya, kenyataan tidak demikian di ekosistem perusahaan pers saat ini. Menurut Munir, sekarang ini sangat mudah mendirikan perusahaan pers. Cukup satu orang yang mengerjakan semua tugas, mulai dari tugas menjadi pimpinan redaksi, redaktur, wartawan, sirkulasi, hingga tugas komersial.
"Oleh karena itu, Dewan Pers membuat standarisasi perusahaan pers melalui verifikasi perusahaan pers," kata Munir yang juga menjabat sebagai Direktur Pemberitaan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA.
Baca juga: Prestasi BJ Habibie, PWI Sulut usulkan Habibie tokoh pers Nasional
Baca juga: BJ Habibie bapak kebebasan pers Indonesia, sebut PWI NTT
Baca juga: PWI Bali usulkan BJ Habibie dinobatkan sebagai Bapak Kemerdekaan Pers
Ia menambahkan upaya Dewan Pers membangun ekosistem pers dengan instrumen sertifikasi wartawan melalui uji kompetensi dan verifikasi perusahaan pers masih butuh perjuangan keras.
Sebab, ada 43 ribu perusahaan media daring (online) di Indonesia, namun yang terverifikasi cuma 500-700 media. Begitu juga dengan media cetak yang jumlahnya ribuan hanya terverifikasi sekitar 500 perusahaan.
"Jauh panggang dari api. Akibatnya terjadi praktik wartawan abal-abal. Kerjanya memeras, memaksa, meminta dan seterusnya," ucap Munir.
Oleh karena itu, kata dia, PWI hadir sebagai penyangga utama Dewan Pers yang tidak memiliki jaringan sekuat PWI.
PWI adalah organisasi besar yang lahir pada 9 Februari 1946 dengan jaringan yang sudah menyentuh seluruh kabupaten/kota.
Ia menyebutkan jumlah anggota Dewan Pers cuma sembilan orang sehingga butuh penyangga konstituen yang kuat. Makanya PWI yang diandalkan sebagai penyangga terhadap pengawasan dan pelaksanaan regulasi pers.
"Mudahan di forum ini, kita memilih ketua dan memilih pengurus yang paham terhadap dinamika pers dan membangun komunitas serta ekosistem pers di NTB dengan baik dan sehat," demikian Ahmad Munir.
Baca juga: Refleksi Kebebasan Pers 2019, Nuh: Butuh pembenahan ekosistem
Baca juga: PWI tolak pemberian sanksi lewat peraturan pemerintah
Baca juga: Dewan Pers minta wartawan harus beradaptasi
"Sekarang ini ekosistem pers kita belum sehat. Bahkan tidak sehat," kata Ketua Bidang Pembinaan Daerah, PWI Pusat Ahmad Munir ketika memberikan sambutan dalam pembukaan Konferensi Provinsi PWI Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2020-2025, di Kabupaten Lombok Timur, Sabtu.
Saat ini, kata dia, sangat mudah menjumpai orang yang mengaku atau melabelkan diri menjadi seorang wartawan. Padahal belum mempunyai kemampuan dan kompetensi menjadi jurnalis.
Oleh karena itu, PWI sebagai konstituen dan penyangga utama Dewan Pers diberi kewenangan melalui undang-undang dan regulasi pemerintah untuk mengatur dunia jurnalistik.
Ia mengatakan upaya untuk membangun ekosistem pers yang sehat dilakukan melalui dua pendekatan utama yang sedang digalakkan Dewan Pers, yakni standarisasi perusahaan pers dan sertifikasi wartawan melalui uji kompetensi wartawan.
Standar perusahaan pers yang dimaksud adalah perusahaan pers memiliki kompetensi di bidang perusahaan pers. Selain terdaftar di Dewan Pers, juga harus memiliki perangkat regulasi sesuai yang diatur Dewan Pers.
Perangkat regulasi yang dimaksud adalah pemimpin redaksi harus sudah uji kompetensi wartawan utama, menggaji wartawan sesuai upah minimum regional, perusahaan harus memastikan ada jenjang karir, memastikan jaminan sosial dan jaminan kesehatan.
Tetapi, katanya, kenyataan tidak demikian di ekosistem perusahaan pers saat ini. Menurut Munir, sekarang ini sangat mudah mendirikan perusahaan pers. Cukup satu orang yang mengerjakan semua tugas, mulai dari tugas menjadi pimpinan redaksi, redaktur, wartawan, sirkulasi, hingga tugas komersial.
"Oleh karena itu, Dewan Pers membuat standarisasi perusahaan pers melalui verifikasi perusahaan pers," kata Munir yang juga menjabat sebagai Direktur Pemberitaan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA.
Baca juga: Prestasi BJ Habibie, PWI Sulut usulkan Habibie tokoh pers Nasional
Baca juga: BJ Habibie bapak kebebasan pers Indonesia, sebut PWI NTT
Baca juga: PWI Bali usulkan BJ Habibie dinobatkan sebagai Bapak Kemerdekaan Pers
Ia menambahkan upaya Dewan Pers membangun ekosistem pers dengan instrumen sertifikasi wartawan melalui uji kompetensi dan verifikasi perusahaan pers masih butuh perjuangan keras.
Sebab, ada 43 ribu perusahaan media daring (online) di Indonesia, namun yang terverifikasi cuma 500-700 media. Begitu juga dengan media cetak yang jumlahnya ribuan hanya terverifikasi sekitar 500 perusahaan.
"Jauh panggang dari api. Akibatnya terjadi praktik wartawan abal-abal. Kerjanya memeras, memaksa, meminta dan seterusnya," ucap Munir.
Oleh karena itu, kata dia, PWI hadir sebagai penyangga utama Dewan Pers yang tidak memiliki jaringan sekuat PWI.
PWI adalah organisasi besar yang lahir pada 9 Februari 1946 dengan jaringan yang sudah menyentuh seluruh kabupaten/kota.
Ia menyebutkan jumlah anggota Dewan Pers cuma sembilan orang sehingga butuh penyangga konstituen yang kuat. Makanya PWI yang diandalkan sebagai penyangga terhadap pengawasan dan pelaksanaan regulasi pers.
"Mudahan di forum ini, kita memilih ketua dan memilih pengurus yang paham terhadap dinamika pers dan membangun komunitas serta ekosistem pers di NTB dengan baik dan sehat," demikian Ahmad Munir.
Baca juga: Refleksi Kebebasan Pers 2019, Nuh: Butuh pembenahan ekosistem
Baca juga: PWI tolak pemberian sanksi lewat peraturan pemerintah
Baca juga: Dewan Pers minta wartawan harus beradaptasi
Pewarta: Awaludin
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: