BI: pergerakan rupiah dan bursa terpengaruh perilaku investor global
28 Februari 2020 16:44 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat memberikan pernyataan di Jakarta, Jumat (28/2/2020). ANTARA/Satyagraha/aa.
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah dan bursa yang cenderung melemah terpengaruh oleh perilaku investor global yang resah dengan penyebaran virus corona.
Perry menjelaskan bahwa kekhawatiran pelaku pasar keuangan itu muncul setelah dampak virus corona mulai meluas tidak hanya di Asia, namun hingga AS dan Eropa.
"Kondisi ini menyebabkan investor global cenderung melepas investasi portofolio di Korea, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia," kata Perry di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menko Airlangga tunggu langkah bursa dongkrak rupiah
Menurut Perry, situasi ini yang menyebabkan rupiah terdepresiasi dan bursa melemah sejak awal tahun seiring dengan tingginya outflow di surat berharga negara Rp11 triliun dan saham Rp1,6 triliun.
Bahkan, sejak penyebaran virus corona meluas pada akhir Januari, aliran modal keluar di surat berharga negara sempat mencapai Rp26,2 triliun dan bursa Rp4,1 triliun.
"Bursa saham sejak Januari Februari turun 20 persen, menjadi 5650-an. Rupiah mengalami pelemahan year to date sampai 27 Februari 1,08 persen," katanya.
Meski demikian, depresiasi rupiah ini masih lebih baik dari Won Korea yang melemah 5,07 persen, Baht Thailand 6,42 persen, Dolar Singapura 3,76 persen dan Ringgit Malaysia 2,91 persen.
"Mereka saat ini cenderung jual dulu, nanti kemudian masuk lagi, setelah kondisi membaik. Ini terus kita pantau, meski pengaruh ke Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia," kata Perry.
Baca juga: Rupiah melemah, investor beralih ke aset rendah risiko
Ia memastikan Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah melalui Domestic Non Delivery Forward (DNDF) maupun pembelian surat berharga negara yang dilepas investor asing.
"Tahun ini secara keseluruhan kita beli dari pasar sekunder sampai 27 Februari, Rp100 triliun. Dari Rp100 triliun, kurang lebih Rp78 triliun kami beli sejak akhir Januari merebaknya corona," kata Perry.
Perry menjelaskan bahwa kekhawatiran pelaku pasar keuangan itu muncul setelah dampak virus corona mulai meluas tidak hanya di Asia, namun hingga AS dan Eropa.
"Kondisi ini menyebabkan investor global cenderung melepas investasi portofolio di Korea, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia," kata Perry di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menko Airlangga tunggu langkah bursa dongkrak rupiah
Menurut Perry, situasi ini yang menyebabkan rupiah terdepresiasi dan bursa melemah sejak awal tahun seiring dengan tingginya outflow di surat berharga negara Rp11 triliun dan saham Rp1,6 triliun.
Bahkan, sejak penyebaran virus corona meluas pada akhir Januari, aliran modal keluar di surat berharga negara sempat mencapai Rp26,2 triliun dan bursa Rp4,1 triliun.
"Bursa saham sejak Januari Februari turun 20 persen, menjadi 5650-an. Rupiah mengalami pelemahan year to date sampai 27 Februari 1,08 persen," katanya.
Meski demikian, depresiasi rupiah ini masih lebih baik dari Won Korea yang melemah 5,07 persen, Baht Thailand 6,42 persen, Dolar Singapura 3,76 persen dan Ringgit Malaysia 2,91 persen.
"Mereka saat ini cenderung jual dulu, nanti kemudian masuk lagi, setelah kondisi membaik. Ini terus kita pantau, meski pengaruh ke Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia," kata Perry.
Baca juga: Rupiah melemah, investor beralih ke aset rendah risiko
Ia memastikan Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah melalui Domestic Non Delivery Forward (DNDF) maupun pembelian surat berharga negara yang dilepas investor asing.
"Tahun ini secara keseluruhan kita beli dari pasar sekunder sampai 27 Februari, Rp100 triliun. Dari Rp100 triliun, kurang lebih Rp78 triliun kami beli sejak akhir Januari merebaknya corona," kata Perry.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: