Budaya keamanan nuklir masih rendah
27 Februari 2020 17:49 WIB
Mantan Anggota Dewan Energi Nasional Dwi Hary Soeryadi (memegang mic) dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/2/2020). ANTARA/Indriani/pri.
Jakarta (ANTARA) - Mantan anggota Dewan Energi Nasional Dwi Hary Soeryadi mengatakan budaya keamanan nuklir Indonesia masih rendah yang dibuktikan dengan ditemukannya limbah radioaktif di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, Banten.
"Limbah radioaktif itu sudah punya prosedur operasional standarnya, bagaimana Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN) memastikan tidak ada insiden," ujar Dwi di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan tidak boleh ada pembiaran meskipun penemuan limbah radioaktif di perumahan itu baru terjadi pertama kalinya.
Baca juga: BAPETEN: Fasilitas radiasi di RSCM aman meski terdampak banjir
"Tidak boleh ada pembiaran, meskipun baru satu kali terjadi. Itu yang dimaksud nol insiden, kita memang agak lemah pada budaya keamanan," terang dia.
Dwi juga meminta harus ada sanksi tegas kepada pelaku yang diduga merupakan pegawai BATAN.
Anggota Dewan Energi Nasional periode 2014 hingga 2019 itu menyebutkan, seharusnya BATAN maupun BAPETEN belajar dari negara-negara yang memaksimalkan nuklir.
Apalagi di Indonesia, baru memiliki reaktor daya eksperimental, bukan reaktor nuklir yang menghasilkan daya.
Baca juga: BATAN:Sistem keselamatan reaktor nuklir BATAN berstandar internasional
Pemerhati Energi, Faby Tumiwa, menilai ada kelemahan dalam sistem pengawasan pengelolaan limbah radioaktif.
"Ini harus dilihat mengapa terjadi kegagalan, makanya saya sampaikan perlu ada investigasi atau audit kinerja," ungkap Faby.
Audit itu bertujuan untuk memastikan kejadian pembuangan limbah radioaktif di perumahan warga itu tidak terjadi lagi.
Setelah diaudit perlu diberikan rekomendasi, agar kasus tersebut tidak terjadi lagi.
"Jadi tidak hanya kasus ini selesai karena dikasih kepolisian. Karena itu tidak akan mengubah budaya keamanannya," tambah Faby.
Baca juga: Pakar : Pasien berhak tahu kadar radiasi alat pemindai medis
"Limbah radioaktif itu sudah punya prosedur operasional standarnya, bagaimana Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN) memastikan tidak ada insiden," ujar Dwi di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan tidak boleh ada pembiaran meskipun penemuan limbah radioaktif di perumahan itu baru terjadi pertama kalinya.
Baca juga: BAPETEN: Fasilitas radiasi di RSCM aman meski terdampak banjir
"Tidak boleh ada pembiaran, meskipun baru satu kali terjadi. Itu yang dimaksud nol insiden, kita memang agak lemah pada budaya keamanan," terang dia.
Dwi juga meminta harus ada sanksi tegas kepada pelaku yang diduga merupakan pegawai BATAN.
Anggota Dewan Energi Nasional periode 2014 hingga 2019 itu menyebutkan, seharusnya BATAN maupun BAPETEN belajar dari negara-negara yang memaksimalkan nuklir.
Apalagi di Indonesia, baru memiliki reaktor daya eksperimental, bukan reaktor nuklir yang menghasilkan daya.
Baca juga: BATAN:Sistem keselamatan reaktor nuklir BATAN berstandar internasional
Pemerhati Energi, Faby Tumiwa, menilai ada kelemahan dalam sistem pengawasan pengelolaan limbah radioaktif.
"Ini harus dilihat mengapa terjadi kegagalan, makanya saya sampaikan perlu ada investigasi atau audit kinerja," ungkap Faby.
Audit itu bertujuan untuk memastikan kejadian pembuangan limbah radioaktif di perumahan warga itu tidak terjadi lagi.
Setelah diaudit perlu diberikan rekomendasi, agar kasus tersebut tidak terjadi lagi.
"Jadi tidak hanya kasus ini selesai karena dikasih kepolisian. Karena itu tidak akan mengubah budaya keamanannya," tambah Faby.
Baca juga: Pakar : Pasien berhak tahu kadar radiasi alat pemindai medis
Pewarta: Indriani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2020
Tags: